Sungawi sangat sedih, meratapi nasibnya menjadi orang miskin. Sungawi ingin sekali bekerja di salah satu pabrik atau perusahaan, namun ia hanya bisa berangan-angan karena ia hanya tamat SMP. Prestasi pun tidak punya. Ia hanya sebagai seorang pekerja serabutan dengan penghasilan yang kurang dari cukup.
Articles by "Cerpen Islami"
Tampilkan postingan dengan label Cerpen Islami. Tampilkan semua postingan
Malam minggu ku sangat sepi. Aku memang sudah terbiasa dengan status jomblowati yang sudah lama menempel jelas di jidatku. Malah ada teman-teman ku yang bilang “mungkin jodoh mu hanya akan datang ketika kamu punya kesempatan buat berubah jadi Aura Kasih.” Ya ampun afgan banget sih (Afgan = Sadis).
Wanita dengan sosok bercadar berlari ketakutan dalam rintikan hujan sampai ia tak sadarkan diri dan terjatuh tepat di depan gerbang pesantren. Udara sangat dingin ditambah hari yang mendung menambah kegigilan semua orang. Begitu yang dirasakan olehku, seorang putra kiyai H. Jauhari, di kehidupan pesantren dan di lingkungan santriwan-santriwati. Di rumahku yang disebut ndalem tampak ayahku H. Jauhari sedang menghangatkan tubuhnya di perapian, ia memanggilku ketika aku lewat.
Saat malam benar-benar dingin karena tertiupnya angin malam yang mengenai pepohonan dan rumah-rumah semuanya bergerak senada dengan angin yang berhembus itu, orang-orang berlindung di balik selimut mereka yang hangat, kecuali pemuda berenampilan urakan dan kartu remi di tangan kanannya tak lupa mir*s di tangan kirinya,
“ya ane menang”
“huuu curang” jawab teman-teman pemuda itu
“ya ane menang”
“huuu curang” jawab teman-teman pemuda itu
Malam itu sungguh mencekam saat ribuan prajurit memboikot desa kami. Mereka memaksa kami untuk diam di rumah-rumah kami, hingga sudut jalanan desa terlihat sepi dan sunyi, tak ada kegiatan di sana, orang lalu lalang pun tak nampak. yang ku lihat hanya debu-debu yang masih bebas berterbangan.
Ku lihat di sudut bukit belakang rumah ku begitu banyak tank-tank tempur yang bersiap disana, yang sewaktu-waktu dapat saja menghancurkan rumah-rumah di desa ku.
Dari lubang kecil di rumahku ini, aku mengamati setiap aktivitas di luar sana.
Ku lihat di sudut bukit belakang rumah ku begitu banyak tank-tank tempur yang bersiap disana, yang sewaktu-waktu dapat saja menghancurkan rumah-rumah di desa ku.
Dari lubang kecil di rumahku ini, aku mengamati setiap aktivitas di luar sana.
Kulangkahkan kaki keluar kelas yang sangat membosankan dan suntuk. Siang hari yang cukup terik di kampus, hanya segelintir orang yang rela berpanas-panas di jalan, sementara yang lain sepertinya nyaman duduk di bawah pohon yang rindang. Menyebalkan sekali ketika mata kuliah selanjutnya ada diakhir waktu pada sore hari pukul lima, masih ada jeda waktu yang panjang untuk menunggu.
“Persembahan Untuk Bunda tercinta
yang selalu memberikan kasih sayangnya tanpa kenal waktu,
yang selalu memberikan perhatiannya tanpa kenal keadaan,
dan selalu bekerja dengan kerasnya tanpa kenal lelah,
Andi sayang bunda”
yang selalu memberikan kasih sayangnya tanpa kenal waktu,
yang selalu memberikan perhatiannya tanpa kenal keadaan,
dan selalu bekerja dengan kerasnya tanpa kenal lelah,
Andi sayang bunda”
Langganan:
Komentar (Atom)

