MENGADU ILMU
JUSTRU aku sejak dulu bergelar Sian Ho, engkau sudah mengetahui itu……. engkau boleh mempergunakan segala macam senjata, aku tidak akan melarangnya untuk dipergunakan dalam pertandingan kita ini, sedangkan aku hanya akan mempergunakan senjataku yang satu ini, ialah api !”.
Dan selesai berkata, Lauw Cie Lan mengeluarkan suara desisan lagi, kedua tangannya digerak-gerakkannya, sehingga lidah api telah menyambar-nyambar tidak hentinya kearah Lu Liang Cwan. Keadaan seperti ini memaksa Lu Liang Cwan jadi terdesak mundur.
Karena kewalahan tidak mungkin bisa mendekati lawannya yang mengandalkan api sebagai senjatanya, Lu Liang Cwan setelah melompat menjauhi diri dari Lauw Cie Lan, menoleh kepada Oey Yok Su sambil berteriak : „Hei engko kecil…engkau sebagai saksi mengapa berdiri bengong saja disitu ? Apakah engkau buta dan gagu ? Bukankah engkau melihat dia berbuat curang, mengapa engkau berdiam diri saja ?”JUSTRU aku sejak dulu bergelar Sian Ho, engkau sudah mengetahui itu……. engkau boleh mempergunakan segala macam senjata, aku tidak akan melarangnya untuk dipergunakan dalam pertandingan kita ini, sedangkan aku hanya akan mempergunakan senjataku yang satu ini, ialah api !”.
Dan selesai berkata, Lauw Cie Lan mengeluarkan suara desisan lagi, kedua tangannya digerak-gerakkannya, sehingga lidah api telah menyambar-nyambar tidak hentinya kearah Lu Liang Cwan. Keadaan seperti ini memaksa Lu Liang Cwan jadi terdesak mundur.
Oey Yok Su jadi bingung juga, ia tidak mengetahui apa yang harus. dilakukannya.
„Engko kecil, dalam pertandingan orang boleh mengeluarkan kepandaian apa saja yang dimilikinya, bukan ?” tanya Sian Ho Lauw Cie Lan kemudian.
„Be…benar…!” menyahuti Oey Yok Su gelagapan.
„Nah tua bangka she Lu, engkau dengar sendiri bukan, saksi kita mengatakan dalarn pertempuran kita berhak untuk mempergunakan senjata apa saja.
Dan senjataku hanya ini, api.”
Muka Lu Liang Cwan jadi berobah merah, tampaknya ia mendongkol.
„Itu merupakan perbuatan curang. Bukankah kita tengah mengadu ilmu ? Menga-pa engkau mempergunakan api ?”
„Memang kita tengah mengadu ilmu”, menyahuti Lauw”Cie Lan.
„Dan kita sekarang tengah bertanding, tetapi justru aku telah berhasil melatih diri untuk menguasai api! Jika memang engkau memiliki ilmu untuk menaklukkan api, silahkan engkau juga mempergunakannya, aku tidak akan melarangnya…!”
Mendongkol sekali Lu Liang Cwan, sampai akhirnya ia menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat ketengah udara, sambil menghantam dengan tangan kanannya.
la merupakan tokoh sakti yang memiliki sinkang telah tinggi sekali, tidak mengherankan angin serangannya itu menyambar kuat sekali, membuat Lauw Cie Lan harus berkelit kesamping. sebab jika dia tidak cepat-cepat mengelakkan diri tubuhnya bisa menjadi sasaran dari serangan lawannya yang tengah mendongkol dan penasaran seperti itu.
Saat itu, tampak Lauw Cie Lan telah menggerakkan tangannya juga, berulang kali ia mengebutkan tangannya, sedangkan tubuhnya bergerak-gerak seperti tengah menari.
Dan anehnya api semakin berkobar besar dan mata api seperti tersampok angin serangan Lauw Cie Lan menyambar kearah diri Lu Liang Cwan.
Waktu itu Lu Liang Cwan tengah terapung ditengah udara, dan lidah api menyambar kearah dirinya cepat sekali, membuat ia jadi terkejut hukan main.
