BAGIAN 41
PEMUDA BERBAJU KUNING


ONG TIONG YANG bangkit dari duduknya, kemudian melangkah kedekat meja pemuda berbaju kuning itu.
Sekilas ia melirik kepada Lie Siu Mie, terhyata sigadis tengah melangkah meninggalkan ruang rumah makan tersebut.
Ong Tiong Yang telah merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada pemuda baju kuning itu, membuat pemuda itu jadi terkejut dan cepat2 melompat bangun dan membalas hormat dari pendeta ini.
„Maafkan Pinto mengganggu sebentar….!” kata Ong Tiong Yang.
Pemuda itu mengangguk dengan ramah, kemudian katanya dengan suara yang sabar: „Siapakah totiang…….. apakah kita pernah bertemu ….. maafkan aku seperti lupa segalanya…….!”
Mendengar sampai disitu, Ong Tiong Yang tersenyum, ia berkata: „Apakah Hengtai (saudara) yang bernama Auwyang Hong ?”
„Ihhh….. !” seru pemuda baju kuning itu mengandung keterkejutan.
Sedangkan Ong Tiong Yang tetap yakin bahwa pemuda ini benar2 bernama Auwyang Hong. „Bolehkah Pinto mengganggu Hengtai sejenak?” tanyanya.
„Ya….,ya boleh……!” sahut pemuda itu.
„Tetapi tunggu dulu, totiang darimana totiang mengetahui she dan namaku begitu jelas?”
„Pinto diberitahukan oleh seseorang” menjelaskan Ong Tiong Yang.
„Justru Pinto menemui Hengtai akan menyampaikan seauatu…….!” “
„Mengetahui dari seseorang ? Siapakah orang itu?” tanya Auwyang Hong tidak sabar.
„Sabar, nanti Hengtai akan lekas mengetahuinya!” kata Ong Tiong Yang.
„Bolehkah Pinto duduk bersama dengan Hengtai ?”
„Oh silahkan…., silahkan…..!”kata Auwyang Hong cepat.
„Maafkanlah, karena heran, sampai aku lupa untuk mengundang duduk pada Totiang…!”
Ong Tiong Yang duduk disebuah kursi yang berhadapan dengan pemuda itu, kemudian katanya dengan sabar: „Beberapa waktu yang lalu Pinto bertemu dengan se seorang dan justru orang itu telah memberitahukan bahwa nama Hengtai adalah Auwyang Hong.
„Memang benar namaku Auwyang Hong, dan bolehkah Siauwte (adik) mengetahui siapakah nama orang yang memberitahukan Totiang mengenai namaku itu? Dan juga siapa& Totiang?
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Pinto bernama Ong Tiong Yang…!” menjelaskan pendeta ini.
„Ohh……..!” dan Auwyang Hong mengawasi dengan penuh tanda tanya pada pendeta ini.
„Dan mengenai nama orang yang memberi tahukan prihal diri Hengtai, adalah……l”
„Siapa dia, Totiang? tanya Auwyang Hong tidak sabar.
„Dia itu seorang gadis ……!”
„Seorang gadis?”
„Siapa dia?”
„Dia mengaku she Lie…..!”
Kedua alis Auwyang Hong jadi mengkerut dalam2, ia tampak berpikir keras.
„Siapakah namanya?” tanya Auwyang Hong kemudian.
„Aku rasanya tidak memiliki kenalan seorang gadis she Lie ……..!”
„Oh …” Ong Tiong Yang mengawasi Auwyang Hong dengan sinar mata yang agak tajam, kemudian katanya: „Apakah memang benar2 Hengtai tidak kenal seorang nona yang bernama Lie Siu Mei….?”
„Disebut namanya Lie Siu Mei, wajah Auwyang Hong jadi berobah, dan kemudian berkata: Jika memang gadis itu…..kukira …….. ku kira aku memang mengenalnya…… tetapi itu terjadi baru beberapa saat yang lalu.
Kapankah Totiang bertemu dengan gadis itu?”
Ia …. ia tadi memberitahukan-ku, bahwa ia yang bernama Auwyang Hong tampaknya, nona itu terlalu memperhatikan keadaan anda……..!”
“Kembali Auwyang Hong berobah, agak memerah karena likat.
„Totiang jadi bergurau,” katanya kemudian.
„Justru . . !”
„Justru kenapa? tanya Ong Tiong Yang tertarik sekali.
„Justru beberapa waktu yang lalu kami telah bertemu dan bertengkar, malah gadis she Lie itu bermaksud untuk membinasakan diriku!”
„Ohhhh………. !”
„Dan ia telah melancarkan sera-ngan2 yang mematikan, untung saja aku bisa meloloskan diri dari tangannya dan berhasil melarikan diri…….!”
„Oh……..!” sekali lagi Ong Tiong Yang terce……ngang, karena sama sekali ia tidak menyangka bahwa Lie Siu Mei merupakan lawan dari Auwyang Hong.
„Apakah gadis itu tidak menceritakan kepada totiang bahwa kami memang telah bertempur satu dengan yang lainnya ?” tanya Auwyang Hong.
Ong Tiong Yang menggeleng.
„Pinto Pinto tidak tahu menahu hal itu……!” katanya agak gugup.
„Apakah totiang sahabatnya ?” tanya Auwyang Hong lagi sambil mengawasi tojin itu dengan sorot mata yang tajam.
Kembali Ong Tiong Yang telah menggelengkan kepalanya.”
„Bukan….” sahutnya.
„Dan maksud kedatangan totiang hendak menemuiku ?” tanya Auwyang Hong sambil tetap mengawasi pendeta itu.
Disaat itu Ong Tiong Yang sudah tidak bisa berdusta.
la murid dari sebuah pintu perguruan yang lurus selamanya belum pernah ber dusta. Maka kali inipun ia tidak bisa berdusta, tertebih lagi keterangan yang diberikan sigadis ternyata berlainan dengan kenyataan yang ada.
Maka ia segera menceritakan urusan itu sebenarnya.
Auwyang Hong yang mendengar hal ini jadi tertawa agak keras, rupanya ia menganggap urusan itu merupakan urusan yang lucu.
„Kalau memang demikian,” kata Auwyang Hong kemudian „Totiang telah diperalat oleh sigadis itu……..!”
„Aku diperalat oleh gadis itu ?” tanya Ong Tiong Yang tidak mengerti.
„Ya, Totiang diperalat hanya sekedar untuk memperoleh keterangan dari mulutku…….!” sahut Auwyang Hong.
„Tetapi gadis itu memang sungguh2 menaruh perhatian kepada Auwyang.
„Hengtai….!” menegaskan Ong Tiong Yang.
„Mengapa Totiang bisa mengetahui hal-itu dengan pasti ?” tanya Auwyang Hong.
Ong Tiong Yang jadi gugup. „Ini….. ini…..!” katanya dengan suara yang gugup.
„Bukankah menurut pengakuan totiang baru pertama kali bertemu dengan gadis itu?” tanya Auwyang Hong.
Ong Tiong Yang mengangguk.
„Benar ……. tetapi dalam waktu yang singkat itu justru Pinto melihatnya betapa gadis itu memang benar2 menaruh perhatian kepadamu Hengtai……..!” kata Ong Tiong Yang.
„Mengapa begitu ?”
„Karena sebelum Hengtai datang kerumah ini, justru ia telah menjelaskan kepada Pinto bahwa ia tengah mencari jejak Hengtai, karena ia…., ia terlalu memperhatikan Hengtai, bahkan menurut pengakuannya, dia adaIah sahabat Auwyang Hengtai……!”
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang seperti itu Auwyang Hung tersenyum, dan kemudian berketa dengan suara yang pasti: „Aku tidak yakin gadis itu memperhatikan diriku, karena ia sebelumnya bersikeras hendak membinasakan diriku…….!”
„Mengapa begitu ?, tentunya terdapat suatu kesalah pahaman ?” tanya Ong Tiong Yang.
Gadis itu menuduh bahwa aku telah mencuri sesuatu barangnya, tetapi aku merasa tak pernah mencuri barangnya dan aku tentu saja membantahnya …….. tetapi justru gadis she Lie itu tetap dengan tuduhannya, bahkan ia tetah melancarkan serangan dengan ilmu pedangnya. Memang aku bisa memberikan perlawanan, namun jika aku mempergunakan kekerasan, jelas akan membuat gadis itu terluka bukankah jika memang hal ini terjadi harus dibuat sayang dimana gadis secantik itu harus terluka ditanganku ……….. ?”
Ong Tiong Yang tidak segera menyahuti, ia berdiam diri sejenak, kemudian mengangguk.
„Ya. . .. memang tampaknya Hengtai memiliki kepandaian yang tinggi. Nona Lie Siu Mei juga mengatakan, disamping Hengtai memiliki kepandaian yang tinggi, juga memiliki watak dan sifat yang angkuh …….!”
—oo0oo—
Tiba-tiba terdngar suara yang dingin mengandung ejakan : „Hemmm……, meributi segala urusan wanita, pemuda tidak tahu malu dan imam hidung kerbau yang me nyeleweng………nah, tentu kena sekali dan cocok!”
Begitu terdengar suara dingin itu, ternyata suara Sie Hun Bian Bian Kie Liang, ia telah tidak sabar rupanya mendengar percakapan yang berlangsung antara Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang.
Bian Kie Liang berkata lagi dengan dingin dan sikapnya yang ugal-ugalan: „Kalian memang berusia masih muda, tapi tidak bisa kalian seenaknja membicarakan uruasan seorang gadis begitu saja…….!” setelah berkata, dengan cepat ia ulurkan tangannya, ia memegang tepi meja dan menjungkir b likan meja itu, membuat Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang cepat-cepat menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melompat ringan sekali.
Dicaat itu Ong Tiong Yang berkata dengan perasaan tidak senang: „Bian Sie-cu, mengapa kau begitu usil ?” katanya begitu, tampak Bian Kie Liang mengeluarkan suara tawa dingin, ia berkata l: „Hemm……, engkau tidak perlu berkata dan pura2 bertanya seperti orang tolol……. urusan mu denganku masih belum selesai…….. mari, mari, mari; kita selesaikan………!”
Ong Tiong Yang jadi semakin tidak menyukai Iaki2 ubal2an ini, ia juga tidak jeri walaupun mengetahui bahwa Bian Kie Liang memiliki kepandaian sempurna.
Namun belum lagi ia menyahuti, justru Auwyang Hong teIah mendahuluinya berkata : „Lelaki tua bangka, terlalu kurang ajar, kita belum pernah saling kenal, tetapi mengapa mejaku kau balikan seperti itu ?”
Ban Kie Liang tertawa mengejek, ia mendengus dengan sikap yang sinis.
„Engkau tidak perlu banyak rewel anak muda, nanti mulutmu akan kurobek. . .!”
Auwyang Hong dengan suara bearnada tidak senang : „Baik…, baik…, aku Justru jadi tertarik sekali …….. apakah engkau benar-benar bisa merobek Mululku ……?” ‘
Dengan tidak membuang waktu lagi tampak Bian Kie Liang menggerakkan kedua tangannya; dan mengeluarkan suara seruan sambil melancarkan serangan, kedua tangannya itu bergerak disertai oleh kekuatan tenaga lwekang, maka angin serangan tersebut-berkesiuran dengan cepat sekali.
Tetapi Auwyang Hong juga bukan pemuda sembarangan, ia telah mengelakkan serangan yang dilancarkan Bian Kie Liang dengan gerakan lincah dan mudah.
Gerakan tangan Auwyang Hong secepat kilat itu memang tidak pernah diduga oleh Bian Kie Liang, mengingat bahwa usia pemuda tersebut mungkin baru dua puluh tahun.
Auwyang Hong memang berusia masib muda samun ia berani dan tabah sekali.
Disamping itu dengan gerakan yang aneh tangan kanannya diulurkan untuk menotok, dan tangan kirinya menghantam perut Bian Kie Liang.
„Ihhh……..,” Bian Kie liang mengeluarkan suara seruan tertahan.
la telah melompat mundur sambil mengibaskan tangannya.
Namun tidak urung tubuh Bian Kie Liang terhuyung oleh dorongan tenaga Auwyang Hong.
„Tahan……..!” bentak Bian Kie Liang dengan suara nyaring.
Auwyang Hong yang semula hendak melancarkan serangan berikutnya, jadi menahan gerakan tangannya.
„Hemmm……, engkau seorang tua keladi tidak tahu adat, apa yang hendak kau, katakan?” tegur Auwyang Hong.
„Apakah engkau murid dari pendekar tua Lo Sin ?” tanya Bian Kie Lang penasaran.
Auwyahg Hong jadi terdiam sejensk, ia tertegun, tetapi kemudian mengangguk pula.
„Benar …..!” sahutnya.
Tiba2 muka Bian Kie Liang jadi berobah, ia telah memandang dengan muka yang bengis.
„Dimana situa bangka Lo Sin itu?” tanyanya dengan suara mengandung ancaman.
Auwyang Hong melihat sikap Bian Kie Liang,
mengetahui bahwa orang itu bukan sahabat gurunya, maka ia menyahut dingin.
„Mau apa kau menanyakan guruku …..?”
„Aku bertanya, dimana kini beradanya situa bangka Lo Sin ?” bentak Bian Kie Liang.
„Hemmm…, enak saja kau bercaaya dengan membentak seperti itu ……apa yang kau inginkan ? Jika memang aku tidak memberitahukan apa yang hendak kau lakukan ?”
Muka Bian Kie Liang telah berobah jadi bengis sekali, ia berkata dingin: „Jika benar engkau tidak mau mengatakannya, aku akan memaksanya……..!”
Auwyang Hong tertawa dingin, katanya tawar: „Coba jika memang engkau bisa melakukannya. ..!” tantangnya.
Benar-benar Auwyang Hong seorang pemuda yang amat berani, karena ia telah menantang begitu dengan sikap tidak mengenal takut dan gentar.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 42)

BAGIAN 42
PERTARUNGAN MELAWAN SI WAJAH
EMPAT ARWAH BIAN KIE LIANG

SEDANGKAN Bian Kie Liang mengeluarkan suara dengusan, tak mengucapkan sepatah kata….. tiba2 tubuhnya melompat melancarkan serangan yang cepat dan kuat. Tubuh Bian Kie Liang bergerak secara aneh seperti menyambar kearah kiri, tetapi serangan itu justru menuju kearah kanan.
Serangan yang dilakukannya itu membingungkan Auwyang Hong, karena ia sama sekali tidak mengetahui arah mana yang, hendak dijadikan sasaran oleh lawannya.
Sedangkad Ong Tiong Yang yang menyaksikan pertempuran itu, diam2 merasa kuatir akan keselamatan Auwyang Hong, karena ia mengetahui bahwa Bian Kie Liang adalah seorang jago tua yang memiliki kepandaian tinggi sekali.
Disaat itu Ong Tiong Yang menarik napas dalam-dalam, ia menyalurkan kekuatan lwekangnya pada hudtimnya. Karena jika Auwyang Hong mengalami ancaman bahaya, ia akan segera mempergunakan hudtimnya itu untuk menyerang, guna menolongi Auwyang Hong.
Keadaan seperti itu memang cukup tegang, karena tampaknya Bian Kie Liang melancarkan serangan dengan kekuatan tenaga lwekang penuh tidak segan2 lagi
Bian Kie Liang berkata dengan suara dingin: „Jika engkau tidak mau mengatakan dimana sekarang ini Lo Sin situa bangka itu berada, biarlah aku akan membinasakan dirimu………..!”
Dan Bian Kie Liang ber-siap2 melancarkan serangan berikutnya, namun Ong Tiong Yang telah menghadang didepan Auwyang Hong menghadapi Bian Kie Liang, sambil katanya dengan suara yang sabar : „Tahan…….!”
Mata Bian Kie Liang jadi berkilat tajam.
„Kau hendak mencampuri urusanku?” bentak Bian Kie Liang dengan suara yang tawar.
Tetapi Ong Tiong Yang membawasikap yang tenang ia berkata dangan suara yang tetap sabar: „Tahan dulu…. jika memang. Lopeh terus-terusan mendesak, berarti Lopeh tidak mengindahkan kedudukan Lopeh, bukankah dengan demikian sebagai orang golongan Ciapwe, maka Lopeh akan menampar muka sendiri ………….?”
Ditegur begitu oleh Ong Tiong Yang, tampak Blan Kie Liang berkata tawar : „Aku tidak maemperdulikan kedudukan dan gelaran, kalau rnemang anak muda itu tidak mau menurut perintahku, biarlah akan ku-potong2 tubuhnya, engkau tidak perlu mencampurinya………!”
Mendengar ancaman Bian Kie Liang, Ong Tiong Yang tersenyum sabar, katanya : „Sejak tadi Pinto melihat Lopeh selalu membawa sikap yang keras, walaupun berurusan dengan kaum Boanpwe, ternyata Cianpwe tidak mengindahkan kedudukanmu,….. tidakkah itu menimbulkan perasaan malu? ”
Mendengar sampai disitu, rupanya Bian Kie Liang tidak bisa mempertahankan kesabarannya, dengan mata beringas ia membentak : „Kau mau menyingkir atau tidak ?”
Tampak Ong Tiong Yang tertawa tawar.
Bian Kie Liang sudah tidak bisa menahan kemarahan hatinya, ia mengeluarkan suara seruan nyaring, tahu2 kedua tangannya diulurkannya, maksudnya hendak mencengkeram Ong Tiong Yang.
Ong Tiang Yang memiliki sinkang dari aliran putih dan lurus, maka serangan Hudtimnya merupakan serangan bisa menindih kekuatan sesat yang dimiliki, Bian Kie Liang.
Terpaksa Bian Kie Liang melompat mundur dari tempatnya, karena jika tidak tentu perutnya akan tertotok oteh bulu2 hudtim tersebut.
Diwaktu itu Auwyang Hong berkata deagan dingin kepada Ong Tiong Yang : „Totiang, minggir, biar aku yang menghadapinya !”
Dan sambil berkta begitu, ia melompat kedepan melintang didepan Ong Tiong Yang.
Gerakan yang dilakukan Auwyang Hong membuat Ong Tiong Yang terkejut, cepat2 ia menarik pulang Hudtimnya.
Auwyang Hong telah menekuk kedua kakinya, ia mengambil sikap berjongkok.
Sikap yang diperlihatkan Auwyang Hong membuat Bian Kie Liang dan Ong Tiong Yang jadi heran.
Mareka tidak tahu entah apa yang hendak diiakukan Auwyang Hong.
Waktu itu tampak Auwyang Hong sambit berjongkok seperti itu telah mengeluarkan suara „Ngrokkkk….., ngroookkkk…..” beberapa kali, dan tahu2 kedua telapak tangannya didorongkan kepada Bian Kie Liang.
Semula Bian Kie Liang hanya berdiri tertegun melihat kelakuan Auwyang Hong, namun akhirnya ketika melihat pemuda itu mempergunakan kedua telapak tangannya mendorong seperti itu, ia jadi terkejut sekali.
Karena gulungan angin Yang kuat dan santer telah, menyambar kearah dirinya.
Cepat-cepat Bian Kie Liang, telab menangkis dengan mengibaskan tangannya.
Tetapi tidak urung waktu tenaga mereka saling bentur, tubuh Bian Kie Liang jadi ter-huyung2 tiga langkah kebelakang.
Sedangkan Auwyang Hong sendiri mengalami hal yang kurang menggembirakan.
Tubuh yang dalam keadaan berjongkok itu terpental dan terjengkang kebelakang.
Untung saja Auwyang Hong cukup gesit dan cepat sekali bisa mengerahkan tenaganya,
Disaat itu, tampak Bian Kie liang telah berdiri dengan mata terpentang lebar2.
„Apakah ilmu silatmu seperti itu juga di ajarkan situa bangka Lo Sin kepadamu ?”
Auwyang Hng mengeluarkan suara tertawa
„Engkau tiidak perlu menanyakau perihal guruku, karena percuma saja.
Jika memang guruku barada disini, tentu dengan mudah kau akan dihajarnya hingga babak belur……….!”
Mendengar ejekan Auwyang Hong, Bian Kie Liang meluap darahnya, dengan cepat menggerakkan kedua tangannya, berusaha mencengkeram batok kepala Auwyang Hong.
Namun Auwyang Hong berkelit dengan cepat, dan Ong Tiong Yang yang berada disamping Auwyang Hong mempergunakan Hudtimnya menyerang tubuh Bian Kie Liang.
Dengan demikian terpaksa Bian Kie Liang harus menarik kembali serangannya karena jika ia meneruskan serangannya kepada Auwyang Hong, jelas ia sendiri akan menjadi korban totokan Hudtim yang dilancarkao Ong Tiong Yang dimana jalan darah pada pinggangnya akan ter totok oleh bulu-bulu Hudtim tersebut.
Bian Kie Liang menggerakkan kedua tangannya yang diangkat keatas, ia memusatkan seluruh kekuatan lwakangnya pada kedua telapak tangannya dan melakukan serangan, serangan yang dilakukannya itu menimbulkan angin berkesiuran keras.
Tetapi Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang telah bersiap sedia, cepat2 mereka melompat mengelakkan diri dengan gerakan yang gesit, sehingga serangan yang diiancarkan Bian Kie Liang jatuh ditempat kosong, dan yang menjadi korban pukulan tersebut adalah meja yang terdapat disitu.
Segera terdeogar suara „Brakkkk……!” keras sekali, dimana segera terlihat meja itu hancur terpukul oleh serangan Bian Kie Liang, bahkan kayu2 meja itu telah menjadi ber-keping2.
Hal itu merupakan peristiwa yang mengejutkan sekali, sebab bisa dibayangkan betapa hebat tenaga serangan yang dilakukan Bian Kie Liang.
Ong Tiong Yang tercekat hatinya, sedangkan Auwyang Hong tetap membawa sikap yang periang.
Melihat serangannya tidak berhasil mengenai sasaran, dengan tidak sabar Bian Kie Liang telah membentak: „Ayo kita mulai lagi….!”
Auwyang Hong yang melihat sikap lawannyayang tidak sabar, talah mengeluarkan suara tertawa mengejek dia berkata dingin: „Hmm, apakah engkau telah yakin bahwa kepandaianmu bisa dan sanggup menghadapi menandingi kepandaian kami?”
Ditanya begitu muka Bian kie Liang jadi berobah merah padam, memancarkan nafsu membunuh, ia juga berjingkrak sambil katanya dengan keras: „Baik aku akan membuktikan kepada kalian, siapa adanya Bian Kie Liang.
Dan setelah berkata begitu, dengan cepat Bian Kie Liang menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melompat dengan gerakan yang sangat cepat, kedua tangannya telah melnncarkan serangan.
Tangan kanannya melancarkan serangan kepada Auwyang Hong, tangan satunya menyerang Ong Tiong Yang.
Waktu diserang, Auwyang Hong mengambil sikap berjongkok dan menekuk kedua kakinya seraya mengeluarkan suara seperti kodok menggerok, dan tahu-tahu kedua tangannya didorongkan menangkis serangan yang dilancarkan Bian Kie Liang. Terdengar suara benturan yang kuat, tetapi kali ini tubuh Auwyang Hong tidak sampai terguling hanya ber-goyang2 saja. Tubuh Bian Kie Liang juga tidak terpental, hanya tergetar sejenak.
Yang Iuar biasa, justru Bian Kie Liang sekarang menghadapi dua orang jago muda usia namun memiliki kepandaian tinggi sekali, dimana ia pun tidak berhasil merubuhkannya. Hal ini membuat Bian Kie Liang jadi penasaran sekali.
Disaat itu, tampak Bilan Kie Liang dengan penasaran mengeluarkan suara bentakan yang nyaring dan melancarkan serangan yang lebih gencar lagi.
Setiap serangan dilakukannya merupakan jurus2 yang mengandung hawa mematikan.
Maka dari itu Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong tidak berani terlalu ceroboh untuk menghadapi serangan Sie Hun Bian yang berangasan ini.
Begitulah, cepat sekali mereka telah bertempur beberapa puluh jurus dalam sekejap mata saja telah dilewatkan.
Auwyang Hong memperoleh kenyataan ilmu kodoknya, yaitu Ha Mo Kang tidak memberikan hasil.
Selanjutnya Auwyang Hong menghadapi lawannya ini dengan mempergunakan ilmu lainnya. Dengan mengeluarkan suara siulan yang nyaring, tampak Auwyang Hong berdiri dikaki kanannya, sedangkan kaki kirinya diangkat, jadi ia berdiri dikaki tunggal
Gerakan seperti itu adalah gerakan yang mirip dengan jurus Kim Kee Tok Pit atau Ayam Emas berdiri dengaa kaki tunggal. Namun justru yang luar biasa, sambil berdiri dikaki tunggalnya itu, Auwyang Hong ber-putar2 tidak hentinya. Tubuhnya seperti juga sebuah gasing saja.
Bian Kiit Liang yang melihat cara bertempur Auwyang Hong aneh, jadi tertegun kembali, iapun harus berpikir keras, berusaha mencari jalan untuk merubuhkan lawannya.
Pertempuran begitu serunya, mereka saling gempur dengan menggunakan tenaga yang besar karena harus saling mengimbangi serangan2 lawannya secara bergantian.
Pertempuran seru ini berlangsung dalam waktu yang panjang, akhirnya kedua jagoan muda inipun terdesak dan jatuh dibawah angin.
Bian Kie Liang teerus melancarkan serangan2-nya, tenaga serangan yang dilancarkan oleh Bian Kie Liang memaksa Ong Tiong Yang maupun Auwyang Hong selalu harus main mundur.
Namun Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong tidak menyerah mereka selalu membarengi dengan melancarkan serangan balasan, walaupun setiap serangan mereka akhirnya selalu berhasil dipunahkan Bian Kie Liang.
Begitulah, ketiga orang ini bertempur hampir seratus jurus lebih, tetapi Bian Kie Liang hanya berhasil mendesak kedua lawannya tanpa sanggup untuk merubuhkannya.
Waktu pertempuran tengah berlangsnng dengan seru, tiba2 berkelebat sesosok bayangan biru. Dan ditempat tersebut telah bertambah Iagi dengan seseorang.
Ong Tiong Yang telah mengelakkan diri dari serangan Bian Kie Liang, ia mempergunakan kesempatan tersebut untuk melirik, segera ia mengenali orang baru datang itu ….. yang tidak lain adalah sigadis she Lie…….!
Auw Yang Hong juga rupanya telah malihat kedatangan Lie Siu Mei, ia menyalurkan kekuatan tenaga lwekangnya untuk mendesak Bian Kie Liang, dan waktu lawannya itu melompat mundur, Auwyang Hong berkata : „Nona Lie, tidakkah engkau ingin membantui kami menghajar kambing tua ini ?”
„Lie Siu Mei yang berdiri tiga tombak dari gelanggang pertempuran itu mengeluarkan suara tawa yang nyaring, merdu sekali suara tertawanya, dan ia pun berkata dengan suara yang manis dan lembut : „Sayang sekali aku tidak memiliki kepandaian yang berarti jika memang aku ikut bertempur, jangan2 nanti aku akan terluka dan terbinasa ditangan situa bangka itu !”
Mendengar dirinya pulang pergi disindir sebagai situa bangka, muka Bian Kie Liang jadi merah padam karena gusar, ia memperhebat serangannya kepada Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang.
„Haya…., haya….., kalian harus huti-hati !” teriak Lie Siu Met sambil tertawa kecil.
Dan sambil berteriak begitu, seperti orang kaget, tangan kanannya juga ber-gerak2 seperti menunjuk.
Bian Kie Liang terkejut, karena ia merasakan menyambarnya angin serangan dari senjata rahasia dibelakangya.
Hal itu membuat Bian Nie Liang harus menunda serangannya kepada Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang, untuk mengelakkan diri dari samberan senjata rahasia tersebut.
Sambil berjongkok memiringkan tubuhnya Bian Ki Liang mengibaskan lengan bajunya, maka samberan senjata rahasia itu ternyata adalah belasan batang jarum, telah gagal mengenai sasarannya dan runtuh keatas tanah.
Rupanya sambil meng-gerak2-kan tangannya Lie Siu Mei melancarkan serangan dengan senjata rahasianya itu untuk membantui Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong, memecahkan perhatian Bian Kie Liang.
Se-konyong2 Bian Kie Liang menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya seperti terbang cepat sekali melesat kesamping sigadis.
Belum lagi kedua kakinya menginjak tanah, justru ia telah membarengi melancarkan serangan dengan mempergunakan telapak tangan kanannya.
Lie Siu Mei yang tidak menyangka bahwa Bian Kie Liang akan melompat kedekatnya, telah berusaha mengelakkan diri.
Tetapi serangan datangnya begitu tiba-tiba sekali, membuat Lie Siu Mei walaupun ia berkelit dengan cepat, tidak urung pundaknya kena keserempet telapak tangan Bian Kie Liang.
Lie Siu Mei mengeluarkan suara jeritan yang cukup nyaring, sedangkan Bian Kie Liang tampak melompat lebih dekat lagi melancarkan serangan kepada sigadis yang telah berhasil diserangnya. Kembali Lie Siu Mei menjerit kesakitan, ia berusaha menggerakkan kedua tangannya, untuk balas menyerang.
Tetapi Bian Kie Liang melancackan serangannya begitu cepat, dengan sendirinya kembali Lie Siu Mei harus terpental oleh desakan tenaga serangan yang begitu keras dan kuat.
Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong yang melihat keadaan Lie Siu Mei terancam bahaya tidak kecil, cepat2 melompat dan membantui sigadis, dengan melancarkan serangan yang berbareng kepada Bian Kie Liang.
Serangan yang dilakukan aleh Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong memang bisa membendung tenaga serangan Bian Kie Liang, sebab jago tua itu terpaksa harus menghadapi serangan vang dilancarkan Auwyang Hong dan Ong Tjong Yang.
Mempergunakan kesempatan itu, tampak Lie Siu Mei menjejakkan kakinya menjauh dari Bian Kie Liang, wajah sigadis agak pucat, tubuhnya menggigil, tadi ia nyaris terluka ditangan si jago tua yang ganas dan berangasan itu.
Waktu itu Bian Kie Liang melimpahkan keganasan dan kemendongkolan hatinya kepada Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong. Dimana serangan2 yang dilackarkannya lebih dahsyat dari yang tadi.
Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong jadi terdesak hebat.
Napas Ong Tiong Yang juga mulai memburu, sedangkan wajah Auwyang Hong mulai dikucuri oleh keringat yang deras sekali. Mereka berdua sangat letih sekali.
Bian Kie Liang yang melihat keadaan kedua lawanya itu, jadi girang.
la te!ah memperdengarkan suara mendengus dan kemudian katanya dengan suara yang tawar: „Hari ini jika aku Bian Kie Liang tidak bisa membinasakan dirimu, biarlah aku tidak akan mengembara lagi di dalam rimba persilatan…!” dan sambil berkata begitu, kedua tangannya berkesiuran lebih cepat dan kuat.
Lie Siu Mei yang tadi mengalami hal yang kurang menggembirakan, dimana dirinya nyaris terluka ditangan Bian Kie Liang, sekarang tidak berani terlalu dekat dan ia tidak be rani menimpukkan senjata rahasianya lagi, sebab gadis itu melfhat tenaga dalam yang dimiIiki, Bian Kie Liang telah mencapai tingkat tinggi sekali.
Auwyang Hung dan Ong Tiong Yang diam2 telah mengeluh didalam hatinya, karena mereka tidak pernah menyangkanya bahwa Bian Kie Liang merupakan seorang jago tua yang benar2 memiliki kepandaian demikian tinggi.
Tetapi sekarang mereka telah terlibat dalam pertempuran seperti ini, memaksa Ong Tiong Yang maupun Auwyang Hong harus berusaha mengeluarkan seluruh kepandaian yang ada pada mereka untuk melindungi diri masing2.
Disaat itu, Auwyang Hong yang merasakan tenaganya telah banyak berkurang, tengah memutar otak, sampai akhirnya waktu ia merasa jika bertempur sepuluh jurus lagi dirinya akan rubuh ditangan Bian Kie Liang, dan tidak bisa meaghadapi serangan selanjutnya dari lawannya.
Auwyang Hong memikirkan sebuah daya.
Dengan mengeluarkan suara bentakan keras ia melancarkan serangan kearah dada Bian Kie Liang, waktu Bian Kie Liang meloncat mundur mengelakkan diri, kesempatan itu dipergunakan oleh Auwyang Hong itu untuk menyingkir.
la pun berkata dengan suara nyaring: „Tahan, aku hendak bicara… !”
„Katakanlah!” seru Bian Kie Liang dengan suara yang tawar.
„Aku bersedia mengatakan dimana beradanya guruku sekarang ini……..!” kata Auwyang Hong.
Muka Bian Kie Liang berubah berseri sejenak, tetapi kemudian jadi ganas dan bengis kembali.
„Cepat kau katakan, dimana kini gurumu itu berada?” tergur Bian Kie Liang dengan suara yang keras dan mantap tajam sekali.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 43)

