Senja berganti malam. Reza pun pergi ke rumah Ana sahabat baiknya sedari SMP. Malam ini Reza janji dengan Ana untuk mengajarinya bagaimana cara mengedit film. Saat dalam perjalanan, Reza bertemu dengan Icha, kekasihnya. Icha pun meminta Reza untuk menemaninya pergi ke toko kaset. Reza sempat menolak, tetapi Icha langsung marah kepadanya, pada akhirnya Reza pun menghantar Icha sehingga Reza tidak dapat pergi ke rumah Ana.
Ana menunggu Reza di halaman rumahnya, Ana melihat jam tangan yang melingkari tangannya. Jam 20.05. “Kamu kemana sih Za, udah telat 1 jam, kenapa gak dateng-dateng juga”. Ana gelisah, takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Berkali-kali Ana mencoba menghubungi Reza, tapi selalu tidak ada jawaban.“Jangan lama-lama dong Cha milihnya. Aku udah ada janji soalnya. Gak enak Cha sama temen aku.”
Icha tidak memperdulikan perkataan Reza. Dia hanya sibuk memilih kaset yang ingin dia beli.
“Cha, kamu pulang naik ojek aja ya? Aku pulang sekarang. Kamu lama banget sih!”.
“Kamu tega ninggalin aku sendirian?”.
Reza hanya menghela nafas dan terus melihat jam yang melingkari tangannya. Icha pun kembali memilih kaset yang ingin dia beli.
Setelah keluar dari toko kaset, Reza pun buru-buru untuk mengantarkan Icha pulang. Dia pun langsung bergegas menuju rumah Ana. Sesampainya di rumah Ana, Reza melihat Ana di teras rumahnya. Reza pun memanggilnya. Ana menengok dan menghampiri Reza.
“Lo itu kemana sih Za? Ini udah jam berapa? Lo janji jam 7. Gak ada kabar. Bikin panik tau gak”
“Maaf Na, tadi gue udah jalan dari jam setengah 7, Cuma di jalan gue ketemu Icha dan dia minta anterin buat ke toko kaset.”
Ana kaget mendengar pengakuan itu, dia pun langsung menyuruh Reza pulang dan dia segera mungkin masuk ke dalam rumah, cepat-cepat menuju kamarnya.
“Kenapa gue harus marah saat tau kalau Reza telat ke rumah gue karena nganterin Icha. Emang gue siapa? Jelas dong kalau Reza akan jauh lebih milih nganterin Icha daripada ngajarin gue. Icha kan pacarnya. Kenapa gue gak pernah bisa ngilangin perasaan ini. Sakit begini terus.” Ana menangis di kamar, dia bingung dengan perasaannya kepada Reza. Tiba-tiba ponsel Ana berdering, Ana menggapai ponselnya, pesan dari Reza “Na, Lo marah ya sama gue. Jangan dong Na, gue minta maaf, gue tau gue salah gak ngabarin lo dulu. Gue janji besok pasti gue ngajarin lo kok. Jangan marah ya Na. Gue kacau kalau lo marah sama gue.”. Ana kembali menangis.
Saat tiba di sekolah, Reza sudah berdiri di pintu kelas Ana. Berusaha untuk menjelaskan kejadian semalam kepada Ana. Melihat Reza, Ana langsung pergi tidak ingin masuk kelas dulu. Dia malu bertemu dengan Reza karena matanya masih bengkak akibat nangis semalaman. Saat Ana berbalik badan, Reza melihat Ana dan langsung mengejar Ana. Reza menggenggam tangan Ana.
“Na, lo jangan begini. Gue tau gue salah, tapi tolong dong jangan begini. Lo boleh caci maki gue tapi jangan ngehindarin gue.”
“Gue gak marah sama lo Za. Gue Cuma lagi pingin sendiri aja. Tolong ngertiin gue. Soal ngajarin gua ngedit film, lo gak usah repot-repot. Gue udah minta tolong sama Ikky kok. Makasih sebelumnya.”
Ana melepaskan genggaman tangan Reza dan segera pergi.
Reza menyesali perbuatannya, seharusnya semalem dia tidak mengantar Icha ke toko kaset. Biarkan saja Icha yang marah padanya dari pada Ana. Perempuan yang sangat dia sayang, lebih dari dia sayang sama Icha.
Ikky datang menghampiri sahabatnya yang sedang murung.
“Lo kenapa Ja? Murung banget kayanya. Di lipet-lipet gitu mukanya.”
“Gue berantem sama Ana Ky.”
“Lo berantem sama Ana ampe kusut kaya gini? Giliran berantem sama Icha lo biasa aja. Kok lo aneh sih Ja. Ohh gue tau. Apa jangan-jangan lo naksir sama Ana?”
Reza hanya diam, dalam hati dia menjawab kalau dia memang naksir dengan Ana. Tapi dia merasa gak pantas buat Ana, karena Ana terlalu baik buat orang seburuk dia.
Ana hanya murung saat Ikky menjelaskan cara-cara unuk mengedit film. Dia tidak sama sekali memperhatikan Ikky. Pikiran dia selalu ke Reza. Coba kalau Reza yang mengajarinya. Coba kalau Reza gak punya Icha. Coba kalau Reza sayang ama Ana kaya sayang sama Icha. Coba kalau Reza lebih memilih dia.
“Na, lo ngerti gak?”
“Ha?”
“Lu gak merhatiin gue ngomong ya?”
“Maaf Ky, gue gak konsen”
“Kenapa? Karena berantem sama Reza?”
“Gue gak berantem sama dia. Gue Cuma pingin jadi Icha, bisa di sayang sama Reza.”
“Lo tau gak. Lo itu jauh lebih baik dari Icha. Lo baik, Lo pinter, lo manis, lo sholeha, dan lo itu gak neko-neko. Jadi buat apa lo mau jadi Icha cuman buat miliki Reza. Asal lo tau Na, kalau gue rasa, Reza juga suka sama lo kaya lo suka sama dia”
Ana berfikir, apa iya Reza suka padanya? Apa ini hanya rekayasa Ikky untuk menghiburnya? Kalau memang Reza suka padanya, kenapa dia pacaran sama Icha? Kenapa juga dia jauh lebih memiilih mengantar Icha daripada mengajarinya?
Reza menatap langit-langit kamarnya. Sedari tadi dia teringat akan Ana, yang pasti sekarang sedang bersama Ikky. Miris. “Kemanisan bareng Ana tertunda untuk kesekian kalinya. Maafin gue Na. Gue terlalu takut buat bilang kalau GUE SUKA SAMA LO”. Ponselnya pun berdering. Icha.
“Halloo Cha”
“Hallooo Za, bisa anterin aku ke toko kosmetik gak? Minyak wangi, bedak, pelembap, aku habis nih”
“Ha? Malem-malem begini?”
“Ya iya lah, kalau gak sekarang, besok aku sekolah gimana? Masa gak pake minyak wangi sama bedak sih?”
“Aku males Cha, sama temen kamu aja ya? Lagi pula ini juga udah malem, gak enak sama tetangga kamu.”
“Ihhh, kamu tuh apa sih? Cuma sebentar aja gak mau nganterin. Kalau gitu mendingan kita putus aja.”
“Loh kok?”
“Kalau kamu gak mau putus ya anterin dong!”
“terserah kamu lah Cha, aku udah capek ngikutin kamu terus, kalau emang mau putus ya udah putus aja.”
Reza langsung menutup ponselnya dan mematikannya. Dia kembali memikirkan Ana. Dan Reza tiba-tiba tersenyum. Dia tau apa yang dia lakukan.
Pagi-pagi sekali, dia bergegas menuju rumah Ana. Reza ingin mengatakan sesuatu kepada Ana pagi ini. Di tingkungan dekat rumah Ana, Reza yang mengendari motornya dengan sangat cepat, berpapasan dengan mobil yang melaju kencang. Reza tak dapat mengendalikannya. Tabrakan pun tak dapat terhindari.
“Assalamu’alaikum.”
“Iya Wa’alaikum salam”.
Ayah Ana membukakan pintu. Dan langsung pergi ke luar rumah. Melihat itu, Ana heran. Perasaan Ana tak enak. Ana memutuskan untuk mengikuti Ayahnya bersama Ibunya. Saat keluar gerbang. Ana terkejut saat melihat ada yang kecelakaan di dekat rumahnya. Ana berlari ke tempat kejadian. Betapa terkejutnya Ana, saat melihat motor yang mirip dengan motor Reza berada di tempat kejadian dengan kondisi yang hancur parah.
Ana meminta izin kepada Ayahnya untuk ikut ke rumah sakit melihat orang yang kecelakaan tersebut. Ana takut kalau itu Reza.
Sesampainya di rumah sakit. Saat Ayah Ana berusaha menghubungi keluarga korban, Ana mengajak ibunya untuk pergi ke ruang UGD, melihat siapa yang kecelakaan. Dugaan Ana benar. Ternyata itu benar-benar Reza. Ana menghampirinya, dan air matanya pun tak tertahan lagi. Seketika Reza terbangun. Dia melihat Ana ada di sampingnya. Dia pun tersenyum. Sambil terbata-bata di mengatakan sesuatu kepada Ana.
“Naa. Aku Cinta Kamu. Maafin aku yang telat bilang sama kamu. Aku cinta kamu dari dulu.”
“Aku juga Za. Aku juga cinta sama kamu. Kamu kuat ya? Kamu gak boleh ninggalin aku.”
Reza tersenyum, dia memberikan sebuah kalung dengan liontin berinisial huruf R dan A yang tersambung dan berkata “Maafin aku. Aku Cinta kamu”. Detik berikutnya Reza sudah tidak bernafas lagi. Ana pun sangat sedih.
Saat pemakaman. Ana tidak bisa berhenti menangis. Dia terus melihat Reza yang telah terbalut kain kafan yang perlahan mulai tertutupi oleh tanah. Di sana juga ada Ikky dan Icha. Ikky menghampiri Ana “Sekarang lo tau kan? Kalau Reza itu sayang sama lo lebih dari dia sayang sama Icha.”. Ana tersenyum dan memegangi kalung berliontin yang diberikan oleh Reza. “Aku janji, aku akan jaga kalung ini baik-baik sama kaya kamu menjaga perasaan kamu ke aku selama ini. Makasih Za. Aku sayang kamu.”. Ana mencium papan nisan Reza dan pergi meninggalkan pemakaman dengan Ikky.
SELESAI
----------------------------------------------------------------------------
Cerpen Karangan: Rahmah Silvia Safitri
Facebook: Rahmah Silvia Safitri
Post A Comment:
0 comments so far,add yours
Posting Komentar