“Persembahan Untuk Bunda tercinta
yang selalu memberikan kasih sayangnya tanpa kenal waktu,
yang selalu memberikan perhatiannya tanpa kenal keadaan,
dan selalu bekerja dengan kerasnya tanpa kenal lelah,
Andi sayang bunda”
yang selalu memberikan kasih sayangnya tanpa kenal waktu,
yang selalu memberikan perhatiannya tanpa kenal keadaan,
dan selalu bekerja dengan kerasnya tanpa kenal lelah,
Andi sayang bunda”
(Malam penyerahan hadiah Pekan Olah Raga Dan Seni (PORSENI) MI-MTs se-kota Panjang Timur) tampak di atas panggung seorang anak kecil yang masih duduk di kelas 4 MI/SD, dengan kaki mungilnya ia berjalan perlahan mendekati mikrofon, sesekali ia melihat ke sekitar panggung yang dipenuhi para peserta lomba dan para guru pendampingnya, ia melihat banyak mata kamera yang berkilauan memotret kesana kemari menyilaukan matanya sementara itu semua pandangan orang-orang juga tertuju dan terpusat padanya, hingga membuat ia terlihat sedikit grogi, namun perlahan dan pasti langkahnya terus saja tertuju pada mikrofon itu yang berdiri tegak di poros panggung. Dan ia pun sampai tepat di hadapannya, dipegangnya dengan sedikit ragu-ragu gagang mikrofon itu yang sedikit lebih tinggi dari badannya yang hanya tidak lebih dari 1,2 meter itu, diraihnya gagang mikrofon itu dan, dengan mimik muka polosnya ia mulai berkata-kata:
“terimakasih, ya Allah, terimakasih bapak dan ibu guru, pak Rohim, Bu Riska dan seluruh bapak dan ibu guru andi, terimakasih juga buat ibu dan bapak andi, dan buat semua teman-teman andi, hadiah ini andi berikan buat kalian semua, karena kalian semualah andi bisa seperti ini, khususnya kepada bapak ibu guru yang telah mengajar andi, juga buat ibu bapak andi yang selalu bekerja keras buat sekolah andi dan adik-adik andi, andi hanya bisa memberikan ini buat ibu bapak, dan andi janji akan memberikan yang terbaik lagi buat ibu dan bapak” sejenak anak itu terdiam entah bingung atau apa, lalu ia pun kembali berkata “terima kasih.”
Penonton yang sempat terdiam sejenak, dengan keras memberikan selamat dan tepuk tangan meriah untuk Muhammad Khoirul Affandi atau Andi sang Juara I Olimpiade Mapel PPKN dan MIPA cabang perlombaan baru dalam Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) MI-MTs se-Kota Panjang Timur tahun 2000.
Sepulangnya dari alun-alun Kota – tempat dimana acara serah terima hadiah digelar – Andi, begitu ia akrab disapa langsung mampir ke sebuah ruko Batik yang ada di sekeliling alun-alun, ia bermaksud membelikan baju batik buat ibu serta sebuah sarung untuk bapaknya di rumah. ya, selain trophy andi juga mendapatkan sedikit uang penggembira alias pesangon. Sebenarnya sudah sejak lebaran itu ia ingin memberikan sesuatu untuk ibu bapaknya namun baru kali ini ia dapat mewujudkannya, ya meskipun tidak seberapa dibanding dengan perjuangan dan kerja keras mereka, paling tidak andi dapat memberikan sedikit kenang-kenangan untuk mereka.
Sepulangnya di rumah andi langsung memberikan batik dan sarung itu kepada ibu-bapaknya. Suasana haru dan bahagia menyambut kepulangan andi, Mereka sangat bangga dengan andi, anak yang biasa-biasa saja, dari keluarga dan lingkungan yang biasa-biasa saja, dengan perjuangan dan semangat belajar yang keras akhirnya dapat mempersembahkan sesuatu yang luar biasa, dan membuat kedua orangtua serta orang-orang di sekitarnya bangga padanya. Semangat Andi…!
Beberapa waktu sebelum hari yang membahagiakan itu, Pagi yang cerah, kicau burung yang riang ditambah suasana langit yang indah memberikan ketertarikan tersendiri pagi itu.
Seperti biasa di sebuah rumah kecil dengan enam orang penghuninya sedang asyik mempersiapkan segala sesuatunya.
“andi, tolong ambilkan kunci sepeda ibu nak, ibu lupa tadi tak taruh di atas lemari” suara seorang ibu memanggil anaknya, andi.
“iya bu” si andi menjawab
“ini bu” dengan kaki mungilnya andi berjalan mendekat sambil memberikan kunci kepada ibunya.
“o iya bu sekalian andi pamit berangkat sekolah” tambahnya
“iya hati-hati nak, sama siapa?” ibu balik bertanya.
“biasa, paling sama huda, Assalamualaikum”
“iya, waalaikum salam” jawab ibu.
Andi adalah anak berusia 10 tahun, rajin, ulet tetapi kadang sedikit nakal seperti halnya anak-anak, ia tinggal bersama Bapak dan ibunya beserta dua orang adiknya yang masih kecil-kecil, keluarganya biasa-biasa saja, kedua orangtuanya hanya bekerja sebagai buruh, Bapaknya seorang pegawai di sebuah pabrik Kerupuk dan ibunya seorang buruh jahit, meskipun begitu andi tak pernah merasa kekurangan, ia memang anak yang penurut dan faham akan keadaan orangtuanya.
Hidup dari keluarga yang sangat sederhana itu andi tumbuh menjadi seorang anak yang giat, gigih dan sabar. Di sekolahpun ia dikenal sebagai pribadi yang baik di mata guru dan teman-temannya, meskipun bukan termasuk anak yang pintar dan berangking di kelasnya tetapi ia termasuk anak yang ulet dan telaten, ia juga termasuk anak yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya, sebuah sekolah swasta yang ada di seberang desanya.
Setiap hari andi berangkat dan pulang sekolah dengan jalan kaki, hanya kadang-kadang saja ia naik sepeda itu pun mebonceng temanya yang kebetulan lewat. Meskipun begitu ia tidak pernah minta Bapak ataupun ibunya untuk mengantarnya tiap hari ke sekolah hanya kadang-kadang ketika hujan mengguyur orangtuanya mengantarkan anak mbarepnya itu ke sekolah itu pun kalau andi tidak menolak.
Pulang sekolah.
“assalamualaikum, bu aku pulang” si andi masuk dan menghampiri ibunya yang sedang duduk di samping mesin jahit tuanya dan dikecupnya tangan ibunya itu.
“waalaikum salam, iya nak. Lekas sholat dan makan siang, ibu sudah menyiapkan sayur asam dan tempe goreng kesukaanmu.” Suruh ibu pada andi.
“iya bu” jawab andi dengan senyuman khasnya.
“bapak sudah kembali bu” tanya andi sambil mengganti seragam sekolahnya.
“sudah, baru saja bapak kembali” jawab ibu.
“kok cepet bu, baru juga jam satu kurang” tanya andi lagi
“iya, katanya terburu-buru lagi banyak pesenan” jawab ibu
“wah ternyata orang-orang di desa kita sangat doyan yang namanya krupuk ya bu, padahal kalau dilihat gizinya tidak sebegitunya, hehe… dasar orang kampung ya bu” sahut andi sambil nyengir
“alah kamu itu kayak dokter saja sok ngomong gizi segala, padahal kamu sendiri juga doyan, kemarin krupuk setoples kamu habisakan sendiri” jawab ibu
“hehe, ibu, bisa aja kemaren kan bareng adik-adik bu, yaa siapa tahu besok jadi dokter beneran kan bisa bantu banyak orang bu, he,” jawab andi nyengir.
“kamu bisa aja, ra usah neko-neko uang darimana sekolah dokter wong sudah bisa sekolah sampai sekarang saja sudah bersyukur” tambah ibu yang sedang serius dengan mesin jahitnya.
“loh siapa tahu bu, rejeki kan tidak bisa diduga-duga lagian ibu juga pernah bilang katanya aku disuruh sekolah setinggi-tingginya agar menjadi orang yang berguna, ingat kan bu” ujar andi ngeyel
“iya, amin, kamu ini memang pintar kalau disuruh ngeles, ya ibu doakan semoga cita-citamu itu dapat tercapai, sudah sana sholat dari tadi ngobrol melulu” ibu menghentikan mesin jahitnya sambil memandang ke arah andi.
“anak siapa dulu dong bu, he, lagian kata pepatah buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, aku pun begitu bu. he…” ujarnya (maksudnya ia nyindir kalau ibunya dulu juga ngeyelan seperti dia).
“eee, malah ngeyel, sudah cepat sholat, ntar keburu ashar” kata ibu sambil geleng-geleng kepala.
“hehe, iya-iya bu ni andi mau wudlu dulu, masak sholat gak wudlu ya gak sah dong” tambah andi lagi.
“dasar anak-anak!” ibu hanya tersenyum melihat sikap andi yang terkadang sedikit menjengkelkan itu.
Andi pun bergegas mengambil air wudlu dan sholat dhuhur, setelah itu ia makan siang dan membantu ibunya.
Ya, seperti biasanya setelah pulang sekolah andi tidak langsung bermain, ia memang sering membantu ibunya sehabis pulang sekolah, biasanya ia membantu mengambil atau mengembalikan bahan jahitan dan juga membelikan peralatan-peralatan menjahit seperti benang, jarum, pita dan lain lain di toko dekat jalan raya.
Sekali lagi Andi tidak pernah mengeluh, malu ataupun gengsi, ia selalu menjalaninya dengan senang hati. Ia sangat menghargai dan menghormati kedua orangtuanya, mereka ingin suatu saat nanti andi dan adik-adiknya menjadi orang yang berpendidikan tinggi tidak seperti mereka yang hanya lulus SR (sekolah Rakyat). Mereka selalu bilang pada andi dan adik-adiknya yang lain “nak dadio wong seng pinter, sekolah seng duwur sesuk ben dadi wong!” (nak jadilah orang yang pintar, sekolah yang tinggi agar besok jadi orang yang berguna).
Sampai suatu ketika tepatnya pada pertengahan ramadhan, suatu malam setelah pulang tarawih seperti biasanya andi mengambil alquran untuk bertadarus di musholla samping rumahnya, ketika berjalan keluar melewati kamar berpintukan kain yang sudah usam, tanpa sengaja ia mendengar bisik-bisik kedua orangtuanya yang sedang berbincang bincang.
“pak, bulan ramadhan sudah tanggal setengah, tapi kita belum bisa membelikan baju baru buat anak-anak” ujar ibu lirih
“iya bu, bapak juga bingung dari beberapa minggu ini penghasilan krupuk di tempat bapak juga tidak begitu banyak, gimana ya bu?” jawab bapak lirih
“apa kita jual saja beras sekarung yang dari kang udin kemarin pak?” tanya ibu
“jangan bu, jangan, nanti kita mau makan apa, lagipula kita kan harus fitrah juga bu, mending buat fitrah dari pada kita jual yang hasilnya juga tidak seberapa” jawab bapak sambil menatap si ibu
“terus bagaimana pak, sudah 2 kali lebaran kita tidak membelikan mereka baju baru, kita hanya ngasih mereka baju persenan pemberian bos ibu, kasihan mereka, anak-anak lain bisa merasakan kebahagiaan dengan baju barunya sementara andi dan adik-adiknya, saya tidak tega pak” jelas ibu lirih dengan mata berkaca-kaca,
“iya bu, bapak juga sebenarnya tidak tega, ya sudah ibu jangan kuatir nanti bapak coba minta pinjaman ke bos bapak, moga-moga dapet, sudah ndak usah terlalu dipikirkan…!” ujar bapak dengan sedikit senyuman, memberikan harapan pada si ibu.
“ya pak,” jawab ibu yang mengahiri pembicaraannya sambil menuju ke luar pintu.
Andi pun bergegas pergi dari hadapan pintu, dengan mata yang berkaca-kaca ia langsung pergi ke musholla, niat untuk berpamitan pada bapak ibu pun terurungkan.
Di musholla andi tidak langsung mengambil posisi bersama teman-temanya berjajar di sebelah mikrofon, ia termenung sejenak di pojokan pintu masuk musholla, ia masih memikirkan apa yang ia dengar tadi, dalam renungan itu ia sempat terbesit dalam hati,
“Bapak, ibu maafkan andi yang belum bisa memberikan kebanggaan pada kalian, andi janji akan belajar sungguh-sungguh agar suatu saat bisa mebuat kalian bangga rintihnya dalam hati, sembari ia masuk ke musholla dan berjajar dengan teman-temanya yang telah lama menunggu, biasanya mereka melakukan tadarus hingga tengah malam tepatnya jam 12 malam, setelah itu mereka pulang ke rumah mereka masing-masing tetapi ada juga yang janjian tidur di musholla karena nanti akan keliling untuk membangunkan orang-orang sahur, namun kerena besok akan sekolah andi pun langsung pulang ke rumah, dan lagi-lagi ia masih teringat kejadian setelah tarawih tadi, dan lagi andi menyemangati dirinya sendiri,
“andi semangat, semangat, semangat!” ujarnya dalam hati.
Jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari, sauuur, sauur! Dung dung dung, Saurrr saurrr! Dung dung dung, itulah suara temen-temen andi yang sedang keliling membangunkan orang-orang untuk makan sahur, dengan membawa seperangkat alat musik jedur dan alat-alat lain, sembarang yang penting dapat mengeluarkan suara cukup keras sehingga bisa membangunkan orang sahur.
“andi, andi, bangun nak! Sudah jam tiga ayo sahur,” sahut ibu sembari menarik kaki andi.
Andi pun terbangun, dengan mata yang berat ia segera ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu untuk sholat tahajud dan kemudian makan sahur. Ketika sedang berdoa adiknya memanggil,
“kak, ayo cepet sahur, ntar keburu imsak lo,” panggil uyun, adik perempuan andi yang paling besar
“iya ndi, cepat, bentar lagi imsak” sambung ibu.
“iya, iya yun, bu ni udah selesai kok, eh uyun tumben ikut sahur, emang puasa pow? hehe” jawab andi sembari ngeledek adiknya.
“ih kakak nyebelin, uyun kan puasa dari awal puasa, kalau ga percaya tanya aja ibu, iya kan bu?” ujar uyun sebel.
“iya uyun puasa kok kak!” balas ibu
“tuh kan, denger apa kata ibu!” sambung uyun sambil melihat ke arah kakanya yang berjalan mendekati meja makan.
“alah, puasa apanya wong Cuma sampai dhuhur, itu namanya bukan puasa, yang namanya puasa itu nggak makan dan minum dari pagi sampai maghrib” ejek andi lagi.
“yeee, uyun kan lagi latihan kak, masak gak boleh! Boleh kan bu iya kan pak?” ujar uyun semakin sebel pada kakaknya.
Bapak dan ibu pun hanya tersenyum melihat mereka ngeyel-ngeyelan.
“alah alesan” ujar andi semakin mengejek adiknya.
“sudah, sudah, jangan bertengkar terus, kalian ini, sudah cepet dihabiskan makananya, setelah itu sisp-siap ke musholla nyusul Bapak kalian” potong ibu, sambil membersihkan piring dan gelas bekas si Bapak. Sementara itu si bapak, setelah selesai makan sahur, beliau langsung menuju ke musholla di dekat rumahnya.
“iya bu” jawab andi sambil mengejek adiknya dengan nada lirih (uyun gak puasa, uyun gak puasa wek)
“ih sebel, awas ya kak” jawab uyun lirih
Keduanya pun langsung merampungkan makan sahurnya – adik kakak itu memang tidak pernah rukun tapi buka berarti selalu bertengkar, mereka selalu ejek-ejekkan tetapi adiknya yang baru duduk di kelas nol besar taman kanak-kanak itu selalu saja kalah dengan kakaknya, bahkan sering nangis dibuatnya, meskipun demikian andi selalu perhatian pada uyun dan adik-adiknya yang lain bahkan sering mengajak mereka bermain – setelah itu keduanya beranjak dari meja makan dan pergi ke kamar mandi dan kemudian mereka pergi ke musholla meyusul Bapaknya yang telah lama berada disana lebih dulu.
Tanggal 25 Ramadhan
Tidak terasa ramadhan telah hampir selesai, 25 hari sudah terlewati, andi dan uyun sudah tidak lagi berangkat sekolah tiap pagi karena sekolah-sekolah memang sudah mulai libur, meskipun demikian andi tidak malas-malasan ia tetap beraktifitas seperti biasanya, dan kali ini ia lebih banyak membantu pekerjaan ibunya di rumah, seringkali ibunya merasa iba dan menyuruhnya istirahat, tapi memang dasar andi, ia masih tetap ngeyel meskipun sudah disuruh istirahat, ibunya pun hanya geleng-geleng kepala. Sesekali andi bertanya pada ibunya tentang ini itu.
“ibu, kok nggak libur padahal banyak tetangga yang sudah santai-santai?” tanya andi sambil melipat kurung bantal kerjaan ibunya.
Namun Si ibu hanya tersenyum dan terdiam sejenak lalu meneruskan jahitannya. Ya Meskipun sudah hampir lebaran si ibu masih tetap saja giat bekerja, padahal para tetangga sudah banyak yang ngelibur, begitu juga Bapaknya. Mereka berdua memang giat bekerja tanpa kenal lelah.
Tanggal 28 Ramadhan.
seperti biasanya andi membantu ibunya dari pagi sampai sore, sekitar jam 3 sore, ibunya telah selesai, dan ia pun membantu ibunya merapikan kurung bantal dan seprei yang sudah selesai dijahit ibunya, setelah selesai ia pun segera mandi dan mengambil air wudhu untuk sholat jamaah di musholla dan kemudian langsung mengikuti pengajian sore yang biasa ia ikuti sejak awal ramadhan itu, pengajian berjalan seperti biasanya, andi asik menyimak pengajian pada sore itu, yang kebetulan sore itu di ampu oleh ustad hadi, ustadz muda lulusan lirboyo jawa timur, ustadz muda yang banyak digandrungi masyarakat di daerah itu, terutama ibu-ibu. Sifatnya yang humoris dan religius sering membuat para jamaah terkesima dengan banyolan-banyolan khas ala pesantren yang ia terapkan saat memberikan penjelasan penjelasan dari kitab kuning yang ia baca.
Kebetulan sore itu membahas tentang birrul walidain, beliau menjelaskan dengan gamblang bahwa setiap manusia diwajibkan berbuat baik kepada orangtua mereka, baik itu orangtua yang telah merawat mereka sejak kecil yakni orangtua kandung, orang tua yang mengajari mereka ilmu pengetahuan yakni para guru/ustad/kyai maupun orangtua istri/suami mereka kelak. kita semua wajib berbuat baik kepada ketiganya tanpa terkecuali, mendengar pengajian itu andi pun teringat pada sosok Bapak dan ibunya yang sangat gigih bekerja untuk biaya hidup dan juga pendidikan andi dan adik-adiknya tanpa kenal lelah. Ia berjanji pada dirinya sendiri suatu saat nanti akan memberikan kebanggaan pada mereka, harus, katanya dalam hati.
pengajian sore itu pun berjalan dengan sempurna, semua hadlirin dan hadlirat sangat khusyu mendengarkan ustadz muda itu hingga tanpa terasa waktu buka telah tiba, pengajian berakhir di sambung dengan buka ringan dengan menu ala kadarnya; teh hangat, beberapa biji kurma dan golong, kemudian mereka melakukan sholat jamaah maghrib. Dan Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing.
“asssalamualaikum, pak, bu andi pulang” suara andi sambil masuk ke rumahnya, dan ia hanya menemukan Bapak dan adik-adiknya.
“waalaikum salam, sudah buka nak?” jawab Bapak
“sudah pak, tadi lauknya spesial, ayam goreng pedas, hehe” sahut andi dengan sumringah
“di rumah juga gak kalah, itu ibumu sudah masak spesial gule ikan” sambung Bapak
“wah, yang bener pak..?! kalau belum penuh ni perut pasti nambah aku, hehe” jawab andi tersenyum
“oya pak, ibu kemana kok ndak kelihatan?” sambung andi bertanya pada sang Bapak
“!?”
Bapak sejenak terdiam, bingung mau jawab apa, ia tak ingin andi mengetahui kalau ibunya pergi ikut berdagang baju lebaran bersama tetangganya di alun-alun kota, kebetulan malam itu adalah H-2 menjelang lebaran dan pasti banyak orang yang membutuhkan pakaian baru untuk berlebaran nanti. sang ibu pun terpaksa ikut tetangganya berdagang baju untuk mencari tambahan membelikan andi dan adik adiknya baju baru untuk lebaran nanti, tadinya sang Bapak melarang ibu untuk pergi sendirian ia tidak tega membiarkan sang ibu pergi sendiri, namun pertimbangan anak-anak sendirian di rumah dan juga si ibu sudah janji dengan mba nikmah tetangganya itu akhirnya sang Bapak pun mengizinkannya.
Setelah sejenak terdiam, dengan nada lirih sang Bapak menjawab:
“ibumu sedang pergi ke rumah pak lek udin, ada sedikit urusan disana”
“sampai kapan pak, kok nggak ngajak-ngajak sih” tanya andi lagi
“paling setelah terawih” jawab Bapak
“padahal aku pengen banget main kesana pak, sudah lama ndak kesana, sekaligus aku mau berterimakasih pada mbak rida yang tempo hari mbantu aku nyelesaiin tugas matematika” tambah andi
“iya, ntar sama bapak saja besok kita kesana, atau nanti pas lebaran kita juga kan ngumpul-ngumpul bareng” jawab Bapak
“iya, pak!” jawab andi
Tak lama adzan isya pun dikumandangkan, andi bergegas mengambil air wudlu untuk sholat tarawih di musholla dekat rumahnya.
“bapak taraweh?” tanya andi kepada Bapaknya dengan wajah masih basah kuyup oleh air wudlu
“sepertinya tidak, nanti saja Bapak bersama ibumu, kasihan adik-adikmu kalau ditinggal sendiri” jawab Bapak
“ya udah andi ke musholla dulu pak” kata andi sambil menuju ke luar rumah
“iya”
Andi langsung menuju musholla, setibanya di sana ia langsung masuk ke sela-sela shof yang msih kosong, dengan khidmatnya ia melakukan sholat 2 rokaat qobliyah isya dan tak berapa lama iqomat pun dikumandangkan, sholat isya dimulai dan disambung dengan sholat tarawih 2 rokaat 2 rokaat sebanyak 10 kali dan 3 rokaat sholat witir, kurang lebih setengah jam, sholat pun selesai. Namun andi tak langsung pulang kebetulan malam itu ia mendapat bagian sbagai qori dalam tadarusan rutinan di musholla. Hingga larut malam dan akhirnya tidur disana.
Pukul 11.30 ibunya dan mba nikmah pun pulang, degangan mereka laku keras hanya tersisa beberapa potong pakaian saja. Ibu pun langsung masuk ke rumah dan langsung disuruh istirahat oleh sang Bapak.
Pagi hari ketika waktu sahur andi pulang, ia melihat ibu sudah di rumah sedang mempersiapkan makanan untuk sahur, dengan mata yang masih ngantuk ia bertanya pada ibunya,
“ibu sudah pulang?”
“mana oleh-olehnya bu, pergi kok nggak ngajak-ngajak sih,” tambahnya.
“iya tadi malem ibu dari rumah mba nikmah, ada sedikit urusan” ibu menjawab dan sontak sang Bapak bingung, pasalnya jawaban ibu berbeda dengan jawaban yang Bapak katakan pada andi tadi malam. Namun untungnya andi tidak ingat, ia hanya mengatakan “oo iya” saking ngantuknya hingga yang tadinya ia sangat kritis menjadi tak berdaya oleh rasa ngantuk yang membuyarkan ingatannya.
—
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar… laa ilaaha illalahuwallahu akbar… Allahu Akbar wa lillahilhamd”, suara takbir terdengar menggema di setiap sudut kota, ya… idul fitri telah tiba, hari dimana dikatakan setiap manusia khusunya umat islam kembali ke fitri/suci karena semua dosa-dosanya telah dilebur di bulan ramadhan – memang benar tetapi ini tentu bagi mereka yang menjalankan puasanya dengan tulus dan ikhlas (wallahu alam) – andi dan keluarga sibuk mempersiapkan zakat fitrah malam itu, namun tak seperti biasanya, tepat sebelum isya andi dan adik-adiknya dikumpulkan menjadi satu di ruang tamu sederhananya, tiba-tiba ibu membuka sebuah bungkusan kresek hitam yang ia keluarkan dari balik tempat duduknya, dan…
“andi, uyun, ai!” panggil ibu
“ya bu” mereka menjawab serentak kecuali ai (Ainun Najah nama lengkapnya) yang asyik dengan mainannya jedur-jeduran kecil, maklum ia baru berumur 1,5 tahun, belum tahu apa-apa.
“ini ibu dan bapak ada kejutan buat kalian” katanya sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam kresek hitam itu.
“apa bu, baju baru ya, asyiiikkk uyun punya baju baruuu,” teriak uyun dengan senangnnya.
“huuuu… dasar uyun!” si andi mengejek adiknya.
“apa, biarin, baju baru, baju baruu!” tambahnya sambil bersorak dan meraih baju baru yang sedang dipegang ibunya.
“dasar anak kecil!” tambah andi
“emang masih kecil, wek, iya kan bu, iya kan pak!?” tambahnya sambil berteriak dan menatap wajah kakaknya.
Bapaknya hanya tersenyum melihat mereka yang memang tak jarang seperti itu, ejek-ejekan.
“sudah-sudah…! jangan keras-keras, ndak enak kedengeran tetangga!” kata ibu sambil membagikan baju baru kepada ketiga orang anaknya itu.
“ini buat andi dan ini buat ai”
“makasih banyak ya bu, makasih banyak ya pak” balas andi dengan tersenyum
“ayo ai bilang terimakasih sama bapak, sama ibu” ajak andi pada adiknya yang paling kecil, sementara uyun sudah keluar bermain dengan teman-temannya dengan memakai baju barunya itu.
“ayo ai bilang terimakasih ibu bapak,”
“teyimakatih pak, teyimakatih bu” dengan senyuman manisnya si ai kecil menirukan kakaknya, entah faham ataun tidak asal ia tirukan saja.
“iya, sama-sama ai” jawab ibu dan Bapaknya dengan tersenyum melihat ai yang lucu.
“ya sudah, sekarang kalian siap-siap kita akan ke rumah mbah qomar untuk memberikan fitrah mu” tambah ibu kepada andi dan ai.
“iya bu…” mereka mejawabnya dengan kompak
Setelah andi siap-siap ia ingin menghampiri ibu-bapaknya di kamar, namun terdengar mereka sedang asyik mengobrolkan sesuatu, andi pun tak jadi masuk, seperti biasa menunggu di depan pintu sampai mereka selesai ngobrol, namun karena kali ini suara mereka agak keras sehingga terdengar hingga keluar kamar dan sampailah pada telinga andi,
“bu itu tadi baju hasil ibu berdagang tempo hari itu?” tanya bapak
“iya pak, lumayan kan, oya ibu juga membelikan bapak baju baru kok tenang saja bapak jangan iri” singgung ibu
“bukan masalah iri atau tidak bu bapak Cuma merasa kurang bisa memberikan yang lebih buat kalian semua, coba kalau bapak ikut jualan kemarin kan ibu gak usah susah-susah begitu” sambung bapak
“udah gak apa-apa, lagian kalau kemarin bapak ikut kan ntar siapa yang jaga anak-anak, wong Cuma sekali itu saja kok pak, yang penting andi gak tau kan soal kemarin itu?” jelas ibu lagi
“ya insyaallah gak tau, bapak kemarin bilang kalau ibu pergi ke rumah pak leknya dan dia percaya tuh!” tambah bapak sambil berjalan keluar pintu
“syukurlah. Ibu gak mau Andi tau soal ini” tambah ibu lega mendengar pernyataan bapak.
“Krengkeeett,” di bukalah pintu kamar yang sudah usang dimakan oleh rayap, Andi pun segera menyingkir dari hadapan pintu, dengan mata yang berkaca-kaca ia berlari ke kamar dan menuntaskan air matanya di pojokan pintu kamarnya, dan dalam hatinya ia berkata:
“ibu,Bapak, maafkan Andi yang belum bisa apa-apa, Andi janji akan memberikan yang terbaik buat kalian, dan Andi akan memberikan hadiah spesial buat kalian nanti, Andi janji bu pak,”
Tak lama kemudian ibu andi memanggil, mereka akan melakukan Fitrah ke mbah, dukun bayi yang telah membantu proses kelahiran andi dan adik-adiknya.
Pagi harinya, seperti biasa mereka dikumpulkan dalam satu rumah kakek-nenek bersama saudara-sudara dan paman-paman mereka, untuk kemudian melakukan sungkem bersama. Dalam keadaan serius, Andi tetap saja andi ia memang kadang membandel, ia masih sempat mengajak kakek neneknya bergurau, namun ia bukan orang yang suka mengingkari janjinya, apalagi janji kepada Ibunya, bapaknya ia akan selalu ingat dan ia yakin suatu saat hal itu pasti akan terwujud, dan akhirnya memang terwujud.
--------------------------------------------------------
Cerpen Karangan: Rosyied Ahmad
Post A Comment:
0 comments so far,add yours
Posting Komentar