BAGIAN 43
TIPU DAYA AUWYANG HONG

AUWYANG HONG tersenyum, „tempat yang dipergunakan oleh guruku untuk mengasingkan dirinya itu merupakan tempat yang sulit sekali untuk dicapai………”
„Yang perlu kau katakan, dimana kini gurumu itu barada!” bentak Bian Kie Liang degan suara tidak sabar.
„Cepat kau katakan, dimana Kim Hek Lo Sin itu”
Auwyang Hong sambil menaban diri, ia berusaba untuk dapat berdiam diri tanpa mendesak hanya matanya saja yang memancarkan sinar sangat tajam sekali.
Auwyang Hong tersanyum lagi, katanya dengan suara yang satu-satu dan hati-hati: „Jika memang eagkau menghendaki aku membantumu memberitahukan dimana tempat sekarang ini guruku berada, maka kau juga harus mengerti, bahwa kau harus mem-berikan imbalannya untukku………….bagaimana? Kau setuju bukan?”
„Apa syaratnya ?”
„Yang kuharapkan adalah imbalannya….!”
„Imbalan apa yang engkau kehendaki ?”
„Tentunya barang yang tidak murah”
Bian Kie Liang tidak sabar, ia mendesak : „Cepat katakan, imbalan apa yang eng kau kehendaki ?”.
„Jika memang engkau bisa memberikan padaku pelajaran dari seluruh ilmu silatmu, maka aku akan memberitahukan tempat guruku berada.
Bian Kie Liang tampak jadi terkejut dan memandang tidak mengerti : „Jika memang engkau bersedia mengajari aku seluruh ilmu silatmu, aku bersedia memberi tahukan dimana sekarang guruku berada!”
„Beritahukan dimana tempat gurumu berada …….!”
„Cepat katakan”
Bian Kie Liang tambah tidak sabar : „Kelak jika engkau hendak mengangkat aku menjadi garumu, aku tentu tidak keberatan ….!”
„Siapa Yang kesudian mengangkat Lelaki tua bangka seperti engkau menjadi guruku?” tanya Auwyang Hong dengan suara.mengejek:
„Muka Bian Kie Liang jadi berobah merah, tanyanya dengan tidak senang: „Bukankah tadi engkau menginginkan aku mengajari engkau ilmu silat?”
,,Benar, aku hanya menghendaki engkau mengajari aku seluruh dari ilmu silatmu dengan baik-baik ……. tetapi aku tidak sudi mengangkat manusia seperti kau ini untuk menjadi guruku…….!”
„Baiklah jika memang engkau menghendakinya begitu, akupun tidak tceberatan…!” kata Bian Kie Liang kemudian dengan disertai tertawa mengejeknya.
„Ilmu apa yang hendak kau ajarkan dulu kepadaku?” tanya Auwyang Hong, dan berapa banyak ilmu yang engkau miliki?”
Bian Kie Liang tertawa dingin, katanya : „Soal itu bisa kita urus nanti saja……!”
„Mengapa harus nanti…. bukankah aku telah. mengatakannya jika engkau telah mengajari aku seluruh ilmu silatmu, baru aku akan memberitahukan tempat guruku berada?”
Tetapi sejak tadi bercakap-cakap Auwyang Hong juga telah bersiap siaga, maka be gitu melihat lawannya itu melancarkan serangan, cepat sekali ia mengelakkannya dengan melompat kesamping sambil memperdengarkan suara tertawa yang nyaring.
Disaat itu, Ong Tiong Yang baru menyadari bahwa Auwyang Hong hanya ingin mempermainkan Bian Kie Liang, bukan bersungguh-sungguh hendak mengkhianati gurunya. Dan kesempatan ber-cakap2 seperti itu memang telah memberikan kesempatan buat Auw yang Hong dan Ong Tiong Yang ber-istirahat.
Diam2 Ong Tiong Yang jadi memuji kecerdikan yang dimiliki Auwyang Hong.
Namun sejauh itu, tetap saja Bian Kie Liang tidak bisa merubuhkan mereka.
Lie Siu Mei telah berdiri diluar gelanggang memperhatikan jalannya pertandingan.
Berulang kali Lie Siu Mei mengeluarkarn suasa teriakan2 kecil seperti kaget, hal itu untuk mengalihkan dan memecahkan perhatian Bian Kie Liang. la juga sering mengejek dengan kata kata yang selalu membangkitkan kemarahan Bian Kie Liang. Sejauh itu nona Lie tidak ikut turun gelanggang dalam pertempuran im, karena ia merasakan bahwa kepandaian yang dimilikinya itu memang tidak bisa mengimbangi kepandaian yang dimiliki Bian Kie Liang. Jika ia memaksakan diri ikut bertempur, tentu hanya akan merepotkan Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang guna melindungi dirinya.
Hal inilah yang tidak dikehendaki oleh Lie Siu Mei. Dan ia hanya berdiri saja diluar gelanggang pertempuran itu sambil tidak henti2-nya ber-teriak2 untuk memecahkan perhatian Bian Kie Liang.
—oo0oo—
“Bertempur lagi beberapa saat, Ong Tiong Yang yakin bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh kemenangan, karena walaupun bagaimana memang kenyataannya Bian Kie Liang merupakan seorang lawan yang sulit sekali dihadapi, kepandaiannya juga sangat tinggi.
Dalam suatu kesempatan. Ong Tiong Yang berseru kepada Auwyang Hong : „Hengtai…., mari kita tinggalkan kambing tua ini …. tidak guna menghadapi dengan kekerasan !”
„Oh Tunggu dulu totiang…….kambing tua seperti ini seharusnya kita beri hajaran biar tahu rasa….!”
„Itu, kita lakukan nanti saja, sekarang yang terpenting kita berusaha meninggalkannya……. !” kata Ong Tiong Yang.
Dan setelah berkata begitu Ong Tiong Yang juga berteriak menyampaikan kepada Lie Siu Mei : „Nona Lie, engkau pergi dulu meninggalkan tempat ini, kami berdua akan segera menyusul.”
Lie Siu Mie tertawa. kemudian katanya : „Baik…, baik…, tetapi aku akan menantikan kalian dimana ?”
„Jangan kita bicarakan disini, karena kambing tua ini yang telah menjadi demikian jinak tentu akan membuntuti kita terus ……….. kau pergi saja dulu, nanti juga kita akan becrtemu ……. !”
Dan setelah berkata begitu, Ong Tiong Yang memperhebat serangannya.
Bahkan jurus2 ilmu pukulan yang dipergunakannya semakin lama semakin kuat, dimana ia telah mendesak Bian Kie Liang lebih gencar.
Sedangkan Auwyang Hong juga tidak tinggal diam, ia melancarkan serangan2 yang tebih kuat kepada Bian Kie Liang.
Disaat Bian Kie Liang tengah mengelakkan diri, justru kesempatan itu telah dipergunakan mereka untuk melompat kebelakang guna menjauhkan diri.
Bian Kie Liang mengeluarkan suara tertawa dingin, sambil bentaknya : „Jangan harap engkau bisa meloloskan diri dari tanganku !”
Dan sambll berkata begitu, Bian Kie Liang mengejarnya.
Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong seperti telah berjanji, mereka tidak mengambil satu jurusan, karena mereka telah membagi diri untuk melarikan ke dua jurusan.
Bian Kie Liang jadi terkejut sekali, karena justru kepada Auwyang Hong itulah ia memiliki kepesntingannya untuk mengengetahui tempat tinggal nya Lo Sin.
Sedangkan dengan Ong Tiong Yang dia hanya benci karena tojin itu memang terlalu usil selalu mencampuri urusannya, tetapi selain itu tidak terdapat urusan pula.
Karena ini, akhirnya Bian Kie Liang mengerahkan tenaga melakukan pengejaran kepada Auwyang Hong.
Auwyang Hong mengerahkan seluruh
kekuatan ginkangnya, namun kenyataannya dia tidak bisa meloloskan diri dari kejaran Bian Kie Liang.
Bian Kie Liang berhasil mengejarnya semakin cepat dan dekat.
Auwyang Hong mengempos semangatnya dan berusaha melarikan diri lebih cepat lagi.
Tapi jarak mereka semakin dekat, dan Bian Kie Liang menjejakkan kedua kakinya tubuhnya mencelat ketengah udara, tahu2 meluncur menubruk kearah Auwyang Hong.
Bian Kie Liang berhasil mengejar Auwyang Hong, langsung memperhebat serangannya, ia berusaha untuk menundukkan Auwyang Hong dalam waktu yang singkat.
Bertepatan dengan itu, dengan tak terduga tahu2 Ong Tiong Yang telah muncul pula ditempat tersebut.
Hal ini disebabkan Ong Tiong Yang melihatnya ketika Bian Kie Liang mengarahkan pengejarannya kepada Auwyang Hong, maka Ong Tiong Yang merasa kuatir sekali akan keselamatan Auwyang Hong. Itulah sebabnya ia cepat2 berbalik arah kearah larinya Auwyang Hong.
Melihat Ong Tiang Yang kembali muncul disitu, Bian Kie Liang jadi mendongkol dan gusar, dengan munculnya OngTiong Yang berarti ia mengalami kesulitan untuk mencari tahu keberadaan Lo Sin …. gurunya Auwyang Hong.
Disaat pertempuran itu tengah berlangsung dengan seru dan angin pukulan mereka telah berkesiuran keras sekali, justru terdengar suara langkah kaki yang ringan dan berkelebat sesosok bayangan, lalu tampak seseorang telah berdiri diluar gelanggang pertempuran.
Baik Ong Tiong Yang, Auwyang Hong maupun Bian Kie Liang, mereka telah melihatnya bahwa orang tersebut tidak lain dari seorang lelaki berpakaian Thungsia panjang dan memakai selubung penutup muka yang berwarna merah.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 44)

BAGIAN 44
DITOLONG SI ORANG BERTOPENG MERAH

DENGAN memakai topeng seperti itu, Ong Tiong Yang bertiga dengan Auwyang Hong dan Bian Kie Liang tidak melihat wajah lelaki yang baru muncul itu. Mereka juga telah melihat betapa orang itu datang dengan gerakan yang ringan dan gesit sekali, suara langkah kakinya hampir tidak terdengar jika memang buka nnya mereka mempunyai pendengaran sangat tajam sekali.
Diwaktu itu tampak Auwyang Hong berusaha berteriak :„Paman, inilah Bian Kie Liang yang perlu dibasmi……..!”
Bian Kie Liang tertawa mergeiek.
„Hemm……., engkau tidak perlu menggertak aku….orang itu bukan sahabatmu dan juga engkau tidak mengenalnya !” kata Bian Kie Liang.
Sedangkan orang yang menutupi mukanya denogan secarik kain merah, telah mempererdengarkan suara dengusan mengejek sambil katanya dengan dingin : „Memang aku tidak kenal dengan kalian bertiga !” Setelah berkata begitu orang bertopeng merah tersebut berdiri ditempatnya tanpa bergerak, ia hanya menyaksikan jalannya pertempuran tersebut.
Auwyang Hong yang sesungguhnya hendak menggertak Bian Kie Liang, jadi kecele karena orang itu membuka maksudnya, ia jadi mendongkol sekali, maka katanya : „Jika dilihat dari cara engkau berpakaian seperti itu, tentunya engkau seorang ………” dan Auwyang Hong tidak meneruskan perkataanya.
„Seorang apa ?” tanya orang bertopeng merah itu ingin mengetahuinya.
„Aku tidak berani mengatakannya………!”
„Kenapa ?”
„Aku kuatir engkau akan marah ?” „Apakah engkau ingin mengeluarkan kata “
kata-yang kurang ajar ?”
„Tidak !”`
„Lalu mengapa engkau kuatir aku nanti memarahimu ?” tanya orang itu lagi.
„Justru aku kuatir setelah hal yang sebenarnya kukatakan, engkau akan marah padaku”
„Jika memang demikian, katakanlah…….!” kata orang bertopeng merah itu.
„Hmmm……..,” dengus Auwyang Hong, yang kemudian disusul dengan suara tertawa dinginnya. „Aku tidak yakin engkau tidak akah marah……!” dan baru berkata sampai disitu ia harus mengelakkan diri dari serangan yang dilancarkan Bian Kie Liang.
„Jika bukan perkataan kurang ajar, aku ……. tentu tidak akan marah…….!”
„Baik, aku hendak mengatakan, jika dilihat dari cara engkau berpakaian seperti itu, tentunya atau se-tidak2nya engkau ini adalah seorang banci…!”
Orang bertopeng merah itu telah mengeluarkan suara seruan mengandung kemarahan, tubuhnya juga bergerak sedikit, rupanya tergetar menahann perasaan marahnya, tetapi ia telah memperdengarkan suara tertawa dinginnya dan katanya: „Baiklah, nanti setelah engkau selesai bertempur dengan orang itu, aku hendak meminta pertanggungan jawabmu, apakah memang benar benar aku seorang banci…….!”
Setelah berkata begitu, orang yang memakai topeng warna merah itu telah berdiri ditempatnya mengawasi jalannya pertempuran tersebut.
Bian Kie Liang yang melihat bahwa orang yang bertopeng merah itu bukan kawan Auwyang Hong maupun Ong Tiong Yang, hatinya jadi tenang.
Orang bertopeng merah itu ber-ulang kali mengeluarkan suara dengusan, lalu katanya : „Bian Kie Liang, apakah gelaranmu sebagai Sie Hun Bian masih bisa dipergunakan terus …….”
Bian Kie Liang jadi terkejut.
Mendengar dari kata-katanya, orang bertopeng merah itu rupanya kenal padanya.
Tampaknya ia memandang rendah padanya
Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang, namun sambil melancarkan serangannya, ia menegur :„Siapa engkau
„Aku ?”
„Ya…!”
„Aku adalah aku!”
„Aku ingin mengetahui nama dan gelarmu!”
„Sayang sekali aku tidak biasa memberikannya sekarang ini….!”
„Kenapa begitu?”
„Bukankah anak muda itu telah mengatakan aku seorang banci, aku ingin memperlihatkan kepadanya nanti, apakah aku ini memang sama seperti apa yang disebutkannya atau memang perkataannya itu yang salah se-tidak2nya aku ingin sekali untuk merobek mulutnya yang lancang itu…. !”.
Bian Kie Liang tertawa tawar, katanya : „Jika memang engkau merasa tidak seperti yang dikatakan pemuda itu, mengapa engkau tidak berani menyebutkan nama dan gelarmu?”
„Hemm….., nanti juga engkau akan mengeta huinya……!” sahut orang bertopeng merah itu.
„Tetapi apa yang kusaksikan sekarang ini, justru memperlihatkan bahwa kepandaian mu tidak memperoleh kemajuan sama sekali di bandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu…!”
„Hemm……, nanti setelah aku membereskan kedua anak domba ini, aku ingin meminta pengajaran darimu…..!” kata Bian Kie Liang dengan suara mendongkol.
„Boleh…, boleh……, namun aku sangsi dan tidak yakin bahwa engkau bisa merubuhkan kedua bocah itu…….!” kata orang bertopeng merah itu.
„Mengapa begitu ?”
„Kapandaian mereka tinggi dan cukup liehay, sedangkan kepandaianmu tidak memperoleh kemajuan dalam sepuluh tahun belakangan ini, dengan demikian, aku yakin bahwa engkau tidak mungkin bisa merubuhkan kedua anak muda itu……..!”
„Baik, baik, aku akin memperlihatkan kepadamu bagaimana caranya Bian Kie Liang mewberikan pelajaran kepada mereka!” Dan setelah berkata begitu, serangan2 yang dilancarkan oleh Bian Kie Liang jadi semakin kuat.
Angin serangan kedua telapak tangannya itu berkesiuran menderu-deru.
Tetapi orang bertopeng merah itu mengawasi jalannya pertempuran tersebut dengan berulang kali memperdengarkan suara tertawa dingin.
Disamping itu, juga terlihat betapa 0ng Tiong Yang dan Auwyang Hong melancarkan serangan lebih baik, karena setelah bertempur sekian lama diantara mereka telah terjalin hubungan kerja sama yang lebih baik, dimana mereka melancarkan serangan secara bergantian dan juga saling melindungi.
Orang bertopeng merah itu mengeluarkan suara tertawa mengejek berulang kali.
Bian Kie Liang merasakarn dadanya seperti juga ingin meledak mendengar ejekan yang dilontarkan oleh orang bertopeng merah tersebut.
Tetapi ia tengah melakukan pertandingan yang tidak bisa ditunda-tunda dengan Auyang Hong dan Ong Tiong Yang, dengan sendirinya tidak bisa ia memecahkan perhatiannya untuk melampiaskan kemendongkolannya kepada orang bertopeng itu.
Saat itu tampak orang bortopeng merah itu berkata dengan suara dan sikap tidak acuh : „Ambil Iangkah tiga dim dikanan dan pukul disebelah atas Tan Tian dua dim……!”
Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang waktu itu tengah melancarkan serangan mereka, tetapi mendengar perkataan orang bertopeng merah tersebut, mereka jadi merandek, dan dasarnya memang cerdas, maka cepat sekali mereka bisa menangkap maksud orang bertopeng merah itu, yang kata-katanya merupakan petunjuk yang ditu jukan kepada mereka berdua.
Maka Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong merobah kedudukan mereka, keduanya berusaha untuk melancarkan serangan menurut yang dikatakan oleh orang bertopeng me rah itu.
Hasil yang diperoleh Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang memang luar biasa, ketika itu terlihat betapa Bian Kie Liang berhasil didesak mundur oleh serangan mereka.
Keadaan demikian menggembirakan Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang.
„Lalu apa yang harus kami lakukan lagi?” tanya Auwyang Hong cepat.
Agar aku bisa segera berurusan dengan kau setelah membereskan kambing tua ini…..!”
Orang bertopeng merah itu telah memberikan petunjuk-petunjuknya pula.
Dan Auwyang Hong maupun Ong Tiong Yang menurutinya.
Bian Kie Liang kewalahan menghadapi serangan Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang yang menuruti petunjuk2 dari orang bertopeng merah itu. Dengan demikian membuat Bian Kie Liang jadi terkejut dan penasaran sekali.
Waktu suatu kali ia mengelakkan diri dari serangan yang dilancarkan Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang, Bian Kie Liangtelah berteriak: „Jika memang tanganmu gatal, silahkan engkau sendiri maju untuk main-main denganku, jangan mengambil sikap pengecut seperti itu …….!”
Orang bertopeng merah itu tertawa dingin, tetapi dia tetap memberikan petunjuk-petunjuknya kepada Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang.
Semakin lama Bian Kie Liang jadi semakin terdesak dan sibuk mengelakkan diri kekiri dan kekanan, tidak jarang Bian Kie Liang harus melompat kebelakang sejauh beberapa tombak. Hal ini disebabkan ia memang jadi kewalahan dan jatuh dibawah angin setelah Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang melancarkan serangan mereka menuruti petunjuk2 yang diberikan oleh orang bertopeng merah tersebut.
Tampak Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang bersemangat saja, terlebih lagi orang bertopeng merah itu terus juga memberikan petunjuknya.
Keringat memenuhi sekujur tubuh Bian Kie Liang, sampai akhirnya ia mengeluh juga, karena jika ia mempertahatakan keadaan seperti ini terus-menerus, tentu dirinya sendiri yang bisa celaka, disamping itu, jelas ia yang akan jadi pecundang.
Dalam suatu kesempatan, Bian Kie Liang melompat mundur menjauhkan diri, ia memutar tubuhnya sambil berseru : „Nanti aku akan datang mencari kalian…….!” dan ia terus melarikan diri dalam sekejap mata lenyap dari pandangan.
Orang bertopeng merah itu tertawa keras.
Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang menghampirinya, mereka merangkapkan sepasang tangannya mesnjura memberi hormat kepada orang bertopeng merah Itu, sambil mengucapkan terima kasih karena mereka telah memperolehlz petunjuk dari orang bortopeng merah ini.
Tetapi disaat Ong Tiong Yang dan Auw Yang Hong tengah menjura memberi hormat, justru orang bertopeng merah itu mengibaskan tangannya.
Hebat kesudahannya ……
Tubuh Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang seperti disampaork oleh suau kekuatan yang tidak tampak, tahu2 tubuh mereka terjungkel sejauh empat tombak.
Untung saja Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang memiliki ginkang yang tinggi dengan sendirinya mareka tidak sampai terbanting ……!
Saat itu Orang bertopeng meragh itu tertawa keras, dan berkata :
Dtsaat itu oCang yang pakgi• topeng merali
„Monyet2-kecil, ternyata kalian tidak memiliki kepandaian apa2, selain memiliki mulut yang kurang ajar …… dasar monyet2 kecil…….!
Auwyang Hong melompat berdiri dan berkata : „Kau :.. kala tadi membantu kami, tetapi sakarang ini mengapa justru memaki kami?”
Ditanya begitu orang bertopeng mengeluarkan suara mengejek : „hemm……., tentu saja aku membantu kalian agar kalian tidak tercelakakan ditangan Bian Kie Liang, sehingga aku bisa membuat perhitungan decngan kalian……!”
Mendengar perkataan orang bertopeng merah itu.
Auwyang Hong tertawa dingin.
„Kalau begitu, apa yang kuduoa ternyata tidak salah !” katanya.
„Tidak salah apanya ?” bentak orang berrtopeng merah itu dengan sorot matanya bersinar tajam, yang terlihat dari kedua lobang topengnya itu.
„Tentu tidak akan meleset apa yang telah kuduga, bahwa engkau…… engkau…….!”
Dan Auwyang Hong tidak meneruskan ucapannya lagi.
„Aku kenapa ?” tanya orang bertopeng merah itu sambil menatap tajam sekali.
„Kau seorang banci… .!” sahut Auw yang -Hong dengan berani.
„Kau. . .?” suara orang bertopeng merah itu terdengar keras sekali, kemudian ia melancarkan serangan dengan tangan kanannya.
Auwyang Hong hanya melihat berkelebatnya tangan orang bertopeng itu, tahu2 muka-nya telah kena dihajar keras sekali oleh tempilingan telapak tangan orang itu.
Keruan saja Auwyang Hong jadi kesakitan tubuhnya melayang ketengah udara.
Tetapi Auwyang Hong berhasil turun ketanah dengan kedua kaki terlebih dulu.
Orang bertopeng merah itu berkata kepada Ong Tiong Yang, dengan suara yang dingin : „Tadi dan sekarang, pemuda itu Yang berani bicara kurang-ajar engkau sebagai kawannya tentu juga seorang tojin yang tidak baik hatinya ……. !”
Dan sambil berkata begitu, tampak orang bertopeng merah itu menggerakkan tangannya dengan gerakan yang cepat sekali, akan melancarkan serangan kepada Ong Tiong Yang.
„Tunggu dulu locianpwe…..!” seru Ong Tiong Yang yang mencegah kehendak orang itu melancarkan serangan, karena Ong Tiong Yang yakin orang ini, adalah seorang tokoh tua yang memiliki kepandaian tinggi sekali.
„Apa, yang hendak kau katakan ?” tegur orang bertopeng merah itu dengan dingin.
„Aku hendak mengatakan babwa Locianpwe telah salah paham, Pinto dan sahabatku ini sesungguhnya bukan manusia2 rendah”
Tetapi……. orang bertopeng merah itu berkata dengan suara yang dingin.
„Hemmm…….alasan apapun yang engkau kemukakan, dalam hal ini janagan harap engkau bisa mengelakkan hajaranku…..!”
Sambil berkata begitu, tampak orang bertopeng merah itu mengerahkan tenaga dalamnya, dan ia melancarkan serangan dengan kuat, Ong Tiong Yang mengetahui hal itu karena angin serangan tersebut berkesiuran kuat Sekali.
Sebagai seorang yang sejak kecil selalu berlatih diri dengan sinkang aliran lurus dan bersih, Ong Yang mengetahui bahwa tenaga Iwekang yang dipergunakan oleh orang itu merupakan ilmu tenaga dalam aliran lurus.
Dan juga disaat itu, Ong Tiong Yang melihat cara menyerang orang tersebut mirip2 seperti ilmu silat dari Siauw Lim Sie.
Tampak Auwyang Hong memaki dengan suara tidak senang : „Manusia banci hanya berani menghina yang muda…….!” tepiaknya.
Orang bertopeng merah itu jadi menahan telapak tangannya yang hendak menyerang Ong Tiong Yang, kemudian ia memutar tubuhnya menghadapi Auwyang Hong.
„Jika memang demikian, engkau rupanya hendak minta dihajar lagi ………”
Lalu belum lagi suaranya itu habis diucapkan tampak ia melompat dan melancarkan serangan pula kepada Auwyang Hong.
Sebenarnya Auwyang Hong telah bersiap sedia hendak menghadapi serangan orang bertopeng merah itu, tetapi gerakan orang tersebut cepat sekali, sehingga tanpa ampun lagi ia telah kena dihajar pundaknya, tubuhnya berguling-guling diatas.
Begitu cepat cara menyerang orang tersebut dimana ia melancarkan serangannya dengan gerakan yang sangat aneh sekali.
Hal ini benar2 membuat Ong Tiong Yang jadi berpikir dua kali untuk berurusan dengan orang tersebut.
Tetapi Ong Tiong Yang juga menyadarinya bahwa ia tidak bisa berdiam diri saja menyaksikan Auwyang Hong disiksa oleh orang bertopeng merah itu.
Maka ia melompat kedekat orang ber topeng merah tesebut, ia juga menggerakkan hudtimnya menyerang punggung orang itu,
Angin serangan hudtimnya berkesiuran kuat orang bertopeng merah tanpa menoleh lagi mengibaskan tangan kanannya, menyampok hudtim Ong Tiong Yang.
Seketika Ong Tiong Yang merasakan betapa telapak tangannya itu, seperti pecah dan pedih sekali, tubuhnya juga tergetar keras.
Waktu itu, orang bertopeng merah menggerakkan tangannya yang satunya, melancarkan serangan kepada Ong Tiong Yang dengan tubuh agak dimirngkan.
Serangan itu di lakukannya sangat cepat sekali, Ong Tiong Yang hanya sempat melihat betapa serangan orang bertopeng merah itu meluncur kearah dirinya, belum lagi ia keburu berkelit, saat itu tampak tubuhnya meluncur ketengah udara terkena serangan yang menyampoknya dengan kuat sekali.
Tetapi disebabkan Ong Tiong Yang memiliki sinkang yang murni dan lurus bersih, la bisa mengendalikan tubuhnya tidak sampai terbanting.
„Lain kali jaga mulutmu yang kurang ajar itu, kali ini aku mengampunimu dengan tidak merobek mulutmu, aku memandang pada tojin muda itu….!” kata orang bertopeng merah, dan ia telah menjejakkan kakinya, tubuhnya mencelat dengan gesit, dalam sekejap mata telah lenyap dari pandangan mata Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong.
Setelah orang bertcopeng merah itu lenyap dari pandangan mereka, Ong Tiong Yang menghela napas.
„Orang itu memiliki kepandaian yang tinggi sekali……ilmunya sulit dijajaki, entah siapa dia……….?!” setelah berkata begitu, Ong T i o n g Yang menghela napas panjang.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 45)

