Aku mendengar kabar bahwa orang masa laluku akan segera menuju pelaminan, sungguh rasanya seperti terlempar 1000 buku ensklopedia, sakit tak tertahan. Hari esok setelah ku mendengar kabar, undangan merah pun telah berada di meja kamarku, air mata mengalir tak tertahan, aku tak tahu mengapa. Ya Tuhan apalagi yang akan terjadi dalam hidupku? aku merasa aku sudah melupakannya, tapi kenapa aku sedih mendengar kabar bahagia itu?
Sabtu, 7 Juli, malam ini acara resepsi pun tiba, entah mengapa kaki ini sulit untuk melangkah menuju gedung kain putih itu. Air mata terus membasahi pipi ini membuat make up luntur dan berantakan, hati ini seperti remuk hancur berkeping-keping. Akhirnya aku memutuskan untuk tinggal diam di tempat favoritku, tempat dimana aku dan pria Juni itu membangun kisah, aku berharap saat aku tiba disana, aku menemui sosok yang aku rindukan selama sebulan ini.
Malam ini cuaca tidak begitu gelap, bintang-bintang bertaburan menghiasi langit biru. Dalam beberapa menit, aku sampai di tempat itu, harapan hanyalah harapan, terjadi atau tidak itu adalah kehendak yang kuasa, sungguh keadaan malam ini tak seperti apa yang aku harapkan, sangat mengecewakan.
Di sudut pojok ruangan, aku berdiam diri, menatap bintang-bintang di atas. Persendianku terkunci, mulut tak dapat berkata, otot-otot yang menempel di tubuhku seakan saling berkontraksi. Di kebisingan malam, hanya terdengar jeritan hati dan deru air mata. Oh Tuhan kemana lelaki yang Kau berikan padaku? mengapa dia pergi, aku membutuhkan dia saat ini. Waktu bergulir begitu cepat, secepat mata ini memandang alam bebas.
“Hey”
suara itu, suara yang gak asing untukku, itu dia, iya dia, orang yang kurindukan selama ini. Apakah aku mimpi? Tuhan jika aku mimpi, aku mohon, aku tak ingin bangun dari mimpi ini, biarkan sejenak, aku melepas kerinduanku dengannya, walau tak dapat bertatapan.
“Hey, kenapa kamu diam”
suara itu semakin membuatku percaya, aku gak Mimpi, It’s real not a dream. Tak lama, suara kaki melangkah terdengar di telingaku, suara itu semakin dekat ke arahku. Ini benar dia, dia kembali. Aku memalingkan wajahku, menatap orang itu.
“Kamu, ini benar kamu?”
“Kamu pikir?”
Tuhan ini benar dia, aku dapat merasakan desah napasnya, aroma bajunya. Tak lama kemudian tangan lelaki itu menarik jemariku, ia membawaku menuju bilik dengan satu meja dan dua kursi. Banyak pertanyaan yang ingin aku lontarkan, tapi mulut ini tak dapat mengucapkannya, aku begitu terpana melihat wajahnya, yang aku bisa katakan hanya “kemana saja kamu?” dengan suara lirih aku mengungkapkan penasaran hatiku. Dia hanya memalingkan wajahnya menatap langit, ia menunjuk dua bintang yang berdampingan, dan menunjukan satu bintang di sudut langit tanpa teman. Aku tak mengerti apa maksud dari semua ini, aku hanya bisa membaca matanya yang penuh dengan seribu rahasia.
Tak terasa 1 Jam telah aku lewati bersamanya tanpa suara. Aku tak bisa berdiam begini, aku takut dia pergi lagi sebelum mengetahui isi perasaan hatiku, aku pun mulai pembicaraan.
“Misael, apa kamu tahu aku merindukanmu?”
Ia tidak bereaksi sedikit pun, ia hanya menatap mataku dalam-dalam, seakan sedang pencari petunjuk agar dia bisa menjelaskan semuanya kepadaku.
“Misael, apa kamu tau aku ingin kamu selalu diam di sisiku?” Hanya ujung jari telunjuk yang ia berikan di atas bibirku.
“sttt, kamu tak perlu menanyakan apapun padaku, semua pertanyaanmu adalah pertanyaanku.”
“kalau ia perasaanmu sama, mengapa kamu pergi meninggalkanku?”
“aku hanya ingin tahu seberapa dalam kah hatimu, yang kau berikan padaku. Adakah ruang kosong untukku menggantikan dirinya dalam hatimu?”
“Tanpa kamu tanyakan, hatiku telah terpenuhi oleh sosok dirimu”
Malam ini, 07 July, adalah malam yang tak akan terhapus oleh memori otakku. Misael telah mengungkapkan isi hatinya padaku, penasaran hatiku telah terjawab dengan kata-katanya.
Tuhan aku siap untuk kembali padamu, aku tak mau penyakitku akan merusak masa depannya, aku tak ingin cinta yang ia berikan padaku terlalu dalam, aku tak ingin saat aku pergi ia tak dapat menemukan cinta yang lain, hidupnya terlalu berharga jika di berikan seutuhnya padaku.
“Misael, aku sangat sayang padamu. Jagalah dirimu baik-baik, tak banyak yang kuberikan padamu, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih” napas terakhirku telah berhembus di atas pundaknya.
Tuhan, terimakasih untuk sosok Misael yang telah Kau berikan untukku, terimakasih untuk cintanya yang menemani sisa akhir hidupku. Tolong jagalah dia. Untukmu penyayat hatiku, selamat atas kebahagianmu malam ini, aku tak membencimu, aku memaafkanmu, hanya pintaku, jagalah kekasih pilihan hatimu baik-baik, jangan pernah kau hempaskan dia begitu saja, karena dia adalah tulang rusukmu yang dulu pernah hilang dan sekarang telah kembali.
Dariku, orang yang menyayangi kalian
- Shafira -
---------------------------------------------------------------------------
Cerpen Karangan: Yemima Christiani
Blog: ychristiani.blogspot.com
Post A Comment:
0 comments so far,add yours
Posting Komentar