Untung saja Lu Liang Cwan memiliki ginkang yang mahir sekali, dengan memeluk kedua lututnya, sehingga tubuhnya berbentuk bulat, ia telah berputar ditengah udara seperti sebuah bola yang tengah terapung diangkasa, dengan cara demikian Lu Liang Cwan bisa menghindarkan diri dari samberan lidah api lawannya.
„Tahan…!” teriak Lu Liang Cwan waktu tubuhnya telah meluncur turun ketanah kembali.
Dewi Api Lauw Cie Lan berhenti menyerang, tetapi tubuhnya terus juga bergerak-gerak seperti tengah menari-nari ditengah kobaran api.
Lu Liang Cwan memburu keras napasnya, mukanya merah padam karena mendongkol. Kembali ia berseru : „Sekarang coba engkau lenyapkan apimu itu, mari kita bertempur dengan mempergunakan kepandaian yang sesungguhnya sehingga bisa ditentukan siapa yang akan menang dan siapa yang lebih rendah kepandaiannya…!”
Tetapi Lauw Cie Lan telah mengeluarkan suara tertawa dingin, ia juga mengeluarkan suara mandesis, sampai akhirnya ia baru berkata: ,,Aku akan tetap menghadapimu dengan mempergunakan ilmuku ini,api ini telah kulatih selama sepuluh tahun dan baru bisa kukuasai. Engkau boleh mempergunakan kepandaian apa saja untuk menghadapi aku. Jagalah serangan!”
Kedua tangan Lauw Cie Lan, dengan gerakan seperti tengah menari didalam kobaran api itu, bergerak-gerak cepat, lidah api juga telah saling menyambar kearah Lu Liang Cwan.
„Tahan…! Tunggu dulu…aku hendak bicara!” teriak Lu Liang Cwan.
„Aku ingin bicara!”
Tetapi Dewi Api Lauw Cie Lan terus juga melancarkan serangannya.
Lu Liang Cwan telah melompat-lompat kesana kemari tidak hentinya, disamping itu ia juga telah memperdengarkan suara seruan marah dan beberapa kali berusaha melancarkan serangan balasan.
Tetapi disebabkan Lauw Cie Lan mengandalkan kobaran apinya itu, membuat Lu Liang Cwan tidak berani terlalu mendekatinya. Dan disebabkan jarak mereka yang terpisah cukup jauh membuat setiap serangan yang dilancarkan Lu Liang Cwan tidak memberikan arti apa-apa untuk lawannya.
Oey Yok Su yang menyaksikan keadaan seperti ini jadi menguatirkan diri Lu Liang Cwan juga, sebab tampaknya ia memberikan perlawanan yang tidak berarti, malah dirinya terancam akan terbakar oleh samberan-samberan lidah api. Lu Liang Cwan sendiri menyadari dirinya tertekan dibawah angin.
Semakin lama Lauw Cie Lan jadi semakin bersemangat, berulang kali ia telah melancarkan serangannya, sehingga membuat Lu Liang Cwan harus berlompatan kesana kemari.
Dengan berada didalam kobaran api, justru Lauw Cie Lan seperti tengah mandi dengan Iidah api, dan yang menakjubkan semangat dan kepandaiannya seperti bertambah beberapa kali lipat.
Yang berkuatir terhadap keselamatan Lu Liang Cwan bukan hanya Oey Yok Su saja karena Pekjie, yaitu sibiruang putih, juga telah berulang kali mengeluarkan suara pekikan perlahan, seperti juga ia tengah berkuatir sekali, dimana matanya menatap tajam sekali kearah pertempuran antara majikannya, dengan Lauw Cie Lan.
Ketika Lu Liang Cwan telah terdesak benar dan sama sekali tidak sempat melancarkan serangan balasan, karena ia selalu main kelit kesana kemari dan repot mengelakkan samberan lidah api, maka waktu itu Pekjie telah mengeluarkan suara raungan….. Binatang buas itu tanpa memperdulikan keselamatannya, telah menubruk kearah Lauw Cie Lan, walaupun api sedang berkobar-kobar dengan besar.
Lauw Cie Lan jadi terkejut menyaksikan kekalapan binatang buas itu, ia sampai mengeluarkan suara seruan perlahan. Namun sebagai seorang tokoh sakti, Lauw Cie Lan tidak menjadi bingung, ia telah menggerakkan tangan kanannya, menghantam dada Pekjie yang ingin menubruk dirinya.
„Plakk…..!” tepat sekali serangan telapak tangan Lauw Cie Lan mengenai sasarannya, sehingga tubuh Pekjie terhajar mental kemudian terbanting ditanah bergulingan mengeluarkan suara jerit kesakitan.
Tetapi dengan mempergunakan kesempatan waktu Lauw Cie Lan tengah melancarkan serangan kepada Pekjie, disaat itu tampak Lu Liang Cwan telah menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya melompat kearah Lauw Cie Lan, kedua tangannya diulurkan untuk melancarkan serangan dari jarak jauh dengan mempergunakan sinkang yang dimilikinya. Angin serangan itu menderu kuat sekali, menerpa mata api, sehingga menyambar kearah Lauw Cie Lan, mempergunakan kesempatan itu barulah Lu Liang Cwan bisa rnenyerang lagi dari jarak yang dekat kepada Lauw Cie Lan.
Serangan yang saling susul itu membuat Lauw Cie Lan jadi terdesak juga, ia ingin melompat mundur, tetapi angin serangan itu justru telah menyambar datang, memaksa ia harus menangkisnya dengan kekerasan.
Ketika kedua kekuatan itu saling bentur, tubuh Lauw Cie Lan terhuyung beberapa langkah, sedangkan Lu Liang Cwan sendiri telah terpental dua tombak, karena ia memang sedang berada ditengah udara waktu tenaga mereka, saling bentrok, sehingga ia tidak memiliki kuda-kuda yang kuat pada kedua kakinya.
Api telah berkobar lagi seperti tadi, malah lidah api lebih tinggi, karena Lauw Cie Lan telah melemparkan bubuk-bubuk halus kedalam kobaran api, api itu menjulang naik lagi malah lebih panas.
GAMBAR 06
Api telah berkobar lagi seperti tadi, malah lidah api
lebih tinggi,karena Lauw Cie Lan telah melemparkan
bubuk-bubuk halus kedalam kobaran api …………………
Lu Liang wan juga tidak memiliki kesempatan lagi untuk melancarkan serangan berikutnya, karena api telah berkobar tinggi melindungi lawannya itu, membuat dia tidak bisa maju lebih dekat pula.
Oey Yok Su yang menyaksikan jalannya pertempuran yang aneh seperti itu, jadi berdiri tertegun saja, karena pemuda ini merupakan seorang pemuda yang cerdas, dia tahu apa artinya pertempuran yang tengah terjadi diantara kedua tokoh persilatan yang memiliki kepandaian tinggi itu. Jika salah seorang berlaku lambat dan terkena serangan, tentu akan terluka berat.
Lu Liang Cwan yang menyadari bahwa ia sudah tidak mungkin dapat mendesak lawannya jika Lauw Cie Lan masih tetap dilindungi oleh kobaran api, la, telah berkata dengan suara yang dingin: „Aku tidak mau bertempur dengan cara demikian, kau berbuat licik dan berlaku curang…!”
,,Lalu kau ingin bertempur dengan cara bagaimana ?” tanya Lauw Cie Lan dengan disertai suara desisannya dan bersiap akan melancarkan serangan lagi, tentunya dengan cara mengebut lidah-lidah api itu.
Dalam keadaan demikian Lu Liang Cwan memang sudah tidak bersedia untuk melakukan pertandingan dengan lawannya, karena ia merasa dirugikan dengan cara bertanding Lauw Cie Lan yang mempergunakan api sebagai senjatanya.
Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi, mamang Lu Liang Cwan tidak jeri untuk saling tempur dengan lawannya, tokh sekarang ia tidak pernah terdesak jika bertempur seperti biasa.
Namun sayangnya pihak lawan telah mempergunakan api untuk menindihnya.
„Dengarlah…., jika memang engkau masih mempergunakan api untuk menarik keuntungan dirimu sendiri, aku tidak bersedia bertanding denganmu…!” kata Lu Liang Cwan.
Dan yang terpenting, untuk selanjutnya kita tidak akan mengetahui siapa yang paling liehay diantara kiat? …!”
„Sudah tentu aku yang liehay, jauh lebih liehay dari kau…!” menyahuti si Dewi Api.
„Hemm, enak saja engkau bicara” kata Lu Liang Cwan.
„Tanpa api jahatmu itu, tidak mungkin engkau bisa merubuhkan diriku…!”
„Pasti bisa…! Pasti bisa…!” menyahuti Dewi Api.
„Singkirkan apimu, mari kita bertanding lagi”, menantang Lu Liang Cwan.
„Kalau memang engkau kuatir menghadapi apiku, lebih baik kitau bertempur dengan cara lain…!” kata Dewi Api mengajukan sarannya.
„Bagaimana ?”
„Kitu pergunukan anak itu sebagai orang penengah, ia hurus membawakan satu demi satu juruas-jurus kita, dan nanti kita memecahkannya.
Dengan demikian, kita bisa melihat, siapa yang lebih liehay diantara kita…….”
Mendengar saran Lauw Cie Lan, Lu Liang Cwan telah menganggukkan kepalanya.
„Baik…., baik….”, katanya cepat.
„Sekarang int, kita mulai !”
Sambil berkata begitu Lu Liang Cwan telah menoleh kepada Oey Yok Su, dia melambaikan tangannya:, „Kemari mendekat, engko kecil….. engkau merupakan kunci yang menentukan siapa diantara kami yang lebih tinggi kepandaiannya”.
Oey Yok Su heran, ia tidak mengerti entah apa keinginan kedua orang ini terhadap dirinya. Tetapi ia telah mendekati Lu Liang Cwan.
„Jangan curang ……..!” tiba-tiba Lauw Cie Lan telah berteriak.
„Aku dulu yang memperlihatkan ilmuku, nanti engkau yang memecahkannya…!”
„Baik…, baik.., aku mau menghormati seorang wanita ! Nah, silahkan engkau mengajari anak itu jurus yang engkau kira hebat……!”
Lauw Cie Lan segera melompat keluar dari kobaran api, dia telah mendekati Oey Yok Su dan menarik tangan anak itu.
Mereka agak menjauh dari Lu Liang Cwan, yang berdiri mengawasi saja.
„Engko kecil, engkau harus memperhatikan baik-baik, aku akan mengajarimu satu jurus dari ilmuku, engkau harus membawakannya nanti dihadapan situa bangka she Lu itu….., coba nanti dia mau memecahkannya dengan gerakan bagaimana…!”
Oey Yok Su bingung bukan main, dia bilang: „Tetapi…aku mana bisa membawakan jurus-jurus yang kau miliki ?”
„Aku akan mengajarimu…!” kata Lauw Cie Lan.
„Nah kau perhatikanlah…!” setelah berkata begitu, Lauw Cie Lan mengajari gerakan dari jurus yang nanti harus dibawakan oleh Oey Yok Su.
Oey Yok Su seorang anak yang cerdas, cepat sekali daya tangkapnya, ia bisa menerima apa yang diajari padanya dengan cepat.
Dua kali Lauw Cie Lan memherikan petunjuk dan Oey Yok Su sudah bisa menangkap semuanya dengan baik. Hanya hati Oey Yok Su jadi bimbang, bukankah dengan demikian ia menerima pelajaran yang diberikan Lauw Cie Lan ?
Inilah yang tidak nienggembirakan hatinya.
Tetapi disebahkan kini ia tengah tersesat dipulau tersebut, dimana hanya terdapat Lu Liang Cwan berdua dengan Lauw Cie Lan, ia tidak berani terlalu membantah, sebab dirinya yang bisa celaka.
Bukankah kedua orang itu merupakan tokoh-tokoh sakti yang memiliki kepandaian tinggi ? Dan merekapun mempunyai sifat yang kukoay (aneh).
„Nah, sekarang segera kau bawakan gerakan jurus yang kuajari padamu dihadapan situa bangka she Lu itu…!” perintah Lauw Cie Lan.
„Coba nanti ia ingin memecahkannya dengan jurus bagaimana”.
„Tetapi Lauw cianpwe……., mana mungkin aku bisa menang menghadapi Lu cianpwe ?” tanya Oey Yok Su ragu-ragu.
„Engkau bukan bertempur dengan dia, hanya memperlihatkan jurus yang tadi kuajari nanti ia akan mamberitahukanmu pula, jurus yang akan dipergunakannya untuk memecahi si jurus tersebut…!”.
Oey Yok Su menghampiri Lu Liang Cwan, kemudian dia telah berkata: „Lu cianpwe, kuharap engkau tidak turunkan tangan keras padaku……!”
„Tentu saja tidak, aku hanya ingin melihat gerakan jurus yang diberikan si Dewi ba-ngsat itu, ……. ayo kau mulai !” kata Lu Liang Cwan.
„Hemm…….”, mendengus Lauw Cie Lan dari tempat yang terpisah cukup jauh.
„Tidak mungkin engkau bisa memecahkan jurusku itu!”
Oey Yok Su telah mulai bergerak, pertama-tama ia merangkapkan kedua tangannya, tubuhnya agak dibungkukkan, kemudian sepasang kakinya ditekuk, dan tahu-tahu menendang, diapun melakukan pemutaran setengah lingkaran, kedua tangannya tahu-tahu menyambar.
Gerakan itu memang merupakan satu jurus yang hebat, yang bisa dipergunakan menyerang lima bagian anggota. tubuh lawan.
Lu Liang Cwan mengawasi gerakan yang dibawakan oleh Oey Yok Su dengan sepasang alis yang mengkerut dalam-dalam, dan ia tampaknya tengah mernikirkan pcmecahannya.
Setelah tertegun sejenak, dan Lauw Cie Lan sempat menyindirnya dengan berkata: „Ayo coba kau pecahkan, aku yakin engkau akan menyerah kalah…!”
Lu Liang Cwan terlawa bergelak, katanya kemudian: „Baik aku sudah rnemperoleh jurus yang bisa memecahkan jurusmu itu…… mari engko kecil, aku akan mengajarimu jurus itu….” dan Lu Liang Cwan telah menarik tangan Oey Yok Su, agak menjauh dari Lauw Cie Lan.
Lu Liang Cwan kemudian menerangkan gerakan-gerakan dari jurus yang bisa memunahkan jurus Lauw Cie Lan.
Oey Yok Su memang cerdas, kembali ia bisa menerima pelajaran itu hanya dalam waktu yang singkat, sehingga menggembirakan Lu Liang Cwan.
„Nah sudah…..!” kata Lu Liang Cwan setelah dia melihat Oey Yok Su berhasil menguasai jurus yang diajarinya.
„Pergi kau perlihatkan kepada Dewi bangsat itu…….!”
Oey Yok Su mengiyakan, ia menghampiri Dewi Api Lauw Cie Lan, membawakan gerakan yang tadi diajari oleh Lu Liang Cwan.
Muka Lauw Cie Lan jadi merah, rupanya rnemang jika bertempur, dengan mempergunakan jurus itu Lu Liang Cwan bisa memunahkan serangannya. Maka segera Dewi Api Lauw Cie Lan seperti berpikir keras, lalu mengajari Oey Yok Su dengan jurus lainnya. Kemudian disuruhnya mempraktekkannya dihadapan Lu Liang Cwan. Sedangkan orang she Lu itu balas mengajari Oey Yak Su jurus lainnya.
Begitulah, mereka telah menurunkan terus menerus jurus-jurus ilmu silat kelas wahid kepada Oey Yok Su.
Tanpa disadari oleh Oey Yok Su sendiri, justru ia telah menerima pelajaran ilmu silat kelas tinggi, sehingga tanpa disadari juga olehnya ia telah memiliki tambahan ilrnu yang luar biasa.
Ratusan jurus telah diajari oleh kedua tokoh sakti itu padanya secara bergantian, namun tidak ada kesudahannya, tampaknya kedua orang itu sama sekali tidak mau menyerah.
Karena hari telah malam, mereka berhenti untuk beristirahat.
Padahal Lauw Cie Lan menghendaki pertandingan yang aneh seperti itu diteruskan saja, tetapi Lu Liang Cwan menyatakan bahwa kesehatan Oey Yok Su bisa terganggu karenanya.
Tetapi keesokan paginya, mereka telah meIanjutkan pertandingan yang aneh itu.
Kedua tukoh sakti tersebut sama-sama memeras otak mencari jurus-jurus yang paling liehay dari ilmu silatnya, masing-masing.
Mereka sama-sama tidak mau mengalah.
Dan semua itu berlangsung sampai empat hari lamanya.
Oey Yok Su. memang memiliki otak yang sangat terang, maka ia bisa menangkap semua inti dari jurus-jurus tersebut, yang tidak disadarinya telah dimilikinya dengan sempurna, sebab disaat dia membawakan gerakan itu selalu jago-jago sakti itu memberikan petunjuk-petunjuknya dimana kelemahan yang ada pada diri pemuda ini.
Setelah berhari-hari menjadi orang perantara seperti itu, Oey Yok Su jadi girang juga dan senang dengan “permainan” seperti itu, ia juga tidak pernah mengeluh.
Sampai akhirnya, dipagi itu, waktu Oey Yok Su membawakan satu jurus dari Lu Liang Cwan dihadapan Lauw Cie Lan, wanita tua yang bergelar sebagai Dewi Api tersebut telah duduk termenung lama sekali, ia tengah mencari jurus yang bisa memunahkan jurus Lu Liang Cwan.
„Kau menyerah saja, tidak ada jurusmu yang bisa memecahkan jurusku itu ……kepandaianku memang jauh lebih tinggi dari kepandaianmu, jika selama ini kita berimbang, engkau hanya mengandalkan apimu belaka…….!” ejek Lu Liang Cwan.
Muka Lauw Cie Lan jadi berobah merah, ia mendongkol sekali.
„Nah…., coba engkau perlihatkan jurus ini. kepadanya !” kata wanita itu kepada Oey Yok Su sambil mengajarinya sebuah jurus pula kepadanya.
Begitulah, jurus demi jurus selalu dilewati dengan saling tindih, dan akhirnya pertempuran yang aneh sekali ini berlangsung samgai sepuluh hari lebih.
Oey Yok Su mulai bosan, karena kedua orang tokoh sakti itu tampaknya tidak pernah mau mengalah.
„Aku sudah tidak mau lagi menjalani jurus-jurus kalian…….!” kata Oey Yok Su pada pagi itu, waktu kedua jago aneh tersebut bersiap-siap akan mengajari padanya lagi ilmu silat mereka.
„Mengapa…….?” tanya Lu Liang Cwan.
„Ya!, kenapa ….. ?” tanya Lauw Cie Lan juga.
„Aku lihat, kalian berimbang…….bukankah Aku sebelumnya memang telah diangkat menjadi saksi? Maka sekarang aku kemukakan keputusanku, bahwa kalian masing-masing memiliki kepandaian yang berimbang……..!”
„Hemm……., engkau menyatakan kami berimbang ?” tanya Lauw Cie Lan kurang senang.
Oey Yok Su mengangguk cepat.
„Ya, jika memang kalian bertempur terus sampai seratus tahun lagi, kalian tetap tidak mungkin dapat saling merubuhkan, karena memang kalian memiliki kepandaian yang berimbang……. tidak mungkin salah seorang diantara kalian akan rubuh……….!”
Lu Liang Cwan tidak membantah, dia telah mengangguk beberapa kali, bahkan menggumam perlaaan : „Ya…jika memang dipikir-pikir apa yang dikatakan oleh saksi ini merupakan hal yang benar…! Bukankah kita selama sepuluh tahun telah puluhan kali bertanding, dan selama itu kita hanya berimbang tanpa bisa merubuhkan salah seorang diantara kita ?”
Lauw Cie Lan tadinya masih mau mengotot, tetapi akhirnya setelah menatap Oey Yok Su dan Lu Liang Cwan bergantian, ia mengangguk juga.
„Ya, benar juga…!” Lalu bagaimana keputusannya……?” tanya Lauw Cie Lan, seperti juga ia bertanya kepada dirinya sendiri.
„Ya, kita sudah tidak perlu bertempur lagi, bukankah saksi kita sudah mengatakan, walaupun kita bertempur lagi seratus tahun lamanya, tetap saja, tidak mungkin ada yang menang dan kalah diantara kita berdua……..!”.
------------------------------------------------------------------------------------
<<< Kembali Ke Bagian 14 | Bersambung Ke Bagian 16 >>>
------------------------------------------------------------------------------------
http://pustakaceritasilat.wordpress.com
http://pustakaceritasilat.wordpress.com
Post A Comment: