BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia dini utamanya di Taman Kanak-kanak merupakan usia yang efektif untuk mengembangkan berbagai potensi dan kepribadian yang dimiliki oleh anak. Upaya pengembangan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk melalaui pendidikan karakter dalam pembelajaran. Kegiatan ini tidak hanya terkait dengan kemampuan kognitif saja tetapi juga kesiapan mental, sosial dan emosional. Oleh karena itu dalam pelaksanaanya harus dilakukan secara menarik, bervariasi dan menyenangkan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia dini utamanya di Taman Kanak-kanak merupakan usia yang efektif untuk mengembangkan berbagai potensi dan kepribadian yang dimiliki oleh anak. Upaya pengembangan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk melalaui pendidikan karakter dalam pembelajaran. Kegiatan ini tidak hanya terkait dengan kemampuan kognitif saja tetapi juga kesiapan mental, sosial dan emosional. Oleh karena itu dalam pelaksanaanya harus dilakukan secara menarik, bervariasi dan menyenangkan.
Penerapan pendidikan karakter pada anak usia dini dapat dituangkan dalam program harian, yaitu tentang kepribadian anak, kemandirian, kedisiplinan, dan tanggung jawab sehingga anak siap mengikuti pada jenjang pendidikan selanjutnya dan masa dewasanya.
Taman Kanak-kanak merupakan pendidikan bagi anak usia dini yang berada pada jalur formal yang tentunya harus mampu mempertahankan citra dan kwalitas pembelajaran sehingga masyarakat tetap mengakui mutu dan proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Salah satunya yaitu menyiapkan anak didik yang berkarakter.
Dengan ditulisnya makalah ini maka diharapkan dapat membantu para pendidik dalam menerapkan pendidikan karakter pada penyusunan perencanaan pembelajaran sehingga pembelajaran lebih terarah, efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasar uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
- Apakah pengertian karakter?
- Apakah pendidikan karakter itu?
- Apakah fungsi dari pendidikan karakter?
- Apakah tujuan dari pendidikan karakter?
- Bagaimana hubungan antara pendidikan karakter dengan kecerdasan?
- Bagaimana peran lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dalam mengembangkan dan menanamkan pendidikan karakter?
- Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter khususnya pada Pendidikan Anak Usia Dini?
C. Tujuan
Berdasar dari rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan ini yaitu sebagai berikut :
- Untuk menjelaskan tentang pengertian karakter
- Untuk menjelaskan tentang pengertian pendidikan karakter
- Untuk menjelaskan tentang fungsi dari pendidikan karakter
- Untuk menjelaskan tentang tujuan dari pendidikan karakter
- Untuk menjelaskan tentang hubungan antara pendidikan karakter dengan kecerdasan
- Untuk menjelaskan tentang peran lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dalam mengembnagkan dan menanamkan pendidikan karakter
- Untuk menjelaskan tentang penerapan pendidikan karakter khususnya pada Pendidikan Anak Usia Dini
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Karakter
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein yang berarti mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku. Doni Koesoema A (2007:80) memahami bahwa karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Jadi bisa disimpulkan bahwa karakter itu erat kaitannya dengan personality. Seseorang bisa dikatakan berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, lingkungan, bangsa dan negara, serta dunia internasional pada umunya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaanya). Karakter itu lebih bersifat spontanitas maksudnya dalam bersikap atau melakukan perbuatan telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu difikirkan lagi.
B. Pendidikan Karakte
Pendidikan adalah proses internalisasi nilai budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat menjadi beradap. Pendidikan bukan hanya merupakan sarana menstransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi). Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter ini berkutat pada empat hal yaitu olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga. Olah hati yang dimaksud adalah berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir artinya cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya memilki cita-cita. Sedang olah raga artinya enjaga kesehatan di tengah-tengah menggapai cita-cita tersebut.
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010). Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia, warga masyarakat dan warga negara yang baik.
C. Fungsi dari pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (kognitif), sikap dan perasaan (afektif), dan tindakan (aksi). Tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan maka seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan hidup termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Fungsi dari pendidikan karakter dan budaya bangsa menurut Puskur (2010) adalah sebagai berikut :
Pengembangan ; pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berperilaku baik,
Perbaikan ; memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat
Penyaring ; untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai budaya dan karakter budaya yang bermartabat
D. Tujuan Pendidikan Karakter
Mengacu pada dasar falsafah bangsa, maka Pancasila sebagai kristalisasi nilai budaya bangsa Indonesia, harus tetap menjadi rujukan dalam menerapkan berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk di dalamnya baik aktivitas menata program dan menyelenggarakan pendidikan, maka sila-sila Pancasila merupakan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia tetap merupakan pilar dalam mewujudkan proses penyelenggaraan pendidikan karakter. Dr. Ratna Megawangi pencetus karakter di Indonesia menyebutkan nilai-nilai karakter, diantaranya yaitu :
- Cinta Tuhan dan kebenaran
- Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian
- Amanah
- Hormat dan santun
- Kasih sayang, kepedulian,dan kerja sama
- Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah
- Keadilan dan kepemimpinan
- Baik dan rendah hati
- Toleransi dan cinta damai
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, seimbang, dan sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya dalam mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Tujuan pendidikan karakter menurut Puskur (2010) yaitu sebagai berikut :
- Mengembangkan potensi kalbu/nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
- Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius
- Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa
- Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan
- Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan
E. Hubungan antara Pendidikan Karakter dengan Kecerdasan dan Keberhasilan Akademik
Pengertian karakter ini banyak dikaitkan dengan pengertian budi pekerti, akhlak mulia, moral, dan bahkan dengan kecerdasan ganda (multiple intelligence). Terkait dengan kecerdasan ganda, bahwa kecerdasan meliputi empat pilar saling terkait satu sama lain, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial sering disebut sebagai kecerdasan yang berdiri sendiri yang lebih disebut dengan pengertian cerdas pada umunya, dengan ukuran baku internasional yang dikenal dengan istilah IQ. Sementara kecerdasan yang lainnya belum atau tidak memiliki ukuran matematis sebagaimana kecerdasan intelektual. Kecerdasan di luar kecerdasan intelektual inilah yang lebih dekat dengan pengertian karakter pada umumnya. Dr. Martin Luther King tokoh spiritual kulit hitam di Amerika Serikat menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk melahirkan insan cerdas secara komprehensif, menyeluruh dan berkarakter kuat.
Adakah hubungan antara karakter dengan keberhasilan akademik?
Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Faktor-faktor yang menyebabkan kurang berhasil di bidang akademik bukan hanya terketak pada kecerdasan otak, tetapi pada masalah karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemapuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan dalam belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan bila tidak cepat ditangani maka akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh para remaja misalnya tawuran, narkoba, miras dan sebagainya.
F. Peran lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dalam mengembangkan dan menanamkan pendidikan karakter
Lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya untuk membentuk karakter, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam lingkungan keluarga. Apabila seorang anak memperoleh pendidikan karakter yang baik dalam keluarga, maka anak tersebut selanjutnya akan berkarakter baik pula. Namun banyak orang tua yang hanya mementingkan aspek kecerdasan otak daripada pendidikan karakter.
Peran lembaga pendidikan diibaratkan sebagai “mesin” untuk mencetak sumber daya manusia yang berkarakter. Lembaga pendidikan menjadi “bengkel” bagi perbaikan moralitas bangsa yang terkikis oleh dampak negatif modernisasi. Pendidikan dituntut berperan aktif sebagai agen perubahan.
G. Implementasi pendidikan karakter khususnya pada Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaan nilai-nilai karaker kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kecerdasan atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan termasuk komponen itu sendiri yaitu kurikulum, prose pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Selam ini pendidikan dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak, pengaruh pergaulan luar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa mempengaruhi perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahn tersebut yaitu melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut meliputi nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan.
Dalam menerapkan pendidikan karakter di sekolah terdapat empat model yaitu :
1. Model otonom
Memposisikan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri yang menghendaki adanya rumusan yang jelas tentang standar isi, kompetensi dasar, silabus, rencana pembelajaran, bahan ajar, metodologi dan evaluasi pembelajaran.
2. Model integrasi
Mengintergasikan pendidikan karakter dengan seluruh bidang pengembangan ditepuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pengajar karakter. Pada tingkat PAUD terdapat lima bidang pengembangan yang dapat diintergasikan dengan pendidikan karakter, yaitu bidang pengembangan Nilai Agama dan Moral, bidang pengembangan Sosial, Emosional dan Kemandirian, bidang pengembangan Bahasa, bidang pengembangan Kognitif, bidang pengembangan Fisik Motorik. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai perlu dikembangkan dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif tetapi internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
3. Model suplemen
Pendidikan karakter juga dilaksanakan di luar jam sekolah yang mana dapat ditempuh dengan dua cara yaitu melaui kegiatan ekstrakurikuler dan melalui kegiatan kemitraan dengan lembaga lain yang memiilki kapabilitas dalam pembinaan karakter.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu media yang efektif untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu pengembangan peserta didik sesuai kebutuhan, potensi, bakat dan minat. Selain itu dengan kegiatan ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab, sosial, serta potensi peserta didik.
4. Model kolaborasi
Merupakan kolaborasi dari semua model dan merupakan upaya untuk mengoptimalkan kelebihan setiap model dan menutupi kekurangan masing-masing pada sisi lain.
Selain model penerapan pendidikan karakter di sekolah, terdapat juga alternatif pembelajaran pendidikan karakter di sekolah yaitu :
1. Tahap pembelajaran
Dalam pendidikna karakter menuju pada terbentuknya akhlak mulia dalam diri maka terdapat tiga tahapan yang harus dilalui yaitu :
a) Moral knowing, bertujuan agar peserta didik mampu membedakan antara nilai karakter mulia dengan karakter tercela
b) Moral loving, bertujuan untuk menubuhkan rasa cinta dan rasa membutuhkan terhadap karakter mulia
c) Moral doing, merupakan puncak keberhasilan pendidikan karakter yang mana peserta didik mempraktikkan karakter mulia tersebut dalam kehidupan sehari-hari
2. CTL Sebagai Alternatif Dalam Pendidikan Karakter
Cotextual Teaching Learning adalah proses pendidikan yang mana mengaitkan pebelajaran dengan pengalaman nyata peserta didik. Peserta didik diharapkan belajar langsung dengan mencari dan menggabungkan informasi secara aktif dari masyarakat lalu menggabungkannya untuk alasan tertentu. Selanjutnya peserta didik dirangsang untuk mengajukan pertanyaan seputar karakter. Pertanyaan ini akan membantu peserta didik untuk menemukan kaitan antara pelajaran di kelas dengan situasi yang mereka alami baik di sekolah, rumah maupun masyarakat. Dalam upaya menguatkan kesadaran berkarakter positif maka peserta didik perlu dibawa ke dalam pengalaman hidup bersama orang lain dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya.
Di sekolah pendidikan karakter adalah integrated dalam berbagai disiplin ilmu. Lalu bagaimana pendidikan karakter dapat diberikan dan disampaikan secara efektif kepada peserta didik? Berikut adalah strategi efektif dalam melakukan pembelajaran pembentukan karakter yaitu :
a) Involve the parents (libatkan orang tua)
Libatkan orang tua dalam kegiatan sekolah. Selain itu selalu melakukan komunikasi yang intensif dan terbuka demi membangun tegaknya moral anak.
b) Role playing (bermain peran)
Peserta didik terutama anak usia dini sangat suka sekali bermain peran. Guru hendaknya memberikan kesepatan pada peserta didik untuk memerankan peran-peran tertentu
c) Introduce reading good books (mengenalkan macam- macam buku bagus)
Lupakan lembar kegiatan siswa untuk sementara waktu. Sudah waktunya para peserta didik mengeksplorasi keajaiban membaca. Buku adalah pusat kekuatan nilai. Banyak sekali nilai yang tertanam melalui membaca dongeng.
d) Play games (bermain game)
Melalui permainan game kita dapat menanamkan pentingnya rasa tanggung jawab, dan kerja sam dengan tim.
e) Praise and recognition (pujian dan pengakuan)
Memperkuat setiap perbuatan baik dengan memberikan pujian dan pengakuan sebagai bentuk motivasi.
Apapun strategi yang dilakukan guru, yang terpenting yaitu selalu menunjukkna contoh yang baik . Kita harus ingat bahwa peserta didik belajar sesuatu melalui imitasi. Jika mereka bisa meniru cara orang tua/ guru berbicara, berapa banyak lagi nilai yang bisa orang dan guru pancarkan? Disamping itun juga di sekolah adanya dukungan-dukungan penciptaan lingkungan dengan memampang slogan-slogan yang berisi ajakan dan anjuran untuk selalu berkarakter mulia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya yakni:
Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku. Doni Koesoema A (2007:80) memahami bahwa karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Pendidikan adalah proses internalisasi nilai budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat menjadi beradap. Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010)
Fungsi dari pendidikan karakter dan budaya bangsa menurut Puskur (2010)
ü Pengembangan ; pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berperilaku baik,
ü Perbaikan ; memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat
ü Penyaring ; untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai budaya dan karakter budaya yang bermartabat
Faktor-faktor yang menyebabkan kurang berhasil di bidang akademik bukan hanya terketak pada kecerdasan otak, tetapi pada masalah karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemapuan berkomunikasi.
Peran lembaga pendidikan diibaratkan sebagai “mesin” untuk mencetak sumber daya manusia yang berkarakter. Lembaga pendidikan menjadi “bengkel” bagi perbaikan moralitas bangsa yang terkikis oleh dampak negatif modernisasi. Pendidikan dituntut berperan aktif sebagai agen perubahan
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut meliputi nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan.
B. Saran
Penulis dapat memberikan beberapa saran berdasarkan uraian diatas, Mengingat pentingnya pendidikan karakter sebagai penunjang harmonisan manyarakat, maka sejak dini hendaknya ditanamkan pendidikan karakter, bukan hanya disekolah, namun juga di lingkungan keluarga dan sekolah. Jadi penting sekali kerjasama antara pihak-pihak tersbut demi suksesnya kepribadian anak-anak bangsa yang baik.
DAFTAR RUJUKAN
Soenarko, bambang. 2010. Konsep pendidikan karakter. Kediri: universitas nusantara.
Post A Comment: