Cerpen - THE WANTED?! - Karangan: Noviana Kusumawati ||| Pagi ini di perempatan sebuah jalan. Tempat kejadian perkara tewasnya seorang ibu pejalan kaki yang menjadi korban tabrak lari minggu dini hari masih di pasang garis kuning polisi. Ada sekitar 5 orang polisi yang sedang bertugas melakukan penyelidikan. Para wartawan terlihat sibuk mengabadikan setiap detail TKP dengan jepretan kamera mereka. Ada juga yang sedang meminta keterangan polisi mengenai kronologi pasti kejadian. Tapi sampai saat ini polisi baru memberikan penjelasan sementara bahwa ini termasuk dalam kasus tabrak lari.

Jalan di sekitar tempat kejadian tak kalah sesak. Orang-orang ramai berbondong menampakkan rasa antusias mereka untuk menyaksikan para polisi menjalankan tugas penyelidikan. Selain wajah penasaran, raut wajah iba juga terpancar. Maklum saja, siapa orang yang tak iba melihat seorang ibu dicelakai oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Aku juga begitu. Sekarang aku berdiri tak jauh dari situ. Di balik sebuah pohon aku coba mengindik. Bukan untuk mencari tahu, tapi karena aku memang tahu.
 “Woi Tom, kenapa loe ?!” Bagas mencoba mengagetkanku. “Tumben tampang loe pagi gini udah nggak beres? Gue cariin di parkiran, di taman terus di kantin sampai-sampai gue cari loe ke toilet nggak ada, gue kira loe lagi nggak mood sekolah. Nggak taunya udah duduk manis di kelas,” tambah Bagas sambil senyum-senyum, aku sempat melirik sekilas.
“Gue emang lagi nggak mood,” dengan malasnya aku menjawab.
“Ya ampun Tomy. Kenapa? Ada masalah lagi sama Laras? Udahlah, cewek matre and tukang selingkuh kayak dia itu mending loe buang ke jurang aja,” timpal Bagas sok tahu.
Menurutku semua kekacauan ini memang berawal dari Laras. Tapi untungnya aku sudah berhasil membuangnya jauh-jauh dari hidupku. Berkat dorongan Bagas, kemarin aku memutuskannya secara sepihak setelah berulang kali aku mendapati dia berselingkuh dengan cowok lain. Dan yang membuatku miris Laras sama sekali tidak menyiratkan aroma penyesalan. Kalau masalahnya dia itu termasuk dalam kategori cewek matre tak terlalu ku pusingkan, karena aku akan memberikan apapun asal orang yang aku cintai bahagia. Tapi selingkuh, itu lain cerita.

Akhirnya aku memutuskan untuk segera beranjak dari kelas, 5 menit lagi bel berbunyi. Rasanya percuma aku mengikuti semua materi pelajaran hari ini. Hati dan fikiraku keadaannya lagi kacau.
“Mau kemana loe Tom?” Bagas menahanku.
“Kalau loe mau tau ikut gue,” jawabku singkat. Bagas yang sudah menjadi sahabatku sejak kelas 1 SMP sampai kini kita sama-sama duduk di kelas 3 SMA ikut beranjak dari tempat duduknya dengan tampang penuh tanda tanya.
***

Setelah seharian berputar-putar tak tau arah. Akhirnya aku memarkirkan Jazz merahku ditepian jalan tak jauh dari lokasi tabrak lari. Suasana tidak seramai tadi pagi. Tapi beberapa polisi dan wartawan masih tampak sibuk menjalankan tugas mereka masing-masing.
“Ngapain sih kita kesini?” Bagas yang dari tadi diam saja memperhatiakan tingkahku, mulai buka suara.
“Gue penasaran aja sama perkembangan kasus tabrak lari yang sekarang lagi diselidi itu,” mataku menatap lurus ke arah seorang polisi yang tengah dimintai keterangan oleh wartawan. Bagas mengikuti arah pandanganku.
“Sejak kapan loe peduli sama yang begituan? Peduli sama diri loe sendiri aja jarang. Sekalinya aja loe peduli sama orang, itu karena cinta buta loe yang salah kaprah,” cela Bagas. Ya Bagas memang benar, aku memang sosok cowok cuek. Laraslah yang sanggup mengalihkan semua kenaifanku untuk terus memperhatikannya. Lebih tepatnya hanya untuk dia bukan yang lain.

Tapi saat ini ada yang lebih penting dari pada hanya mengeluh masalah Laras. Kini aku sedang fokus memperhatikan gerak-gerik bibir seorang wartawan berkacamata yang sedang mewawancarai seorang berseragam polisi, dari jarakku sekarang untuk sekedar menguping pembicaraan rasanya tak mungkin. Aku cuma ingin tahu kira-kira pertanyaan apa yang di ajukan selain latar belakang kasus ini. Dengan serius aku perhatikan, tak ku pedulikan lagi celoteh Bagas yang mungkin saat ini dia menganggapku tidak waras
S-A-K-S-I
Akhirnya aku dapat potongan kata yang ditanyakan oleh wartawan berkacamata itu. Tapi sayangnya polisi yang dimintai keterangan membelakangiku sehingga aku tak tahu apa jawaban yang kira-kira yang diutarakan. Tapi apapun jawabanya aku begitu yakin bahwa tidak ada saksi saat kejadian itu terjadi. Karena aku tahu persis kronologinya.
***

1 bulan kemudian…
Mungkin Bagaslah orang yang paling bingung meladeniku akhir-akhir Ini. Karena hampir setiap hari aku bolos sekolah hanya untuk mengetahui perkembangan kasus tabrak lari yang akhirnya kasus ini terpaksa ditutup setelah polisi menemukan jalan buntu karena tidak adaya saksi ataupun barang bukti.

Ternyata ibu itu hidup sebatang kara, diam-diam aku coba mencari tahu tentang kehidupannya. Kasihan saja rasanya jika seandainya ibu itu meninggalkan anak-anak yang masih kecil yang akhirnya mereka harus terlantar. Tapi untung saja hal itu tidak terjadi. Justru ibu itu yang patut dikasihani, karena di akhir hidupnya tidak ada pihak yang memperjuangkan kematiannya.
“Kali ini loe harus jujur sama gue Tom. Akhir-akhir ini loe selalu ngajak gue ke tempat ini tanpa gue tahu alasan yang sebenarnya. Loe selalu bilang karena loe peduli tapi gue merasa ada yang aneh, loe seperti nyembunyiin sesuatu,” Bagas menyudutkanku.
“Loe sendiri kan yang mau ikut gue? Gue nggak pernah maksa loe buat ngikutin gue kesini,” aku mulai memanas.
“O,,, jadi loe sekarang anggap gue apa?” Bagas tampak menahan emosinya. “Gue peduli sama loe Tom, satu bulan ini loe seperti bukan Tomy yang gue kenal. Kita kan udah janji buat saling membantu, loe udah banyak bantu gue sekarang gue pengen gantian bantuin loe. Apa nggak boleh?” Bagas mendesak.

Keheningan menyelimuti sesaat. Aku berfikir, sudah saatnya aku menceritakan semua pada Bagas. Bagas memang sahabat terbaik yang pernah ku miliki. Dia salah kalau menyebutku telah banyak membantunya. Justru dia yang selalu peduli pada hidupku yang kacau karena perceraian orang tuaku. Di saat hidupku hancur, dia berhasil membuatku bangkit.
“Karena gue tahu siapa pelaku tabrak lari itu,” kataku akhirnya.
“Siapa?!” Bagas menatapku serius.
Aku menarik nafas dalam-dalam, rasanya semua peristiwa malam itu kembali terngiang.
Semua berawal dari suatu malam dimana akhirnya aku berhasil untuk membunuh dan mengubur dalam-dalam semua rasa cintaku pada Laras. Tapi melupakan orang yang nyata-nyata pernah kita cintai tak semudah membalikkan telapak tangan walau dia telah mengoreskan luka yang terlampau dalam dihati. Dengan hujan yang mengguyur deras bukannya mendinginkanku tapi malah membuatku semakin kacau, karena setiap tetes hujan tersimpan memori indah bersamanya.

Aku memang tidak dalam keadaan mabuk tapi entah kenapa kepalaku rasanya sungguh berat. Jalanan malam itu terlihat sepi, sengaja aku mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi berharap dengan ini aku benar-benar bisa lupa semuanya. Tiba-tiba mendadak seorang perempuan melintas. Diakhiri bunyi decitan rem dan suara tumbukan di depan mobilku sebelum kuputuskan melaju kembali meninggalkan sosok itu tergeletak sendirian disana. Dan bodohnya semua kubiarkan terjadi. Tepat di perempatan itu.

TAMAT

-------------------------------------------------------------------
Teentang Pengarang
Hi..My name is Noviana Kusumawati. You can call me Novi...
fb : http://www.facebook.com/noviana.kusuma24
twitter : @novianaku
blog : http://saussambal.wordpress.com

Share To:

kabelantena.blog

View Profile
Terima kasih sudah berkunjung ke kabelantena, semoga bermanfaat,, aamiin..
----------------------------------

Post A Comment: