Malam itu sungguh mencekam saat ribuan prajurit memboikot desa kami. Mereka memaksa kami untuk diam di rumah-rumah kami, hingga sudut jalanan desa terlihat sepi dan sunyi, tak ada kegiatan di sana, orang lalu lalang pun tak nampak. yang ku lihat hanya debu-debu yang masih bebas berterbangan.
Ku lihat di sudut bukit belakang rumah ku begitu banyak tank-tank tempur yang bersiap disana, yang sewaktu-waktu dapat saja menghancurkan rumah-rumah di desa ku.
Dari lubang kecil di rumahku ini, aku mengamati setiap aktivitas di luar sana.
Ku lihat di sudut bukit belakang rumah ku begitu banyak tank-tank tempur yang bersiap disana, yang sewaktu-waktu dapat saja menghancurkan rumah-rumah di desa ku.
Dari lubang kecil di rumahku ini, aku mengamati setiap aktivitas di luar sana.
“nak, cepat tidur, jangan sampai para tentara ke rumah kita karena keramaian di malam ini” Ujar ibu ku.
Suara kecil yang memanggil dengan dayuan lemas ketakutan. Dan aku pun memenuhi perintah ibu ku untuk tidur.
Saat dingin semakin terasa aku merasa semakin bingung dengan situasi ini hingga mata ku tak dapat terpejamkan. Perlahan mencoba bangkit dari tempat berbaring, ku lihat ke sudut lubang rumah ku dan melihat keadaan dari lubang kecil tersebut. Seperti biasa jalanan terlihat sunyi tak ada pergerakan sama sekali. tak nampak aktivitas yang terlihat, hanya tentara yang sedang berjaga di luar dengan menggenggam botol yang bertulisan “angker”, mereka berjaga sambil mabuk.
Dan kulihat ada salah satu tentara yang menghampir tentara yang lain yang sedang berjaga dengan membawa seorang anak kecil bersamanya. Tak nampak rasa takut pada anak laki-laki tersebut, saat di bawa ke hadapan para penjaga tersebut. Tubuh nya tidak besar, malah kulihat terdapat luka pada kaki kanannya, Entah apa penyebab kaki anak tersebut luka, hingga mereka pun mengintrograsi anak tersebut.
Tak terdengan jelas apa yang mereka bicarakan disana, yang ku lihat hanya gerak meraka yang memukuli anak tersebut hingga tersungkur jatuh ke tanah. Sesekali para petugas itu berteriak di depan muka anak itu, dan masih tak kulihat wajah ketakutan pada anak tersebut.
Kira-kira usia anak tersebut sekitar 7 tahun, dengan tubuhnya yang kecil ku dapat menyimpulkannya. Tiba-tiba pintu rumahku seperti ada yang membuka, hentakan kaki pun terdengan menghampiri dalam rumah ku. Tak ku pikir panjang aku pun berbalik dan kembali ke tempat tidur dan perlahan memejamkan mata.
“di sini aman, semua orang sudah tertidur” Ujar tentara 1,
“Dasar bodoh, beruntung lah kalian tertidur, jika tidak kalian akan senasib dengan anak itu” Ujar tentara 2.
Mereka pun lantas pergi dari rumah ku.
Aku pun membuka mata dan kembali pada lubang kecil di rumahku untuk melihat keadaan di luar. Dan aku tak melihat sosok anak kecil tadi di sana, dan tentara pun tidak nampak di pos nya. Dan sungguh mengganjal dalam benak ku tentang anak itu dan pembicaraan para tentara tadi.
Keesokan hari, keluarga ku di kumpulkan untuk di periksa oleh para tentara. Semua isi rumah pun di periksan oleh mereka dan kami pun di kumpulkan di suatu tempat di lapangan desa kami. Begitu ramai dsana dan rupanya bukan hanya keluarga ku saja yang di kumpulkan melainkan semua warga di desa ku.
“perhatian semua nya, kalian di kumpulkan di sini bukan untuk bergembira dengan sesama, malainkan kalian disini untuk menyaksikan pertunjukan kami” Ujar salah satu tentara yang berdiri di pagar batas lapangan.
Selalu berfikir apa yang mereka rencanakan dalam kesempatan ini. Hingga salah satu tentara lain membawa seorang anak ke hadapan kami dan ku lihat sosok anak tersebut seperti tak asing dalam peglihatan ku.
“oh, itu anak yang semalam yang ku lihat bersama para tentara itu” Ucap ku dengan perlahan.
“perhatian, lihat di depan kalian telah ada seorang anak yang berani menentang kami” Ujar tentara
“maka kalian akan menyaksikan akibat dari pembangkangan ini”
“Sungguh bukan aku yang membangkang, dan sungguh bukan aku yang akan merasakan akibatnya, melainkan kalian yang telah membangkang perintah daln larangan allah SWT. Maka tunggulah kehancuran kalian” Sanggah anak tersebut, sambil menunjukan jari nya ke langit
Dor, Dor
Terdengan suara tembakan dari belakang anak tersebut dan dua peluru itu menembus kepala anak tersebut hingga tersungkur tewas di tanah.
Kami yang menyaksikan tergeram ketakutan, hingga tak ada kata yang terdengan pada setiap kami.
“lihat dan dengar, apabila anda di antara kalian yang membangkang maka nasib kalian akan sama seperti anak ini”
Ujar tentara yang menembak anak tersebut.
Sungguh tak bisa ku berkata-kata hingga kami di kembalikan ke rumah kami masing- Masing.
Aku termenum di lubang sudut rumah ku, sambil melihat situasi ku terbayang sosok anak itu.
“Sungguh anak yang pemberani, yang tak pernah takut dengan ancaman apapun demi membela agama nya. saat ini kau tersenyum karena kau mati dalam keadaan syahid dan allah meridhoi apa yang kau lakukan.”
-----------------------------------------------------
Cerpen Karangan: Nur Hidayat
Post A Comment:
0 comments so far,add yours
Posting Komentar