BAGIAN 45
RENCANA AUWYANG HONG

AUWYANG HONG tersenyum sinis, tampaknya ia tidak senang menerima perlakuan yang kasar dari orang bertopeng merah itu, maka ia telah berkata dengan suara mengandung kemen dongkolan : „Hemm….., orang itu hanya memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari kita, karena usianyapun lebih tua dari kita, ia dari tingkatan tua. Coba kalau memang kita telah sempat berlatih dari sepuluh atau dua puluh tahun lagi, tentu kita bisa menghadapinya….!”
Ong Tiong Yang tersenyum.
,,Salah jika memang kau memilki pandangan seperti itu, Hengtai,” katanya kemudian. ,,Orang itu memiliki hati yang cukup baik, karena ia tidak menurunkan-tangan keras kepada kita, dan ia telah menolongi kita menghadapi Bian Kie Liang, setelah itu ia pergi begitu saja…..
Tetapi Auwyang Hong tampaknya kurang senang dan ia berkata dengan suara yang tawar: ,,Hemm….., jika dilihat dari gerak geriknya, tentunya orang itu juga bukan manusia balk-baik,” katanya.
„Dan jika kelak aku telah berlatih diri lebih giat dan memiliki kepandaian yang lebih kuat, aku akan mencarinya, untuk meminta pengajaran lagi kepadanya, sayangnya aku tidak bisa melihat wajahnya yang disembunyikan itu, sehingga aku tidak mengetahui entah siapa adanya orang itu ……….?”
Ong Tiong Yang tertawa saja mendengar perkataan Auwyang Hong.
„Mari kita kembali kekota!” katanya mengajak.
Auwyang Hong berdiam sejenak, tampak nya ia ragu-ragu.
„Apakah disana kita tidak akan bertemu dengan Bian Kie Liang ?” tanyanya.
Ong Tiong Yang menganggap bahwa pertanyaan Auwyang Hong ada benarnya-juga.
„Jadi Hengtai ingin pergi kemana ?” tanyanya.
„Entahlah, aku masih belum tahu ……!”
„Lalu jika memang Bian Kie Liang kembali kekota dan nona Lie itu kebetulan kembali kesana, sehingga mereka bertemu, apa yang akan terjadi pada diri nona Lie itu ?”
Ditanya begitu, Auwyang Hong berdiam sejenak. Namun akhirnya ia mengguk-angguk.
„Baiklah, mari kita kembali kesana untuk melibat keadaan …..!”
Dan setelah berkata begitu, ia mendahului Ong Tiong Yang berlari dengan cepat.
Dalam waktu sekejap mata saja, Ong Tiong Yang dan Auw yang Hong telah tiba dirumah makan yang telah mereka tinggalkan tadi.
Setengab harian mereka mencari Lie Siu Mei, tetapi gadis itu tidak berhasil mereka jumpai .
Begitu juga halnya dengan Bian Kie Liang mereka tidak melihat Sie Hun Bian tersebut.
Waktu itu Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang memutuskan untuk bermalam dikota tersebut, mereka telah bermalam disebuah rumah penginapaa yang tidak jauh dari rumah makan itu.
Kiang Bun, teman ber-cakap2 Ong Tiong Yang waktu pertama kali ia mendatangi kota ini, ternyata sudah tidak terlihat mata hidung nya.
Malam itu Ong Tiong Yang tidur dengan nyenyak, karena ia memang letih sekali setelab bertempur begitu lama dengan Bian Kie Liang.
Tetapi waktu menjelang tengah malam. Ong Tiong Tang terbangun dari tidurnya.
la seperti mendengar sesuatu, suara yang perlahan sekali.
Namun sebagai seorang yang telah terlatih benar pendengarannya, segera ia bisa menangkap bahwa diatas genting kamarnya ada dua orang yang tengah berjalan, berlari ringan.
Ong Tiong Yang dengan ringan melompat dari pembaringannya, ia segera mengbampiri jendela dan memasang pendengarannya.
Tetapi orang yang tengah berlari diatas genting itu tidak melompat turun, malah suara larinya itu semakin menjauhi.
Ong Tiong Yang jadi curiga.
la mendengarkan lagi beberapa saat, sampai akhirnya ia melompat keluar dari jendelanya dan melompat naik keatas genting.
Gerakan yang dilakukannya itu sangat cepat, lalu iapun melakukan pengejaran pada orang yang telah berlari begitu jauh sekali.
Dalam keadaan demikian, tampak Ong Tiong Yang memang bersikap hati2 sekali.
Ia telah mengejar orang yang tengah berlari diatas genting itu.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ong Tiong Yang memang telah mencapai tingkat yang tinggi, sehingga ia bisa mengikuti sosok tubuh yang tengah herlari itu tanpa disadari oleh orang yang tengah diikutinya itu.
Saat itu tampak sosok tubuh yang mergenakan pikaian ringkas berwarna hitam itu telah berlari menuju kearah selatan.
Ketika sampai disebelah pintu Koa dan terpisah dua puluh tombak, orang itu telah melompat turun.
Gerakan orang itu gesit sekali, tetapi Ong Tiong Yang berhasil mengikuti terus dengan baik.
Selama menguntit orang itu, Ong Tiong Yang melihat bentuk tubuh orang itu seperti dikenalnya.
Setelah lewat sekian lama, tampak sosok bayangan itu berhenti didepan sebuah kuil tua yang telah banyak kerusakan disana-sini.
Waktu itu, orang tersebut segera menegur dengan suara yang perlahan : „Mei-moay..!”
,,Auwyang Koko…. engkau telah dataag?” terdengar suara seorang wanita menyahuti dari dalam kuil itu, dan disusul munculnya seorang gadis.
Ong Tiong Yang yang tengah mengintai segera melihat, betapa gadis itu dan pria yang baru datang yang mengenakan pakaian ringkas berwarna hitam tersebut, saling bercekalan tangan, mulut mereka tersenyum dan sinar mata mereka memancarkan cinta kasih.
Yang membuat Oong Tiong Yang terkejut dan heran, dia segera mengenali bahwa wanita itu tidak lain dari Lie Siu Mei, sigadis yang telah bertemu dengannya beberapa kali.
Sedangkan orang yang mengenakan pakaian warna hitam itu, tidak lain dari pada Auwyang Hong!
Tentu saja Ong Tiong Yang jadi heran bukan main, sebelumnya Auwyang Hong maupun Lie Siu Mei selalu memperlihatkan sikap seperti juga diantara mereka terdapat jurang pemisah yang dalam.
Tetapi sekarang justru Ong Tiong Yang telah meayaksikan sikap mereka yang begitu mesra.
Dangan sendirinya hal ini membuat Ong Tiong Yang benar2 tidak mengerti.
Sedangkan Auwyang Hong tampak telah menarik tangan sigadis, katanya dengan suara yang lembut: „Mei-moy… mengapa engkau selalu mempermainkau aku ?”
.„Mempermainkan engkau ? Bukankah engkau sendiri yang mencari urusan seperti itu sahut sigadis dengan suara yang manja.
Auwyang Hong tersenyum.
,,Kau selalu membuat susah hatiku, Mei-moy… tahukan engkau, selama beberapa hari lamanya aku selalu disiksa oleh perasaan rindu ingin bertemu denganmu…… ?”
Lie Siu Mei tertawa juga, manis sekali tertawanya itu.
,,Akupun demikian, Auwyang Koko…….!” kata sigadis manja, bahkan ia telah merebah-kan kepalanya didada sipemuda, dengan sikap yang mesra sekali.
Ong Tiong Yang yang menyaksikan ini, jadi tersenyum sendirinya, ia membuang pandangannya kelain arah dengan pipi yang berobah merah.
Baru saja Ong Tiong Yang ingin meninggalkan tempat tersebut, disaat itu ia mendengar Auwyang Hong berkata : „Mei-moy…….. apakah engkau berhasil menguasai pendeta muda itu ?”
.,Maksudmu Tojin muda itu ?” tanya Lie Siu Mei.
„Yang bernama Ong Tiong Yang itu ………?”
Ong Tiong Yang jadi tercekat hatinya, ia memasang pendengarannya terus, karena ia jadi tertarik ingin mengetahui apa yang akan dibicarakan oleh kedua orang itu, bukankah nama nya telah disebut-sebut.
Auwyang Hong waktu itu mengiyakan, dan Lie Siu Mei juga terdengar membuka suara yang agak perlahan : „Aku sebenarnya berhasil menguasainya, jika memang tidak timbul urusan dengan Bian Kie Liang, dimana engkau terlibat didalamnya, aku tentu sudah berhasil menguasai keseluruhannya !”
Ong Tiong Yang jadi heran, entah apa yang dimaksud kedua orang ini, karena ia tahu, bahwa kedua orang tersebut justru tengah mempergunjingkan dirinya.
Malah jika didengar dan dilihat sikap mereka yang begitu mesra, tampaknya mereka telah telah saling kenal lama sekali dan intim.
Waktu itu, Ong Tiong Yang mendengar pula perkataan Auwyang Hong :
,.Benar, justru timbulnya urusan Bian Kie Liang membuat rencana kita berantakan ….!” katanja.
Lie Siu Mei menghela napas.
Kedua muda-mudi itu jadi berdiam ditempat persembunyiannya dengan hati yang berpikir keras , dan mereka tenggelam dalam kemesraan.
Sedangkan Ong Tiong Yang jadi berdiam, ia tidak tahu entah rencana apa yang tengah di laksanakan oleh Auwyang Hong dan Lie Siu Mei.
Tetapi didengar dari nada suara mereka, memperlihatkan bahwa mereka mengandung masksud tidak baik padanya.
,,Auwyang Koko……!” terdengar suara berbisik Lie Siu Mei, ia berbisik dengan suara perlahan namun disebabkan Ong Tiong Yang memiliki pendengaran yang tajam, ia bisa mendengar suara sigadis dengan jelas.
„Hemm……?” sahut sipemuda sambil menundukkan kepala dan mereka te!ah menuju kebawah sebatang pohon liu yang tumbuh di samping kuil itu.
„Sekarang tojin muda itu berada dimana?” tanya si gadis.
,,Masih dirumah penginapan, ia tentu tengah tertidur nyenyak sekali.”
,,Hemm……., jika memang demikian, besok saja kita mulai kembali dengan rencana kita, agar kita bisa menguasai dirinya……..!”
Baiklah Mei-moy tetapi engkau harus melakukannya dengan hati-hati, agar rencana kita, itu berhasil dengan baik,” kata Auwyang Hong.
Pasangan muda-mudi itu terus juga bercakap-cakap dengan mesra.
Sedangkan Ong Tiong Yang yang berada di tempat persembunyiannya diliputi oleh tanda tanya tidak mengerti, ia men-duga2 entah rencana apa yang dimiliki pasangan muda-mudi tersebut.
Dia tidak mengetahuinya dengan jelas, karena waktu justru memang Ong Tiong Yang belum mendengar apa rencana mereka.
Karena tertarik dan ingin sekali mengetahui rencana mereka, sebab urusan menyangkut dirinya.

GAMBAR
Pasangan muda-mudi itu terus juga,
bercakap- -cakap dengan mesra.

Ong Tiong Yang tetap bersembuny ditempatnya.
Ia ingin mendenqarkan terus, rencana apakah yang tengah direncanakan oleb pasangan muda-mudi tersebut.
Hanya saja didengar dari percakapan antara Auwyang Hong dengan Lie Siu Mei, memang tampaknya mereka-tengah merencanakan sesuatu yang tidak benar.
Waktu itu, Ong Tiong Yang mendengar lagi Lie Siu Mai berkata :
„Auwyang Koko …… coba kamu jelaskan, sesungguhnya kepandaian Tojin muda itu apakah lebih tinggi dari kau ?” tanya –sigadis.
Ong Tiong Yang mendengar Aauwyang Hong menghela napas.
„Mengenai kepandaian mungkin kami berimbang, tetapi justru ia merupakan murid dari aliran bersih, aku melihat dari sinar matanya dan tenaga lweekang yang dimilikinya, maka dari itu, alangkah menariknya jika kita bisa memperoleh keterangan mengenai pelajaran ilmu sinkang dari aliran putih dan lurus. Sedangkan aku sendiri merupakan murid dari pintu perguruan yang ilmunya agak sesat, seperti ilmu kodokku, yaitu Ha Mo Kang ……. jika memang aku bersih, terus tanpa berusaha mengalihkan kesesatannya itu, tentu akan mencelakakan diriku sendiri. Itulah sebabnva aku meminta bantuan Mei-moy untuk memancing tojin itu, agar ia bersedia memberikan penjelasan mengenai pelajaran sinkang dari aliran bersih, yaitu dari aliran pintu perguruannya . . . . !”
Lie Siu Mei menghela napas dalam2, untuk sejenak lamanya ia tidak membuka mulut, sampai akhirnya ia berkata dengan suara ragu-ragu : „Tetapi jika gagal………..?”
,,Aku mohon kau usahakan jangan sampai gagal…..!” kata Auwyang Hong.
Lie Siu Mei menghela napas lagi, kedua remaja itu tanggelam dalam kebisuan.
Sedangkan darah Ong Tiong Yang tengah bergolak dan hatinya tidak senang setelah mengetahui rencana pasangan muda-mudi itu.
Segera ia menyadari bahwa sigadis rupanya hanya pura2 hendak meminta pertolongannya untuk merujukkan dengan Auwyang Hong rupanya sigadis hanya ingin memancing pelajaran sinkang dari aliran murni lewat mulutnya.
Tentu saja Ong Tiong Yang sama sekali tidak menyangka bahwa Auwyang Hong dan Liu Siu Mei merupakan pemuda-pemudi yang tidak mengenal malu.
Disaat itu, tampak Lie Siu Mei telah melompat berdiri, ia berkata kepada Auwyang Hong : „Baiklah Auwyang Koko, engkau kembali menemui pendeta muda itu, engkau harus membawa sikap agar pendeta muda itu tidak menaruh kecurigaan.
Nanti setelah aku berhasil mengambil hatinya dan rasa kasihannya, iatentu tidak. keberatan untuk memberikan pelajaran sinkang yang dimilikinya!”
Auwyang Hong melompat, ia mengiyakan.
Pasangan muda-mudi itu berciuman dan kemudian berpisa.
Ong Tiong Yang menantikan sampai Auw yang Hong pergi lenyap dari pandangan matanya, baru ia keluar dari tempat persembunyiannya.
Dengan mempergunakan ginkangnya, Ong Tiong Yang kembali kerumah penginapan dan langsung masuk kekamarnya.
Setela berpikir cukup lama, akhirnya Ong Tiong Yang tersenyum dan memejamkan matanya untuk tidur.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 46)

BAGIAN 46
KELICIKAN AUWYANG HONG

KEESOKAN PAGINYA, ia bertemu dengan Auw yang Hong, dimana pemuda tersebut membawa sikap yang tetap manis kepadanya. Ong Tiong Yang juga menyembunyikan perasaannya, ia melayani Auwyang Hong dengan sikap yang biasa saja, mereka telah makan bersama-sama pula.
Diwaktu itu tampak Auwyang Hong berkata dengan tersenyum manis: „Totiang, aku sesungguhnya sangat berterima kasih kemarin Totiang telah berusaba merecoki kami, antara aku dengan gadis she Lie itu tetapi sayang nya gadis she Lie itu memiliki adat yang berangasan, sehingga kurang kusenangi.”
Ong Tiong Yang tersenyum, ia tidak memperlihatkan sikap tidak senangnya, hanya hanya berpikir: „Pemuda ini ternyata seorang licik sekali…… !”
Tetapi dimulutnya ia telah berkata: „Jika memang bisa kubantu tentu akan kubantu, asal memang menurut kemampuan yang ads pada Pinto…… !”
Auwyang Hong tersenyum.
„Mewang Totiang tampaknya seorang pendeta yang welas asih sekali…….!” kata Auwyang Hong kemudian sambil tersenyum.
Ong Tiong Yang membalas senyumnya.
„Tetapi tentu saja tidak bisa dikatakan begitu, kalau saja Siecu (tuan) memerlukan baatuanku, dan aku tidak bisa memberikannya tentu Siecu akan menganggap bahwa diriku ini se orang pendeta yang sangat jahat……..!”
Mendengar-dilrinya disindir, disaat itu juga segera Auwyang Hong terdiam, ia melirik kepada Ong Tiong Yang, tetapi ia tidak melihat sikap sinis dari pendeta itu, tetapi justru yang dirasakan bahwa adanya perobaban panggilan yerhadapnya.”
Ong Tiong Yang padanya, sebelummya panggilan terhadap dirinya adalah hengtay (saudara), justru hari ini Ong Tiong Yang memanggilnya dengan sebutan butan Siecu, yaitu tuan. Kejanggalan inilah yang membuat Auwyang Hong jadi berpikir.
Sejenak lamanya mereka hanya bersantap, tanpa ber-kata2 lagi.
Setelah selesai bersantap, Ong Tiong Yang tertawa sambil katanya : „Bagaimana pendapat Siecu mengenai nona Lie itu, apakah ia seorang gadis yang manis dun patut dijadikan kekasih atau memang ia seorang gadis yang memuakkan.
Auwyang Hong tersenyum.
„Memang parasnya cantik, jika ia memilihii sifat yang lembut, tentu senang sekali aku bisa mengambilnya menjadi kekasihku…!”
,,Bagaimana jika gadis itu meminta agar Siecu menjadi kekasihnya, apakah kau akan menolaknya?” tanya Ong Tiong Yang.
Auwyang Hong tertawa.
,,Kukira aku tidak memiliki peruntungan sebesar itu,” katanya.
,,Kenapa ?” tanya Ong Tiong Yang , bukankah Siecu juga seorang pemuda yang gagah, tampan dan menarik ?”
Auwyang Hong telah menghela napas.
,,Gadis itu tampaknya tidak manyukai diriku,” kata Auwyang Hong.
Mendengar ini, Ong Tiong Yang telah berpikir lagi: „Pemuda ini memang seorang pemuda yang senang sekali berdusta, rupanya memang sudah mendjadi sifatnya, di mana ia tak bisa menjadi seorang pemuda yang jujur dan baik……..”
Tetapi dimulutnya Ong Tiong Yang berkata dengan sabar: „Tetapi jika memang Siecu mau berusaha dengan sabar, tentu Siecu bisa mempersunting dirinya…. pernah Pinto bertemu dengannya dan bercakap-cakap dengannya, justru Pinto melihatnya bahwa ia seorang gadis yang menarik dan lembut sekali, disamping parasnya yang cantik………..!”
Auwyang Hong tartawa.
„Soal itu biarlah nanti saja kita lihat lagi, mungkin juga pendapat, Totiang benar, tetapi dalam hal ini jelas aku tidak berani terlalu ceroboh untuk-mencari teman hidup……..!”
Ong Tiong Yang mengangguk, tetapi ia berkata dengan sabar : „Baiklah jika memang demikian. Dan semoga saja Siecu bisa memperoleh seorang kawan hidup yang baik,”
,,Terima kasil Totiang.”
„Nah, Pinto kira, kita telah berkumpul cukup lama, disamping itu juga, Pinto masih memiliki banyak urusan, maka dari itu kita berpisah sampai disini saja……..”
Mendenger itu, muka Auwyang Hong jadi berobah, dia telah berkata dengan nada suara yang agak ter-gesa2 : ,,Mengapa Totiang begitu kesusu hendak berpisah denganku, bukankah kita baru saja berkenalan dan bisa menggalang persahabatan beberapa saat lamanya? Jika memang Totiang tidak menolak, akupun bermaksud untuk mengikat tali persahabatan dengan Totiang.
,,Sayangnya Pinto masih memiliki banyak persoalan yang harus diselesai… menyesal sekali pinto harus berpisah dengan Siecu… dan kelak kitapun akan berjumpa kembali…….!”
Auwyang Hong jadi muram, ia memperlihatkan wajah yang mengandung penyesalan waktu mengangguk.
,,Baiklah Totiang, selamat jalan, sampai jumpa dilain waktu …. !”
Ong Tiong Yang segera pamitan dan melangkah keluar dari rumah makan tersebut…….
Auwyang Hong mengantarkan sampai dipintu luar.
Justru waktu itu Auwyang Hong seperti teringat sesuatu.
„Tunggu dulu Totiang …… !” katan-ya.
Ong Tiong Yang menoleh.
„Ada apa lagi Siecu : . . .?” tanyanya.
,,Apakah Totiang masih ingat orang yang mengenakan topeng merah pada kemarin hari ?” tanya Auwyang Hong.
Ong Tiong Yang mengangguk sambil tersenyum.
„Tentu saja Pinto masih ingat dengan baik, bukankah orang bertopeng merah itu justru telah berurusan dengan kita juga ?”
Auwyang Hong mengangguk.
,,Begini Totiang, justru semalam secara diam2 aku telah pergi menyelidiki dan aku berhasil mencari jejaknya ……!” kata Auwyang Hong.
,,Mencari jejak orarg bertopeng merah itu?” tanya Ong Tiong Yang sambil memperlihatkan wajah keheranan.
Auwyang Hong mengangguk.
,,Benar Totiang, jika memang Totiang mau pergi bersama-sama denganku, mari kita datangi dia. ..!”
Ong Tiong Yang tersenyum sabar waktu mendengar pekataan Auwyang Hong.
„Sayangnya Pinto tidak merasa punya sakit hati pada orang bertopeng merah itu …… dimanakah jejak orang bortopeng merah itu berhasil kau jumpai?” tanya Ong Tiong Yang.
,,Disebuah kuil didekat pintu kota……!” sahut Auwyang Hong.
„Disebuah kuil rusak!”
„Ohhh… !” pikiran Ong Tiong Yang seketika teringat kepada Lie Siu Mei.
Segera Ong Tiong Yang juga dapat menduganya, tentunya Auwyang Hong ingin mempertemukan dirinya dengan Lie Siu Mei setelah ia melihat pendeta ini bermaksud pergi, dan tidak-bisa ditahan lebih dipertemukan dengan Lie Siu Mei, setidak-tidak nya kekasih Auwyang Hong itu memiliki jalan untuk melibat Ong Tiong Yang pula.
Menduga begitu, Ong Tiong Yang jadi tersenynm lebar, akhirnya ia, mengangguk.
,,Baiklah,” ia menyanggupi ajakan Auw yang Hong, karena Ong Tiang Yang juga jadi tertarik untuk mengetahui apa yang hendak di lakukan oleh Auwyang Hong bersama Lie Siu Mei
Tampak Auwyang Hong jadi girang, ia to lah irterengkapkan sepasang tangannya memberi rormpt kepada Ong Tiong Yang, katanya :„terima kasih….., terima kasih…..!” katanya berulang kali.
Begitulah, mereka berdua telah berangkat dalam waktu yang singkat mereka telah tiba di kuil yang rusak didekat pintu kota.
Ong Tiong Yang menduga dengan tepat.
Ia memang di kekuil rusak dimana semalam Auwyang Hong telah mengadakan pertemuan dengan Lie Siu Mei.
Waktu itu, Ong Tiong Yang hanya berdiam diri saja, karena ia ingin mengetahui apa yang hendak dilakukan oleh Auwyang Hong.
Ia hanya mengikuti saja.
Sedangkan Auwyang Hong telah menunjuk kearah kuil rusak yang tampaknya sepi ini.
„Semalam aku melihat dia memasuki kuil itu…!” katanya.
Ong Tiong Yang tertawa.
„Apakah semalam kau hanya mengintai dan melihat orang bertopeng merah itu memasuki kuil tersebut?” tanyanya.
Auwyang Hong mengangguk.
„Benar…!” dan ia menoleh memandang kepada Ong Tiong Yang, dilihatnya pendeta itu tengah tertawa mengawasi padanya.
„Siecu, kata Ong Tiong Yang.
Kau tentu mengerti, kemungkinan bahwa orang bertopeng merah itu hanya singgah dikuil ini untuk beristirahat saja… dan sekarang dia telah pergi lagi entah kemana…!”
,,Muagkin juga ia masih berada didalam bukankah kuil ini merupakan kuil rusak”"
Ong Tong Yang mengangguk.
„Baiklah, jika memang demikian, mari kita melihatnya kedalam…..!”
Mereka berdua telah mendekati kuil itu.
Hanya yang membuat,Ong Tiong Yang hampir tertawa justru melihat Auwyang Hong membawa sikap yang berhati-hati sekali, melangkah dengan hati-hati dan mementang matanya lebar lebar berwaspada sekali, padahal orang yang berada didalam kuil itu tentunya sigadis Lie Siu Mei, kekasihnya.
Ong Tiong Yang mengikuti dibelakang Auw yang Hong, dengan mulut hanya tersenyum-senyum saja.
Sedangkan Auwyang Hong telah berkata dengan suara perlahan : „Mari kita menyergap nya dengan mendadak ……..!”
Ong Tiung Yang dengan hati yang merasa geli telah mengiyakan, dan mereka telah melompat masuk kedalam kuil rusak itu.
Tetapi didalam ruangan kuil itu justru mereka tidak menjumpai seorang manusiapun juga.
Disaat itu, tampak Auwyang Hong telah mencari-cari kesana kemari.
„Jika dilihat keadaan demikian, tampaknya dugaan Totiang memang benar” katanya.
„Dan orang bertopeng merah itu rupanya telah berlalu………!”
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Tunggu dulu,” kata Ong Tiong Yang: „Justru aku seperti mencium bau harumnya minyak wangi seorang wanita . . . . !”
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, wajah Auwyaug Hong jadi berobah merah.
„Apakah memang orang memakai topeng merah itu seorang yang memiliki sifat banci seperti yang kuduga ? Hmm……., mungkin dia yang memakai bau harum-haruman itu…………!”
Ong Tiong- Yang telah tersenyum lagi, tetapi sebelum ia sempat berkata, disaat itu telah muncul sesosok tubuh dengan gerak yang gesit, sesosok tubuh yang ramping dan seketika juga didalam ruangan itu tercium bau harum semerbak.
„Kau………?” Auwyang Hong memperlihatkan sikap terkejut, dan ia telah memandang kepada orang yang baru muncul, yang tidak lain dari Lie Siu Mei.
Ong Tiong Yang tersenyum dan berkata : „Jika tidak salah, nona tentunya adalah nona Lie Siu Mei, kekasih dari Auwyang Siecu ini.
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, Lia Siu Mei memperlihatkan sikap seperti orang yang kebingungan, tetapi cepat ia memandang kepada Auwyang Hong, seperti meminta isyarat dari kekasihnya itu.
Auwyang Hong diam-diam mengedipkan matanya.
Lie Siu Mei yang memperoleh isyarat kedipan mata dari Auwyang Hong, segera tersenyum memperlihatkan sikap seperti orang yang malu-malu.
„Totiang, rupanya rupanya engkau telah berhasil menolong aku !” katanya dengan su ara yang setenang mungkin, dan juga tidak lu pa melontarkan senyumnya.
Ong Tiong Yang membalas senyumnya.
,,Ya, apa yang telah nona pesankan telah kulakukan, dan aku memperoleh kenyataan bahwa Auwyang Hengtai ini mencintaimu, siang dan malam selalu merindukan nona !”
Muka sigadis berobah merah, ia memperlihatkan sikap seorang gadis yang sngat merasa malu.
Hal ini membuat Ong Tiong Yang berpikir didalam hatinya :„Pandai sekali gadis ini bersandiwara !” dan iapun telah beikata dengan suara yang tawar : „Dan sekarang, pinto kira urusan dan tugas pinto telah selesai, kalian telah saling bertemu, maka pinto bermaksud hendak pamitan untuk melanjutkan perjalanan…!”
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, tampaknya Lie Siu Mei jadi terkejut, ia segera menoleh kepada Auwyang Hong, namun secepat itu pula ia bisa memutuskan sendiri langkah-langkah apa yang perlu dilakukannya.
Maka segera ia merangkapkan sepasang tangannya menjura memberi hormat kepada Ong Tiong Yang.
Ong Tiong Yang tidak bersedia menerima pemberian hormat itu, ia menyingkir kesamping.
,,Untuk apa pemberian hormat nona Lie ?” tanyanya. ter-sipu2.
Lie Siu Mei segera berkata : „Totiang, bukankah Totiang masih ingat ketika dirumah makan kemarin itu, aku pernah meminta pertolongan kepada Totiang, yaitu inginkan sesuatu bantuan dari totiang……. ?”
Ong Tiong Yang mepngangguk.
„Benar……!” sahutnya.
„Kalau memang demikian, tentunya Totiang membantuku tidak setengah jalan, dan Totiang tentunya akan memberikan pertolongan tidak tanggung2 dan akan melakukannya sampai selesai urusan itu . . . !”
Ong Tioag Yang tersenyum. ,,Maksud nona ?” tanyanya.
,„Justru aku hendak meminta bantuan Totiang jangan setengah jalan,” kata Lie Siu Mei lagi.”
„Kalau begitu, bantuan apalagi yang harus Pinto berikan ?” tanya Ong “I’ioug Yang.
,,Bantuan apa, nona Lie ?” tanya Ong Tiong Yang lagi.
„Bantuan yang tidak begitu sulit, jika memang Totiang bersedia untuk membantu…!” kata Lie Siu Mei dengan nada yang mana.
„Cobalah nona katakan dengan jelas……..!”
„Sesungguhnya. .. aku akan menyampaikan hal itu hanya empat mata pada Totiang ……..!” sahut Lie Siu Mei dengan suara sangat perlahan sekali.
Ong Tiong Yang tersenyum lebar sambil menoleh kepada Auwyang Hong.
Sedang Auwyang Hong cepat2 berkarta: „Kalau mefmang ada sesuatu yang ingin dibicarakan empat mata, biarlah aku pergi saja dulu, dan Auwyang Hong memutar tubuh, hendak keluar dari kuil tersebut
Tetapi Ong Tiong Yang mengeluarkan tangannya mencekal tangan Auwyang Hong katanya ,Tidak perlu Hengtai keluar, kita, ber-cakap2 disini saja…!” sengaja Ong Tiong “Yang memanggil Auwyang Hong dengan sebutan Hengtai lagi, untuk menutupi kecurigaan Auwyang Hong, karena ia mengetahui Auwyang Hong adalah seorang pemuda yang memiliki otak encer dan sangat cerdas.
Auwyang Hong tersenyum katanya: „Apakah dengan hadirnya aku di sini tidak akan mengganggu kalian …?”
Tetapi Lie Siu Mei telah menggelengkan kepalanya perlaban, katanya lagi : „Justru aku hendak membicarakan hal itu dengan Totiang dibawah empat mata …. !”
Ong Tiong Yang cepat2 merangkapkan tangannya memberi hormat, sambil tertawa kata nya : „Maafkan hal itu tidak bisa Pinto luluskan, karena kurang pantas jika pinto berada bersama dengan nona hanya berdua saja…. !”
Sigadis tersenyum.
„Tetapi kita bukankah tidak melakukan sesuatu yang melanggar hal-hal yang diluar dari kepantasan ?” tanyanya,
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Tetapi justru dalam anggapaon orang lain tentu tidak pantas, sebagai seorang Tojin, tidak bisa Pinto meluluskan permintaan nona !”
Dan setelah berkata begitu, t mpak Ong Tiong Yang tersenyum sambil merangkapkan sepasang tangannya, ia menjura memberi hormat, katanya dengan suara yang seperti mengandung penyesalan : „Maafkan . . . . !”
Ketika Ong Tiong Yang memberi hormat, Auwyang Hong telah beranjak dari tempat berdirinya, melangkah menuju kepintu kuil untuk keluar.
„Biarlah aku menyingkir saja, kalian tentu ber-cakap2 memakan waktu yang tidak lama bukan?” katanya sambil melangkah.
Ong Tiong Yang cepat2 mengulapkan tangannya sambil katanya: „Saudara Auwyang, kemarilah… jika memang hanya berdua dengan nona Lie ini, kekasihmu maka biarlah Pinto berlalu saja …….!”
Lie Siu Mei berusaha tersenyum lebar-lebar, katanya dengan sikap yang agak manja : ,,Totiang, mengapaTotiang begitu sungkan?”
Ong Tiong Yang cepat-cepat merangkapkan tangannya lagi memberi hormat, lalu katanya: ,,Pinto juga tidak bisa berdiam disini terlalu lama, maafkan pintu, Pinto akan segera pamitan ……. minta diri. . . .! “
Dan tanpa menantikan jawaban dari Lie Siu Mei, tampak Ong Tiong Yang telah memutar tubuhnya akan segera berlalu dari situ.
Waktu itu Lie Siu Mei jadi sibuk sekali menghadang dihadapan Ong Tiong Yang.
,.Totiang, apakah totiang tidak merasa kasihan padaku ? Apakah totiang tidak bersedia menolongku ?” tanya Lie Siu Mei.
Ong Tiong Yang tersenyum sambil melangkah terus menuju kepintu kuil tersebut.
,,Kita bicara diluar kuil saja. ..!” katanya kemudian.
Lie Siu Mei tidak berdaya menahan Ong Tiong Yang, yang waktu itu telah melangkah keluar din menghampiri Auwyang Hong. Belum lagi ia tiba dihadapan Anwyang Hong, yang waktu itu tengah berdiri menjublek memandangi ke-arah jalan raya, disaat itu Ong Tiong Yang telah berkata dengan suara yang pasti: ,,Saudara Auwyang ……. Pinto tidak bisa terlalu lama menemani kalian, karena masih ada urusan lainnya yang perlu Pinto selesaikan…!”
Dan taapa menantikan jawaban Auwyang Hong, Ong Tiong Yang telah melangkah lebar meninggalkan tempat tersebut.
Auwyang Hong jadi terkejut, begitu juga Lie Si u Mei.
Totiang, tunggu dulu…….!” panggil mereka hampir berbarengan.
Tetapi Ong Tiong Yang tidak memperdulikan mereka, dan telah melangkah terus meninggalkan mereka.
Auwyang Hong dan Lie Siu Mei jadi berdiri menjublek mengawasi kepergian imam itu.
Setelah berjalan agak jauh dan melihat Auwyang Hong dan Lie Siu Mei tidak mengikutinya, Ong Tiong Yang menghela napas dalam2 kemudian pikirnya : „Sungguh litjik pemuda she Auwyang itu. …….!”
Dan setelah dia berpikir demikian, Ong Tiong Yang mempercepat langkahnya, ia telah berlalu deagan cepat bermaksud meninggalkan tempat itu, karena ia menyadari jika terlalu lama disitu, jelas dirinya akan diganggu oleh Auwyang Hong dan Lie Siu Mei, yang licik itu.
Saat itu, tampak Auwyang Hong dan Lie Siu Mei yang menyadari bahwa rencana mereka gagal, hanya bisa menghela napas saja, menyesali bahwa rencana mereka diatur kurang begitu rapih, sehingga tojin itu bisa lolos dari tangan mereka, dan apa yang mereka harapkan tidak bisa tercapai.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 47)

BAGIAN 47
ANG BIAN SI ORANG BERTOPENG MERAH

ONG TIONG YANG ketika tiba diluar kota, memppergunakan ginkangnya untak berlari dengan cepat, dalam sekejap mata saja melewati belasan lie.
Setelah tiba disebuah persimpangan jalan, dimana dikiri kanannya terdapat banyak sekali pohon-pohon dan juga sawah ladang yang terbentang luas, Ong Tiong Yang baru menghentikan larinya, ia melakukan perjalanan perlahan-lahan menikmati keindahan alam yang terdapat disekitar tempat tersebut..
Ong Tiong Yang, berpikir keras didalam hatinya: „Didalam dunia ini tampaknya terdapat banyak sekali manusia2 licik dimana ke lurusan seperti ingin ditindih oleh kesesatan……”
Seperti yang terlihat pada si pemuda she Auwyang itu, yang rela berusaha dengan segala daya untuk mencapai maksud hatinya, dengan melupakan Gie (budi) dan Jin (kebijaksanaan) sehingga ia rela memperalat kekasihnya sendiri.
Berpikir begitu Ong Tiong Yang menghela napas dalam-dalam.
Ong Tiong Yang tiba2 menahan langkah kakinya, karena didengarnya dari arah belakang terdengar suara langkah kaki yang perlahan dan ringan sekali.
Ia melihat orang yang tengah berlari mendatangi adalah yang memakai penutup muka secarik topeng merah.
Waktu orang yang memakai penutup muka warna merah itu tiba dibadapannya, Ong Tiong Yang merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat, katanya dengan suara yang sabar : „Siapakah sebenarnya Kiesu dan sudikah Kiesu memberitahukan apa keperluan Kiesu membuntuti aku………?”
Setelah tiba dihadapan Ong Tiong Yang, orang bertopeng merah itu berkata: „Sabar jangan mendesak aku dengan pertanyaan2 yang mengandung kecurigaan seperti itu……!” katanya sambil tersenyum.
Ong Tiong Yang juga, tersenyum, katanya : „Jika dilihat dari sepak terjang Kiesu, tampak nya Kiesu memang tidak hendak diketahui orang siapa adanya Kiesu, maafkan kelancangan Pinto yang telah lancang bertanya yang tidak-tidak.
Orang bertopeng merah itu tertawa lagi.
„Tojin muda, engkau demikian muda, tetapi telah memiliki kepandaian yang mengagum kan disamping itu engkaupun memiliki pikiran yang luas dan tindakan yang bijaksana.
Seperti tadi, walau pun engkau telah mengetahui orang she Auwyang itu seorang pemuda yang licik, namun engkau tidak membuatnya malu atau engkau tidak menegurnya………. hal itu menunjukkan bahwa engkau memang seorang imam yang memiliki pikiran yang sangat luas.
Cepat2 Ong Tiong Yang menjura memberi hormat, sambil katanya : „Kiesu terlalu memuji…..!” katanya merendah.
Orang bertopeng merah itu tertawa lagi.
„Aku tertarik sekali melihat sikapmu seperti itu, maka dalam hal ini, aku memang bersedia untuk menjadi sahabatmu.
Ong Tiong Yang terkejut. ,,Kiesu ……..?”
Tetapi belum lagi Ong Tiong Yang selesai dengan perkataannya, justru orang bertopeng merah tersebut telah memotongnya : „Jangan kau memandang rendah kepadaku…. atau memang engkau menganggap aku tidak pantas menjadi sahabatmu ……..?”
Ong Tiang Yang jadi gugup.
„Bukan begitu maksudku, Kiesu …… buka. begitu ….. !” katanya cepat.
,,Kalau demikian berarti engkau tidak keberatan mengikat persahabatan denganku, bukana ?” tanyanya.
Ong Tiong Yang kemudian mengangguk.
,,Baiklah Kiesu …….!”
,,Siapa gelaranmu ?” tanya orang bertopeng merah tersebut.
,.Aku belum memiliki gelaran, sedangkan namaku Ong Tiong Yang…..!”
,,Baiklah Ong Cinjin, untuk selanjutnva engkau bisa memanggilnya dengan Ang Bian (Muka Merah)……..!” katanya sambil tertawa.
„Dan sekarang englau ingin melakukan perjalanan kemana ?”
Ong Tiong Yang menggeleng perlahan, katanya: „Belum kuketahui… . Pinto bermaksud mengembara kemana saja, untuk mencati pengalaman……….!”
Orang bertopeng merah itu, tampaknya kurarg menyetujui pendapat dari Ong Tiong Yang.
,,Kau mengembara untuk mencari pengalaman ?” tanyanya.
Ong Tiong Yang mengangguk. „Benar Kiesu . . . !”
„Tentu saja seorang yang mengerti kepandaian mengembara bukanlah suatu hal yang sulit, namun jika engkau mengembara tanpa tujuan, itupun tidak benar,” kata Ang Bian.
Ong Tiong Yang tertegun.
„Apa maksud Kiesu ?” tanyanya hati2.
„Pinto tidak mengerti maksud Kiesu …. !”
,.Sesungguhnya, jika seseorang yang memiliki kepandaian tinggi dan mela-kukan pengembaraan hanya untuk mencari pengalaman diri senduiri, hal itu bukan berarti hal yang terpuji.
,,Mengapa begitu ?”
„Justru jika seseorang memiliki kepandaian tinggi bermaksud melakukan pengembaraan, untuk dapat mengamalkan kepandaiannya menolongi orang2 yang tengah dalam kesulitan …….,.. !”
Ong Tiong Yang tertawa sambil mengangguk.
,.Memang itu tujuan Pinto………..dan setiap kali Pinto menyaksikan hal yang tidak pantas memang Pinto berusaha untuk tuenyelesaikan.
Orang bertopeng merah itu tersenyum…….
„Baiklah jika demikian,” katanya: „ Tentunya Ong Cinjin tidak akan keberatan untuk membantuku melakukan suatu pekerjaan besar yang mengandung kemuliaan ?”
Ong Tiong Yang jadi tertegun sejenak dan mengerutkan sepasang alisnya.
la hanya melihat sepasang mata orang itu saja yang berkilat dan ia bertanya : „Pekerjaan mulia apa yang dimakasudkan oleh Kiesu ?”
„Pekerjaan suci, kita menolongi orang-orang yang lemah dan dalam ke adaan tertindas” sahuti orang bertopeng merah itu
„Boleh Pinto mengetahui urusan itu ?” tanya Ong Tiong Yang.
„Tentu saja boleh, katanya: „Sesungguhnya aku tengah melakukan suatu pekerjaan untuk menegakkan keadilan, menolongi seseorang yang tengah berada dalam penasaran …….. !”
,,Menolongi orang?” tanya Ong Tiong Yang.
,,Benar………!” sahutnya, jika Ong Cinjin tidak keberatan, aku minta bantuaumu untuk menyelesaikan persoalan tersebut.”
,,Jika memang urusan demi keadilan, tentu Pinto tidak keberatan untuk me ngeluarkan tenaga,” sabut Ong Tiong Yang.
„Baikiah” kata Ang Bian.
,,Tunggu dulu Kiesu, menurut Pinto justeru Kiesu memiliki kepandaian yang tinggi sekali, berada beberapa tingkat diatas kepandaian Pinto sendiri.
,,Bantuan apakah yang bisa Pinto berikan ?”
,,Memang aku memiliki kepandaian yang tidak rendah, tetapi justru lawan-lawan yang harus kuhadapi juga bukan lawan-lawan yang ringan, disamping itu mereka berjumlah banyak.
,,Kita hendak menolongi seorang tokoh rimba persilatan, yang difitnah dan dicelakai orang yang tidak bertanggung jawab…. !”
„Jadi Kiesu hendak mengajak Pinto untuk memolong orang-orang itu ?” tanyanya.
Orang bertopeng merah tersebut mengangguk.
,,Siapakah orang itu Kiesu, bolehkah aku mengetahuinya?” tanya Ong Tiong Yang.
„Sahabat yang ditawan dan dicelakai itu adalah orang she Liong dan hernama It Hauw. Ia merupakan tokoh rimba persilatan yang memiliki nama sangat terkenal karena kapandaiannya yang tinggi, namun orangnya terlalu jujur, sehingga belum lama yang lalu ia telah dicelakai oleh lawan2 nya dengan mencampuri racun pada minumaanya. Dengan demikian ia berhasil ditawan dan kemudian dirusak seluruh tubuhnya, melenyapkan kepandaiannya, sehingga tidak bisa memberikan perlawanan apa2 lawan-lawannya. .
„Hemmm……, jika memang demikian persoalan nya, Kiesu tentunya mengajak aku untuk menghadapi orangorang yang tolah menawan Liong It Hau tersebut ?”
„Tidak salah……..itulah maksudku …. dan orang-orang yang menawan” Liong It Hauw itu sangat banyak jumlahnya. Apakah Ong Cinjin tidak ragu-ragu untuk melakukan hal ini ?” tanya orang bertopeng merah itu.
„Baiklah,” kata Ong Tiong Yang.
„Mari kita berangkat.”
Orang bertopeng itu mengangguk, mereka meninggalkan tempat itu.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 48)

BAGIAN 48
ORANG BERMUKA BURUK

„KITA akan menuju kepegunungan Lauw-san!” kata uraog bertopeng itu sambil berlari kearah barat, dan Ong Tiong Yang mengikuti.
Mereka memang memiliki ginkang yang tinggi, sehingga mereka bisa melakukan parjalan an dangan cepat.
Setelah ber-lari2 hampir tiga puluh lie lebih mereka melihat sebuah rumah penduduk yang terpencil dari rumah2 lainnya.
Rumah tersebut berada ditempat yang begitu sepi. Disebelah kanannya terdapat hutan rimba yang lebat, sedangkan disebelah kirinya terhampar sawah yang luas.
Bangunan rumah itu tidak begitu besar, namun pintu rumah itu pun tertutup.
Orang bertopeng merah itu menunjuk rumah tersebut, katanya : „Mari kita beristirahat diru mah itu, tentu pemilik rumah tersebut tidak keberatan untuk memberikan seteguk air pelenyap dahaga !”
Ong Tiong Yang hanya mengiyakan dan mereka menghampiri rumah itu.
Orang bertopeng merah itu lalu mengetuk pintu rumah tersebut.
Agak lama mereka menanti, tapi tidak terdengar orang yang menyahut, bahkan tidak terdengar suara lainnya, bagaikan rumah tidak berpenghuni.
Diwaktu itu orang bertopeng merah tersebut mengetuk lagi agak keras.
Tetap tidak terdengar sahutan.
Akhirnya orang bertopeng merah mendorong pintu itu, ternyata tidak pintu segera terbuka lebar.
Tapi begitu pintu terbuka, Ong Tiong Yang maupun orang bertopeng merah itu jadi berdiri menjublek dengan tubuh yang kaku karena kaget.
Ditengah ruangan dalam rumah itu tampak duduk seorang lelaki dengan sikap yang kaku, matanya memandang lebar2 kepada orang bertopeng merah itu dan Ong Tiong Yang.
Sikapnya dingin sekali.
Yang luar biasa adalah keadaannya.
Wajahnya begitu buruk, sepasang matanya tjekung kedalam, seperti juga tak memiliki bola mata dan hidungnya sempoak separuh dengan tidak ada bibir, maka terlihat barisan giginya dan gusinya.
Sepintas orang itu lebih mirip tengkorak saja, jika ia tidak memeiibara rambut panjang yang terurai kebahunya.
—oo0oo—

SAAT itu Ong Tiong Yang juga melihat pakaian orang tersebut merupakan pakaian yang tidak keruan, yaitu pakaian Thungsia yang ber-warna2 hanya tidak memiliki tali pengikat pinggang.
Kedua lengan baju yang lebar telab pecah disana sini, sehingga pecahan kain itu berseliwiran dan tampak tidak teratur merupakan seperangkat pakaian yang benar2 l telah rusak sekali.
Tetapi sebagai seorang pendeta yang memiliki hati yang bersih, tidak bisa Ong Tiong Yang memperlihatkan sikap terkejut terus, sebab bisa menyinggung perasaan orang ini.
Ia merangkapkan sepasang tangannya, memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya.
Maafkan kami meagganggu….. semula kami kira tidak ada penghuni rumah ini, sehingga kami lancang sekali membuka pintu rumah Siecu.
„Memang kalian -mengganggu, aku sudah tidak mengacuhkan kedatangan kalian tetapi mengapa begitu lancang membuka pintu dan langsung masuk ?” tegur orang yang wajahnya seperti tengkorak mengerikan tersebut dengan suara yang sengau dan tidak sedap didengar.
Ditanggapi begitu, wajah Ong Tiong Yang jadi berubah merah.
Tetapi orang bertopeng merah itu justru tetah memperdengarkan suara tertawa yang cukup nyaring, katanya : „Bagus…! Bagus…! Aku tidak menyangka akan bertemu dengan seorang sahabat yang demikian menarik i”
„Hemm……., engkau tidak perlu menyindir diriku,” kata orang bermuka buruk itu.
„Engkau menutupi mukamu dengana sebelai topeng merah itu, tentu wajahmu tidak lebih menarik dari wajahku……..!”
Orang bertopeng merah itu kembali memperdengarkan suara tertawanya, katanya : „Jika memang senasib, nah perkenalkan aku Ang Bian, dan ini adalah Ong Tiong Yang Cinjin……..! Bolehkah kami mengetahui siapakah tuan adanya?”
Orang bermuka buruk itu mendengus dingin dengan suara sengau, katanya : „Kalian pergi keluar sebelum aku yang turun tangan melemparkan kalian !” Didengar dari kata2nya menunjukkan babwa ia tidak senang atas kehadiran Ong Tiong Yang dan orang bertopeng merah itu.
„Baiklah “kata orang bertopeng merah itu dengan suara mengejek.
„Jika memang kehadiran kami ini tidak disukai oleh tuan, kami akan pergi……..!”
Ong Tiong Yang dengan sabar merangkapkan tangannya, katanya : „Maafkan, memang kami mengakui kami sangat lancang, dan sekali lagi maafkan!” katanya.
Ong Tiong Yang sambil berkata begitu telah memutar tubuhnya untuk berlalu.
Tetapi orang bertopeng merah telah mencekal tangannya, kata orang bertopeng merah itu : „Tunggu dulu Ong Cinjin….!” hingga Ong Tiong Yang terpaksa menahan langkah kakinya.
Sedangkan erang bertopeng merah itu berkata kepada orang bermuka buruk tersebat : „Kami tengah melakukan perjalanan kami “sangat haus sekali, maka jika memang tuan tidak keberatan, kami hendak meminta sedikit air pelenyap dahaga !”
Tetapi justru orang Yang bermuka seperti tengkorak itu telah mengibaskan lengan bajunnya yang rusak itu, sambil katanya tawar : „Kalian pergilah…!”
Dari kebutan lengan bajunya itu, keluar serangkum angin serangan yang kuat dan tidak tampak, yang telah menerjang kepada OngTiong Yang dan orang bertopeng merah itu.
Ong Tiong Yang yang tidak bersiap sedia telah kena diterjang oleh angin tersebut, sehingga terhuyung, sedangkan orang bertopeng merah yang memang memiliki kepandaian lebih tinggi dari Ong Tiong Yang, telah balas ‘mengc butkan tangannya, maka terdengar suara „Bruk” tentunya dua kekuatan tenaga yang hebat, hingga ruangan rumah itu seperti tergoncang.
Orang bertopeng merah itu terkejut, ia merasakan tubuhnya tergetar akibati terjangan tenaga kebutan lengan baju orang bermuka buruk itu.
Namun ia tidak sampai terpental.
Hdnya dengan suara yang tawar orang bertopeng merah itu berkata dingin: „Jika memang dCmiki an halnya, engkau bukan seorang tuan rumah yang baik… !”
„Memang aku tidak mengharapkan pujian dari siapapun juga. Lekas pergi sebelum aku mengambil tindakan keras kepada kalian…..!”
„Tetapi justru kami tidak akan pergi jika diusir dengan cara seperti ini… !” kata orang brrtopeng merah itu dengan suara mengandung kesengitan.
Iapun telah mengibaskan tangannya lagi, dimana tangannya itu dikebut untuk mengeluarkan tenaga sinkangnya mcnerjang kepada orang bermuka busuk itu.
Kuat tenaga sinkang yang muncul dari tangan orang yang bertopeng merah itu, -karena begitu ia mengebutkan tangannya, telah berseliweran angin yang kuat membuat pakaian orang bermuku tengkorak itu seperti juga diterjang topan.
Namun orang bermuka buruk itu tetap dududuk ditempatnya tidak bergerak, hanya mengeluarken suara, Hemm…, hemm…..” berulang kali.
Orang bertopeng merah itu jadi terkejut, ia tidak menyangka kebutan tangannya yang mem pergunakan kekuatan sinkang yang tinggi, tidak berhasil membuat orang bermuka buruk itu berkisar dari tempat duduknya.
Rasa penasaran membuat orang bertopeng merah tersebut kembali mengebut tangannya, dan serangkum angin serangan yang lebih kuat menyambar kearah lelaki bermuka seperti tengkorak itu.
Lelaki bermuka buruk itu tidak berdiam diri, ia mengeluarkan suara dengusan „Hem… !” lagi, kemudian mengangkat tangan kanannya, ia mendorong kedepan, seperti juga menahan sesuatu.
Rupanya kekuatan kebutan tangan dari oring bertopeng merah itu telah ditahan dan dibendungoya dengan mempergunakan tangan kanannya.
Aog Bian kembali terkejut, karena orang bermuka tengkorak itu tetap tidak, mengalami suatu perobahan apapun juga.
Kembali ia menyalurkan kekuatan sinkangnya, kali ini ia menyalurkan lebih kuat.
Tetapi Ang Bian tidak berhasil mendorong rubuh orang tersebut.
Mereka jadi saling mengadu kekuatan sinkang, aengan saling mendorong, walaupun tangan mereka saling menyentuh.
Hal ini membuat Ong Tiong Yang jadi tertarik sekali, ia menyaksikan cara bertempur ke dua orang ini.
Sebagai seorang yang mempelajari tenaga sinkang aliraa lurus Ong Tiong Yang mengetahui cara bertempur seperti ini bukan merupakan pertandingan dari jago2 tingkat tinggi.
Juga Ong Tiong Yang melihat babwa hawa murni yang disalurkan oleh Ang Bian maupun orang yang bermuka seperti tengkorak itu, merupakan Iwekang kelas tinggi dan lurus, tidak tarlihat kesesatannya.
Dengan demikian, Ong Tiong Yang jadi kagum.
Waktu itu, orang bermuka seperti tengkorak telah barkata tawar :„Jika memang demikian halnya, kalian datang ingin meugacau….. pergilah…….!” dan berbareng dengan habisnya perkataannya itu, tampak orang bermuka seperti tengkorak tersebut telah menghentak tangannya dan diwaktu itu tenaga menghentak keluar dari telapak tangannya semakin kuat, dan tahu2 tubuh orang bertopeng merah itu terpental keluar dengan lontaran yang deras.
Inilah diluar dugaan sama sekali, bagi orang bertopeng merah itupun yang sama sekali tidak menyangkanya sampai mengeluarkan suara seruan.
Tubuhnya melayang diudara tinggi sekali.
Memang ia memliki kepandaian yang telah tinggi, tubuhnya tidak sampai terbanting dimana …….. Ang Bian berhasil mengendalikan tubuhnya dan meluncur turun tanpa kurang suatu apapun juga.
Orang yang mukanya seperti tengkorak itu jadi terkejut melihat hal tersebut, semula ia menyangka dengan mengebutkan tenaga sinkang nya seperti itu, tentu ia akan berhasil merubuhkan lawannya yang seorang itu.
Tetapi kenyataannya memang si topeng merah memiliki kepandaian yang luar biasa sekali.
Waktu itu diam2 Ong Tiong Yang juga telah memusatkan perhatiannya, karena ia kuatir kalau2 orang yang bermuka seperti tengkorak itu akan melancarkan serangan tiba2 kepadanya.
Dalam keadaan demikien jelas Ong Tiong Yang tidak bisa merumandang remeh, sekali saja ia lengah dan dirinya diserang hebat oleh orang bermuka tengkorak itu, niscaya dirinva bisa terluka parah.
Tetapi orang bermuka tengkorak itu tidak meluncarkan serangan kepada Oag Tiong Yang.
Iapun juga tidak melancarkan serangan lagi kepada orang bertopeng merah itu, hanya berkata dengan suara yang tawar : „Apakah semua itu masih belum cukup dan kalian minta dihajar lagi ?” Cepat lenyap dari mataku !”
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 49)

BAGIAN 49
PERTARUNGAN DUA JAGO TUA YANG ANEH

MENDENGAR orang mengusir dengan cara demikian kasar, sitopeng merah mengeluarkan tertawa mengejek, katanya : „Engkau memiliki kepandaian yang tidak rendah, tetapi engkau terlalu angkuh dan sombong …. apakah engkau beranggapan bahwa didalam dunia ini hanya engkau seorang diri yang memiliki kepandaian tinggi seperti itu, dan membuat engkau tidak mau memandang sebelah matapun juga kepada orang lain ?”
Ditegur begitu, orang bermuka tengkorak tersebut naik darahnya, yang dirasakan meluap sampai ke-ubun2 kepalanya, ia telah berkata dengan suara yang tawar mengandung ke marahan : „Jika kalian masih rewel dan tidak cepat2 angkat kaki, jangan mempersalahkan diriku, jika kalian tidak bisa pergi dari tcmpat ini, walaupun kalian bermaksud untuk pergi !”
Sitopeng merah dan Ong Tiong Yang tahu bahwa gertakan yang dikatakan oleh orang bermuka seperti tengkorak itu memang bukan gertak sambel belaka, karena kemungkinan ia bisa mempergunakan kepandaiannya yang lebih tinggi untuk melancarkan serangan yang beruntun.
Sedangkan Ong Tiong Yang melihat hal int telah merankapkan kedua tangannya menjura memberi hormat, sambil katanya : „Maafkan, kami memang sama sekali tidak mengetahui telah mengganggu Siecu, tetapi semua ini kami lakunkan tanpa kami sengaja, jika memang Siecu merasa keberatan menerima kehadiran kami, biarlah kami berlalu …….!” dan setelah berkata begitu, Ong Tiong Yang menoleh kepada orang bertopeng merah, katnya dengan sabar : „Mari kita berangkat, janganlah kita mengganggu Siecu, itu, yang tidak senang menerima kehadiran kita…..!”
Ang Bian mendelik sejenak kepada orang bormuka tengkorak itu, ia berkata dengan suara yang dingin :”Hemm………., jika saja aku tidak memandang muka terangnya Ong Cinjin, mungkin uku tidak mau menyudabi urusan hanya sampai disini saja…….!”
Tetapi orang bermuka tengkorak itu telah mengeluarkan tertawa mengejek, tahu2 ia berkata tawar: „Baik, baik, jika memang engkau, merasakan penasaran, mari, mari aku menemanimu untuk main2 ratusan jurus…..!” dan sambil berkata begitu, orang bermuka seperci tengkorak itu mengambil sikap menantikau serangan, tetapi ia tidak bangun dari tempat duduknya.
Ang Bian jadi semakin mendongkotl ditantang berperang seperti itu, ia tertawa mengejek dan bukannya membalikkan tubuhnya untuk pergi, malah ia telah melangkah menghampiri mendekati orang bermuka tengkorak itu.
Ong Tiong Yang jadi bingung, karena ia yakin jika memang timbul keributan, justru yang bersalah adalah mereka yang telah datang mengganggu orang bermuka tengkorak itu.
la memang memiliki hak untuk menolak, bukankah rumah ini merupakan rumahnya,
Waktu itu Ang Bian telah menghampiri cukup dekat, ia bilang : „Mari kita coba-coba untuk main2…. !”
Dan An Bian meaggerakkan kedua tangan nya yang diangkatnya dan ber-siap2 untuk bertempur. „Kau berdirilah,” katanya.
Orang barmuka seperti tengkorak itu berkata tawar : „Menghadapi manusia seperti engkau, mengapa aku harus berdiri ? Menghadapi engkau dengan cara duduk seperti ini saja engkau tidak mungkin bisa menandingi kepandaianku……..! Nah, kau majulah !”
Ang Bian telah berkata dengan suara yang nyaring: „Maafkanlah …..!” dan ia menggerakkan kedua tangannya seperti menggunting, lalu ia melancarkan serangan serentak kepada lawannya itu.
Tetaoi orang bermuka seperti tengkorak tersebut berlaku tenang sekali, ia telah mengeluar kan suara dengusan dan cepat sekali menggerakkan tangannya menangkis.
Ia berhasil membendung tenaga serangan yang dilancarkan oleh lawannya, malah orang bermuka tengkorak ini balas menyerang dengan gerakan yang aneh, karena kedua tangannya itu silang dan tutup tidak hentinya.
Begitulah dalam waktu sekejab itu saja telah terjadi pertempuran yang cukup aneh diantara kedua orang ini, dimana mereka bertempur dengan hanya mengandalkan tenaga sinkang yang kuat.
Pertempuran yang mereka lakukan itu merupakan partempuran yang bukan sembarangan, walau pun Ang Bian telah menyerbu beberapa kali, namun selalu ia gagal untuk mendekati orang bermuka tengkorak itu.
Saat itu, tampak orang bermuka tengkorak beruntun menerkam dengan tangannya.
Tetapi karena mengambil sikap duduk seperti itu, membuat ruang geraknya tidak begitu bebas dan daya jangkaunya tidak terlalu luas beberapa kali cengkeraman tangannya berhasil dipatahkan oleb tangkisan Ang Bian.
Ang Bian juga tidak tinggal diam, beberapa kali ia berusaha mendesak lawannya.
Ong Tiong Yang yang menyaksikan pertempuran tersebut memandang dengan hati berdebar.
Harus diketahui, jika dua orang jago tingkat tinggi tengah melakukan pertempuran dengan menggunakan sinkang sejati, jika salah seorang diantara mereka terluka, tentu akan mendatangkan luka dalam yang berat sekali, yang sulit disembuhkan dengan obat lawannya itu.
Rupanya orang bermuka seperti tengkorak itupun menyadari akan ancaman seperti itu buat dirinya, jika saja ia barkepandaian yang tinggi, dengan sendirinya ia yakin bahwa dirinya tidak akan terjatuh ditangan lawannya.
Ang Bian jadi semakin penasaran, ia mengeluarkan suara seruan yang nyaring, tahu2 merobah cara bertempurnya, berulang kali ia menyerbu dan mendesak posisi kedudukan lawannya dengan maksud memaksa orang bermuka seperti tengkorak itu beranjak dari tempat duduknya.
Detik2 yang membahayakan adalah waktu Ang Bian melompat menyerbu kepada orang bermuka seperti tengkorak itu.
Ia menyerang dengan mempergunakan gerakan yang aneh se kali, yaitu dengan menggerakkan kedua tangannya silih berganti.
Setiap jurus yang dipergunakannya merupakgn gerakan yang bisa menghancurkan ilmu lawannya.
Rupanya orang bermuka tengkorak itu jadi terkejut juga melihat perobahan cara menyerang lawannya.
Beberapa kali iapun berusaha untuk merobah cara menyerangnya.
Sehingga mereka telah terlibat lagi dalam pertempuran yang rumit dan tidak mungkin bisa memisahkan diri lagi, karena waktu itu kedua pihak telah mengeluarkan ilmu mereka yang menakjubkan dan saling melibat lawan mereka dengan gerakan yang aneh.
Akhirnya waktu orang bermuka tengkorak itu yakin bahwa dirinya tidak mungkin bisa menghadapi Ang Bian dengan cara berduduk terus seperti itu, ia melompat berdiri.
Tubuhnya bagaikan seorang kera bergerak lincah, melompat kesana kemari.
Kedua tangannya juga lalu menyerang ke-bagian2 yang berbahaya ditubuh Ang Bian.
Dalam keadaan seperti ini, membuat Ang Bian berulang kali harus mundur merenggangkan jarak mereka, karena jika tidak, jelas dirinya yang akan menjadi korban serangan yang dilakukan oleh orang bermuka seperti tengkorak itu.
Tubuh Ang Bian berkelebat kesana kemari tahu2 setelah menangkis serangan lawannya, ia melompat mundur.
„Hentikan….!” teriaknya.
Orang bermuka seperti tengkorak itu menahan tangannya, ia mengawasi Ang Bian dengan sorcot mata tajam.
„Kalian menyerah dan mau angkat kaki ?”
Ang Bian menggeleng.
„Tidak…..!,” sahutnya.
Ia, berdiam diri sejenak, baru kemudian melanjutkan lagi : „Kulihat kepandaian yang engkau miliki memabng merupakan kepandaian yang tinggi, sayng sekali jika engkau mempergunakannya untuk mengumbar nafsu angkara murkamu belaka ….!”
Tetapi orang bermuka seperti tengkorak itu mengeluarkan suara tertawa tawar, ia bilang dengan suara yang dingin : „Engkau tidak perlu menasehatiku yang pasti aku akan membawa caraku sendiri !”
Diwaktu itu, tampak Ang Bian telah berkata lagi : „Tetapi engkau tidak bisa sembarangan begitu menuduh dan melancarkan serangan mematikan kepadaku, padahal kami hanya mengganggumu sebentar saja, yaitu ingin mene duh. Jika memang engkau keberatan, bukankah engkaa bisa menyampaikab penolakanmu secara baik2…….?”
Ditanya begitu muka orang seperti tengkorak tersebut jadi berobah tidak enak dilihat ia berkata tawar : „Aku tidak mau mendengar ocehanmu, sekarang katakan saja, engkau ingin pergi atau tidak ?”
„Kami hanya membutuhkan sedikit air pelenyap dahaga !” menyahuti Ang Bian.
„Ini kuberikan !” kata orang bermuka iengkurak itu sambil melompat dan menggerak kan kedua tangannya lagi, angin yang sangat kuat berseliwiran cepat sekali , yang memaksa Ang Bian harusmelompat, karena tidak bisa ia menghadapi terjangan tenaga itu dengan kekerasan.
Sambil berkelit kesina kemari, Any Bian berkata : Sebutkan namamudan apa maksudmu dengan sikap yang keras seperti ini !”
“Ha….ha…ha…,” tertawa orang bermuka seperti tengkorak itu.
“Walaupun sekarang engkau bermarsud untuk pergi kukira sudah terlambat, tinggalkan sepasang tanganmu…….!”
Dengan berkata begitu, orang bermuka tengkorak tersebut bermaksud hendak menyatakan babwa ia akan membuntungi kedua tangan dari lawannya.
Ang Bian juga jadi nail darah, ia berkata dengan suara tawar : „Baiklah, aku mau melihat berapa tinggi ilmumu, sehingga engkau berlaku congkak seperti itu!”
Berbareng dengan perkataannya itu, Ang Bian juga tidak tinggal diam. beberapa kali ia balas menerjang pada lawannya.
Dalam keadaan demikian, Ong Tiong Yang tidak sabar lagi, katanya: Ang Bian Kiesu sudahilah pertempuran ini, mari kita pergi…..!”
Ang Bian tertawa
“Ong Cinjin, aku memang hendak menuruti keinginanmu itu, tetapi sayangnya justru orang ini tidak mau melepaskan aku……. ia memaksa aku dengan libatannya……!”
„Kiesu………!” teriak Ong Tiong Yang kepada orang yang mukanya seperti tengkorak itu
„Hentikan ………….lah pertempuran itu, aku mohon hentikanlah……..”
Namun orang bermuka seperti tengkorak itu justru telah berkta dengan suara yang dingin : „Setelah aku membereskan dia, engkau juga akan kuselesaikan…….!”
Dan setelah berkata begitu, tampak orang bermuka seperti tengkorak itu melompat dengan cepat sekali, ia menyerbu kearah Ang Bian.
Sedangkan Ang Bian telah mengeluarkan seluruh kepandaian yang dimilikinya untok memberikan perlawanan yaag gigih.
Begitu kedua jago tersebut terlibat dalam pertempuran yang tidak berkesudahan.
Untung saja didalam ruangan tersebut tidak terdapat barang2 berharga, sehingga tidak menjadi rusak oleh kuatnya angin berseliwiran saling sambar ke:sana kemari dangan cepat.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 50)

BAGIAN 50
TOK CUN HOA SI ORANG BERMUKA BURUK

SAAT, itu pula Ang Bian memusatkan seluruh kekuatan sinkang yang ada padanya, ia melancarkan totokan dan juga cengkeraman yang cepat, untuk merubuhkan lawannya.
Namun kepandaian Ang Bian masih terpaut sedikit dengan orang bermuka seperti teng korak itu, yang lebih unggul sedikit tenaga sinkangnya, dengan demikian usaha dari Ang Bian yang berusaha mendesak lawannya selau gagal.
Sedangkan orang bermuka seperti tengkorak itu, walaupun menang sedikit tenaga sinkangnya, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak pada Ang Bian, karena mereka se-imbang selalu saling tindih dan saling tekan bergantian dengan meaampergunakan sinkang mereka.
Walaupun sinkangnya terpaut :sedikit dengan orang bermuka seperti tengkorak tersebut, tokh Ang Bian memiliki iimu yang aneh-aneh, setiap serangan yang dilarcarkannya memang tidak pernah dapat diduga.
Keadaanseperti ini membuat orang bermuka seperti tengkorak itu jadi penasaran sekali.
Suatu kali ia telah berteriak sambil berjingkrak: „Jika aku Tok Cun Hoa tidak bisa merubuhkanmu, biarlah untuk selanjutnya aku akan meninggalkan rumah ini……!”
Berbareng dengan teriakannya, tampak Tok Cun Hoa atau orang bermuka seperti tengkorak itu, mulai dengan totokan dan juga tikaman jari tangan yang berlainan dibandingkan dengan yang semula, dimana kedua tangannya ber-gerak2 cepat sekali mengincar bagian2 tubuh lawannya yang lemah.
Keadaan demikian membuat mereka tenggelam semakin dalam, karena mereka terlibat dalam pertempuran yang tidak berkeputusan.
Detik-detik seperti itu membuat OngTiong Yang memandang dengan mata lebar, akhirnya jadi nekad.
Ketika melihat tangan Ang Bian saling tindih dengan kedua tangan Tok Cun Hoa, saat itu Ong Tiong Yang menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat ketengah udara dengan gerakan yang gesit sekali.
Gerakan yang dilakukannya merupakan gerakan yang benar2 meyakinkan, karena ia tahu, ia harus menyelinap dibagian yang lemah dari kedua tenaga saling terjang itu.
Ong Tiong Yang bermaksud akan, mempergunakan setail merubuhkan seribu tail.
Dengan caranya seperti itu memang memaksa Ong Tiong Yang harus bertindak dengan tepat.
Yaitu harus menyelinap kebagian yang paling lemah.
Karena sekali saja ia meleset dan melompat ketempat yang salah, kebagian tenaga dalam yang saling berhimpitan, tentu dirinya bisa celaka.
Ang Bian dan Tok Cun Hoa saling menekan, tetapi mereka tidak berhasil merubuhkan lawan masing2, membuat mereka jadi hanya berdiri dengan tangan masing2 melekat satu dengan yang lainnya.
Justru disaat itu Ong Tiong Yang telah melompat ketengah gelanggang dan mempergunakan tangan kiri mendorong perlahan pada sikut tangan Ang Bian, sedangkan tangan kanannya menyentil sikut tangan dari Tok Cun Hoa tahu2 dua kekuatan tenaga lwekang yang tengah saling tindih itu buyar dan kedua tangan dari kedua orang yang tengah salting bertempur itu jatuh ditempat kosong.
Keadaan demikian yang terjadinya begitu tiba-tiba membuat Ang Bian maupun Tok Cun Hoa kaget bukan main, mereka mengeluarkan suara seruan tertahan, dan melompat mundur kebelakang.
Setelah berhesil memisahkan kedua jago yang tengah bertarung itu, yang semula seperti seekor gajah dengan seekor harimau, yang tengah saling terkam, Ong Tiong Yang menghela napas dalam-dalam.
“Sudahilah pertempuran ini……. sudahilah pertempuran yang tidak ada manfaatnya ini ………!” kata Ong Tiong Yang kemudian.
Tetapi Ang Bian maupun juga Tok Cun Hoa telah berkata dengan tawar: “Engkau tidak perlu mencampuri urusan kami……..!”
Melihat kedua orang itu seperti juga memang telah nekad dan bersiap-siap hendak saling terjang lagi, Ong Tiong Yang cepat2 merangkapkan sepasang tangannya, ia membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada Ang Bian dan Tok Cun Hoa bergantian.
Dengan memandang muka Pinto, maulah berhenti bertempur …………. janganlah meneruskan pertempuran yang tidak ada gunanya ini……..!”
Tok Cun Hoa trrtawa dingin. ,,Kalian berdua merupakan maling2 kecil yang memasuki rumah orang dengan cara memaksa apakah perbuatan itu perbuatan terpuji…….. ? Sedangkan aku sebagai pemilik rumah ini memang berhak untuk mempertahankan rumahku, mencegah agar tidak ada orang yang berbuat kurang ajar padaku …..!”
Ong Tiong Yang mengangguk sambil tersenym.
,,Apa yang dikatakan oleh Tok Giesu memang benar, kami yang salah……!” kate Ong Tiong Yang.
„Ong Cin jin, kepada manusia monyet seperti dia, kita tidak perlu mempergunakan banyak aturan………minggirlah engkau Ong Cinjin,
biar aku menghajarnaya biar dia tahu rasa………. agar dilain waktu ia tidak bersikap angkuh dan sekebendak bati seperti ini.
Tok Cun Hoa juga membentak : „Ya, kau minggirlah tojin muda, karena jika tidak jangan menyalah aku jika nanti aku kesalahan tangan melukaimu……!”
Melihat keadaan tidak meggembirakan seperti itu, di mana kedua jago-jago ini siap bertempur lagi, Ong Tiong Yang jadi menghela napas dalam-dalam.
,,Baiklah jika demikian,” katanya.
„Kalau kalian memang tidak mau saling mengalah. Pinto juga tidak bisa mengatakan apapun juga hanya sayangnya……….!” dan Ong Tiong Yang tidak mereruskan perkataannya.
„Sayang apa?” tanya Tok Cun Hoa dengan suara yang tawar.
„Ya, sayang apa ?” tanya Ang Bian, yang rupanya juga ingin mendengar kelanjutan dari perkataan Ong Tiong Yang.
Ong Tiong Yang menghela napas, ia tertatawa sambil katanya : „Pinto merupakan tojin muda yang tidak masuk dalam hitungan dimata jiewie Loci anpwe….., tetapi berilah kesempatan kepada Boanpwe untuk menyatakan isi hati boanpwe …….. jika memang dalam urusan ini Lo cianpwe berdua masih tetap melakukan pertempuran, jelas hal tersebut tidak menguntungkan untuk kalian berdua, disamping itu, bukankah sayang tenaga sinkang kalian dihamburkan begitu macam…….? Bukankah lebih baik jika kepandaian dan tenaga yang ada itu dipergunakan sebaik mungkin, yaitu disalurkan untuk melakukan perbuatan2 mulia dan luhur?”
Ang Bian tertawa mendengar perkataan Ons Tiong Yang.
“Benar Ong Cinjin, apa yang engkau kata kan memang benar !” katanya.
Tetapi sebaliknya dengan Tok Cun Hoa, mukanya berubah jadi keras.
“Hemm………., jika memang begitu, engkau ingin mengartikan bahwa aku tadi telah bertanding hanya melakukan kejahatan belaka ?”
“Bukan begitu maksudku,” kata Ong Tiong Yang sabar.
„Lalu apa maksudmu ?” tanya Tok Cun Hoa sambil memandang tajam.
„Pinto merasa sayang jika tenaga dan kepandaian dari kalian berdua dipergunakan untuk hal2 yang tidak memberikan manfaatnya apa2 bukankah lebih bijaksana jika kepandaian kalian dipergunakan untu perbuatan2 baik ?”
Ditanya begitu, Tok Cun Hoa berdiam diri sejenak, tetapi kemudian ia menggelengkan kepalanya sambil katanya : „Tidak…. tidak aku tadi melakukan apa yang bisa kulakukan buat menjaga hakku sebagai pemilik rumah ini.”
Ong Tiong Yang meagangguk.
,.Benar tetapi tidakkah locianpwe merasa malu, jika urusan sekecil itu saja dilakukan untuk bertempur dengan mempergunakan kepandaian yang begitu tinggi…….?”
,,Mengapa barus malu ?”
„Bukankah Pinto telah katakan, jika memang kepandaian itu dipergunakan untuk melakukan perbuatan baik dan penuh keadilan, itu lebib bermanfaat……..?”
„Cisss…….., engkau tidak perlu banyak mengoceh dihadapanku, tojin muda!” kata Tok Cun Hoa kemudian.
,,Kenapa……..?” tanya Ong Tiong Yang sabar.
,,Aku tidak mau mendengar ocehaamu…”
„Menga pa begitu?”
,,Karena ocehanmu itu tidak ada artinya dan engkau hanya berusaha untuk memperdayakan diriku saja, engkau tentu berdiri memihak dipihak kawanmu itu bukankah kalian datang ber-sama2 dan memiliki kesalahan ber-sama2 tentu dengan berbagai alasan engkau hendak membela pihakmu………!”
Ong Tiong Yang menghela napas dalam2.
„Tetapi locianpwe, sesuagguhnya Pinto telah berkata dari hal yang sebenarnya, karena memang Pinto merasa sayang jika kepandaiaa setinggi itu hanya dipergunakan untuk btrtempur menyelesaikan urusan kecil belaka………!”
„Hemm……..,” mendengus Tok Cum Hoa.
,,Karena itu, jika saja locianpwe hendak melakukan urusan besar deogan mempergunakan kepandaian yang tinggi itu, manfaat yang bisa ditarik tentu lebih besar”
Locianpwe telah melatih diri cukup lama untuk memiliki kepandaian vang tinggi seperti itu, dengan demikian mengapa harus mempertaruhkan jiwa bertempur mati2an hanya disebabkan urusan kecil begini……?”
Ditanya begitu, Tok Cuo Hoa jadi tercengang sejenak, tetapi kemudian ia menyahuti : ,,Baiklah, apa saranmu ?”
“Begini, jika saja locianpwe bisa mempergunakan kepandaianmu itu untuk melakukan perbuatan besar membela keadilan, bukankah akan banyak orang yang tartolong dari tidasan sikuat yang jahat.”
,,Hemm……” mendengus Tok Cun Hoa, ia tidak mengatakan apapun juga.
,,Dan juga, jika memang lo cianpwe bisa menyalurkan kepandaian itu untuk membela seseorang yang tengah dalam kesulitan, itu merupakan suatu-pahala dan jasa yang tidak-kecil, dimana lo Cianpwe akan merasa babagia karena bisa menolong seseorang yang tengah dalam kesulitan keluar dari kesulitan itu sendiri……..!”
Tok Cun Hoa telah tertawa tawar.
,,Jika mendengar perkataan kau tojin muda, engkau ingin mempengaruhi diriku…………!”
,,Mempengaruhi diri lo Cianpwe ?” tanya Ong Tiong Yang.
,,Tok Cun Hoa mengangguk, ,,Ya……..!”
,,Mengapa begitu ?”
,,Karena engkau berusaha mempengaruhi diriku dengan kata-katamu…….!”
,,Tetapi Pinto justru tidak memiliki”masud seperti itu !”
,,Hemm……., sekarang ini engkau tidak perlu terlalu banyak mengoceh, tetapi yang jelas aku tidak menyukai kehadiran kalian dirumahku…….!”
,,Jika memang begitu, bukankah kami bisa pergi dari tempat ini ?”
Tok Cun Hoa kembali tertawa dingin, ia melirik kepada Ang Bian, lalu katanya dengan suara yang tawar :
“Apakah kita akan melanjutkan pertandingan kita ?” tanyanya.
Ang Bian juga tertawa dingin.
,,Sudah kukatakan sejak tadi aku banya memandang muka terangnya Ong Cinjin, jika tidak, aku akan mengadu jiwa dengan kau ……!”
“Hemm…….., jika demikian mari kita bertempur lagi!”‘ kata Tak Cun Hoa.
Begitulah kedua orang tersebut jadi berdiri berhadapan lagi, mereka siap untuk bertempur.
Ong Tiong Yang menghela napas dalam2 tampak wajahoya jadi muram.
,,Jika memang kalian tetap dengan peudiriaa kalian, Pinto tidak bisa mengatakan apa-apa……” katanya deagan mengandung penyesalan.
Sedangkan waktu itu tampak Ang Bian telah berkata tawar : ,,Ong Cinjin, kau tunggu sebentar, aku akan membereskan orang ini dulu.”
„Membereskan bagaimana ?” tanya Ong Tiong Yang tidak mengerti.
„Mambereskan orang ini agar ia tidak terlalu jual lagak……!” Dan setelah berkata, Ang Bian bersiap-siap untuk menerjang.
Tetapi Ong Tiong Yang cepat2 berkata :
,,Ang Bian Kiesu, jika memang Kiesu mau memberi muka kepadaku, sudahilah pertempuran itu, mari kita, berangkat meninggalkan tempat ini. Apa saja yang ingin dikatakan oleh Tok Kiesu, jangan diambil dihati….!”
„Tetapi aku tidak mau terlalu menjual lagak !” kata Ang Bian.
Sedangkan Tok Cun Hoa yang mendengar percakapan mereka segera mengeluarkan suara tertawa yang keras.
Ia berkata deagan suara dingin : „Hemm….., jika memang engkau masih penasaran, mari, mari kita main-main sampai seribu jurus lagi……..!”
Tantangannya itu bukan hanya sampai disitu saja, melainkan Tok Cun Hoa membarengi dengan totokan2 jarinya pada tubuh lawannya.
Tetapi Ang Bian tertawa menerima serangan ,yang dilancarkan lawannya.
„Engkau sesungguhnya memiliki kepandaian yang tidak berarti, telah lebih dari seratus jurus kita bertampur, tetapi engkau masih belum bisa merubuhkan diriku, maka mana yang bisa engkau banggakan………..?”
Mendengar itu, tampak Tok Cun Hoa telah berusaha untuk dapat mendesak lawannya dengan hebat.
Namun sejauh itu Ang Bian bisa menghadapinya, dengan mulutnya tidak hentinya meageluarkan suara ejekan.
Kemarahan Tok Cun Hoa telah meluap sampai dikepala, ia berapa kali telah berjingkrak dan tenaga serangannya juga bertambah kuat.
Ong Tiong Yang menghela napas dalam-dalam, dan ia menggumam :
„Sayang….sayang…..sekali……!” katanya.
„Jika saja mereka berdua bisa barsahabat, tentu kepandaian mereka yang tinggi seperti itti, tidak akan sia2………!”

Tetapi Ong Tiong Yang memang tidak berdaya untuk memisahkan mereka, terlebih sekarang mernang kedua orang itu telah mroempergunakan tenaga sinkang kelas berat, dimana semakin lama tenaga sinkang yang mereka pergunakan itu semakin dahsyat.
—oo0oo—

-----------------------------------------------------------------------------------------
<<< Kembali Ke Bagian 36-40          |        Bersambung Ke Bagian 51-60 >>>
------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber Kutipan : pustakaceritasilat

Share To:

Unknown

View Profile
Terima kasih sudah berkunjung ke kabelantena, semoga bermanfaat,, aamiin..
----------------------------------

Post A Comment: