PANGCU KAY PANG MU CIE IN

TERNYATA, waktu Oey Yok Su tengah tertidur nyenyak, Tang Cun Liang juga tengah merebahkan tubuhnya dipembaringan, diapun ingin tidur. Tetapi justru telinganya yang tajam mendengar suara langkah kaki yang ringan diatas genting rumah penginapan.
Walaupun suara itu sangat perlahan sekali, seperti jatuhnya daun kering, dan juga menunjukkan orang yang tengah berjalan malam itu adalah seorang yang telah mahir ilmu meringankan tubuhnya. Segera dia menduga kepada maling pemetik bunga (djaj-hoa-tjat), sehingga Cun Liang jadi terbangun semangatnya.
Walaupun dalam tindak-tanduknya Tang Cun Liang selalu bersikap keras dan sulit diterka dia mengambil jalan putih atau hitam, namun dia membenci sekali kejahatan memperkosa yang sering dilakukan oleh para maling pemetik bunga, yang mengandalkan sedikit kepandaiannya untuk berjalan malam diatas genting dan mengandalkan obat pulasnya untuk memperoleh korbannya.
Walaupun tubuhnya letih dan mengantuk, tokh….. Tang Cun Liang telah melupakan semua itu, dia melompat turun dari pembaringannya, dan kemudian dengan gerakan yang gesit dia membuka jendela kamarnya. Kemudian melompat keluar dan menutup kembali daun jendela.
Tubuh Tang Cun Liang bergerak begitu lincah dan gesit, sehingga waktu dia melompat Keats genting, sama sekali tidak menimbulkan suara sedikitpun juga.
Diiihatnya, terpisah belasan tombak dari tempatnya berada, sesosok tubuh tengah berlari kearah timur dengan gerakan yang gesit sekali. Sosok bayangan itu kurus dan tampaknya memiliki bentuk tubuh yang jangkung.
Dengan cepat Tang Cun Liang telah mengejarnya, dia membatasi jaraknya, agar orang yang tengah dibuntutinya itu tidak mengetahui bahwa dirinya sedang diikuti.
Sedangkan sosok tubuh yang jangkung kurus itu masih terus berlari kearah timur.
Dan waktu tiba didekat pintu kota, sosok bayangan itu membelok kesebuah jalan yang cukup lebar. Dia telah melompat turun dan berlari menghampiri sebuah gedung yang bertingkat dua berukuran cukup besar.
Tang Cun Liang jadi heran, selama dia mengikuti orang tersebut, dia telah memperhatikannya, bahwa orang itu disamping memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi, juga tampaknya orang ini bukan orang sembarangan, karena kelihatannya dia memiliki kepandaian yang tinggi sekali. Tentu saja Tang Cun Liang jadi tambah tertarik hatinya, dia telah mengintai terus, dan dilihatnya orang itu melompati tembok rumah itu, menyelinap masuk.
Tang Cun Liang mempercepat larinya, dia tiba dikaki tembok, dengan gerakan ringan, dia pun telah melompat masuk. Orang yang tengah diikutinya itu sama sekali tidak mengetahuinya sebab Tang Cun Liang telah mengikutinya dengan mempergunakan ginkang yang tnggi sekali.
Sedangkan orang yang tengah dibuntuti oleh Tang Cun Liang telah berlari kearah belakang gedung itu, mendekati sebuah jendelakamar, dia mengintai kedalam.
„Benar-benar dia seorang pemetik bunga…” menggumam perlahan Tang Cun Liang, dia jadi begitu mendongkol dan marah, dia bertekad untuk menggagalkan maksud jahat orang ini. Maka dia terus juga mengawasinya.
Sedangkan sosok tubuh itu yang telah mengintai kedalam kamar, rupanya tidak berhasil menemukan orang yang dicarinya, dia telah pindah kekamar lainnya dan mengintai kedalam. Dia melihatnya bahwa penerangan dikamar itu masih menyala terang, berbeda dengan kamar yang pertama tadi yang cahaya penerangannya hanya redup-redup belaka. Didalam kamar itu rupanya terdapat apa yang dicarinya, sosok bayangan itu berdiam cukup lama.
Tang Cun Liang juga telah bersiap-siap, karena dia yakin orang itu tentu akan bekerja sekali ini, yaitu untuk mengambil korbannya, Tang Cun Liang bermaksud, begitu sosok bayangan yang diduga adalah seorang pemetik bunga itu, mulai bekerja melakukan kejahatannya dia ingin memergokinya dan segera menangkapnya.
Tetapi orang itu lama sekali berdiri dimuka jendela kamar, dia seperti tengah bimbang.
Namun akhirnya orang itu telah mencongkel jendela, untuk membuka daun jendela dengan cara paksa.
Tang Cun Liang bersiap-siap untuk segera turun-tangan. Dia mengawasinya dengan tajam.
Sedangkan daun jendela telah berhasil dibuka oleh orang itu, tubuhnya segera melompat masuk kedalam kamar dengan gerakan yang gesit.
Tang Cun Liang menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya melompat gesit sekali kedekat jendela itu. Dia mengintai kedalam.
Tetapi begitu melihat keadaan didalam kamar, Tang Cun Liang jadi heran. Dia hanya melihat seorang lelaki setengah baya yang bertubuh gemuk dan tampaknya tengah tertidur nyenyak, terdapat diatas pembaringan. Jadi kamar itu bukan kamar seorang gadis.
Juga dibawah sinar api penerangan, Tang Cun Liang melihat orang yang baru memasuki kamar itu adalah seorang pengemis, yang berusia diantara empat puluh tahun lebih, dengan jenggot dan kumis yang tipis. Mukanya kurus dan panjang, matanya tajam sekali, dia membawa sebuah cupu-cupu dipunggungnya dan juga sebuah tongkat pendek yang kurus ditangannya. Pengemis ini tengah mengawasi lelaki gemuk yang tengah tertidur nyenyak dipembaringannya itu.
,,Siapakah orang bertubuh gemuk ini ? Dia tentu pemilik gedung ini !” berpikir Tang Cun Liang. „Dan, siapakah sipengemis ini…dia memiliki kepandaian yang tinggi, dan kini jelas tujuannya bukan untuk mencari seorang gadis atau wanita untuk diganggu kehormatannya……. atau memang pengemis ini hendak merampok ?”
Karena berpikir begitu, Tang Cun Liang telah berpikir untuk membiarkan saja jika pengemis itu hendak merampok. Perampokan yang sering dilakukan oleh para orang gagah didalam rimba persilatan, bukanlah urusan yarrg-perlu diperdulikannya, karena memang banyak orangorang gagah yang melakukan perampokan terhadap hartawan kaya raya, namun terkenal kikir dan kejam, maka perampokan terhadap mereka merupakan ganjaran yang tepat.
Tetapi karena tertarik melihat pengemis itu memiliki ginkang yang mahir dan tidak dikenalnya, maka Tang Cun Liang ingin menyaksikan apa yang hendak dilakukan pengemis itu. Untuk sejenak lamanya Tang Cun Liang masih bersembunyi saja diluar jendela. Dia mengawasi dengan penuh, perhatian, tiba-tiba sipengemis setengahngah tua itu telah mempergunakan tongkat bambunya untuk mengetuk perut dari pria gemuk yang tengah tertidur diatas pembaringannya.
Pukulan tongkat pengemis itu tampaknya perlahan sekali, namun kesudahannya ternyata membuat orang yang tengah tertidur itu terbangun dengan kaget, karena dia merasakan perutnya sakit bukan main.
Waktu melihat didalam kamarnya bertambah seseorang yang tidak dikenalnya, yang berpakaian pakaian sebagai pengemis, orang bertubuh gemuk itu jadi tambah kaget, tetapi kini dicampur perasaan marah.
„Siapa kau, pengemis ba…!” bentaknya sambill berusaha untuk melompat bangun dari pembaringannya. Sebetulnya dia hendak membentak : „pengemis bau…”, tetapi sebelum dia sempat meneruskan perkataannya itu, tangan kanan sipengemis “teiak bergerak menampar mukanya keras sekali.
„Plakk ………!” pipi sigemuk itu jadi merah bertapak kelima jari tangan sipengemis, dia juga menjerit-jerit dengan suara yang cukup keras. Tetapi sipengemis telah mengulurkan tangannya mencengkeram baju dibagian dada dari orang, bertubuh gemuk itu, diapun telah membentaknya dengan suara yang bengis: „Jika engkau masih ber-teriak2 atau menimbulkan suara2 yang ribut seperti anjing yang hendak dipotong, aku akan benar-benar memotong lehermu itu…!”.
Mendengar ancaman yang diberikan sipengemis, orang bertubuh gemuk itu jadi ketakutan, dia benar-benar menutup mulut tidak menjerit lagi. Namun dalam ketakutan seperti itu, dia masih sempat bertanya : „Siapakah….. siapakah Kiesu… siapakah Kiesu….. (orang gagah) dan…apa maksud Kiesu datang kemari…?”‘ Didengar dari suaranya yang gemetar, sigemuk ini .rupanya ketakutan sekali.
Sipengemis tertawa dingin, dia berkata dengan suara yang bengis : „Sekarang engkau katakan, dimana engkau mengurung nona Kui….?”
„Nona Kui…? Aku…aku tidak tahu…!” sahut sigemuk ketakutan bukan main.
Tetapi tangan kiri sipengemis telah bergerak menampar sampai berulang kali.
Kepala sigemuk sampai miring kekanan dan kekiri ber-ulang-ulang kali dan dia menjerit kesakitan bercampur ketakutan.
Namun pengemis itu telah menampar terus.
„Jika engkau tidak mau mengatakannya”, kata sipengemis sambil menghentikan tampar annya sejenak. „Aku akan menempiling terus mukamu sampai bonyok…!” itulah- ancaman, dan sigemuk juga tahu, memang tidak mustahil bahwa sipengemis akan membuktikan ancamannya itu.
„Aku..u aku tidak mengetahui siapa yang Kiesu maksudkan…sungguh…aku tidak tahu…” kata sigemuk berusaha menyangkal terus.
T’etapi pengemis itu kembali menggerakkan tangannya, dia menampar lebih keras lagi, dan waktu tamparan ketujuh, mulut sigemuk berdarah, dua buah giginya telah copot.
„Aku akan mengaku…….hmntikan……..hentikan!” teriak sigemuk kemudian dengan suara yang ketakutan.
Sipengemis telah tertawa dingin, dia menahan tangannya, kemudian dengan -sorot mata yang sangat tajam dia telah membentak :„Hayo engkau katakan, dimana engkau menyembunyikan nona Kui itu…….!”.
„Aku…….aku mengurungnya dikamar belakang……dia……dia ada disitu…!” menyahuti sigemuk karena sangat ketakutan.
„Apakah engkau telah mengganggunya ?” tanya sipengemis lagi.
„Belumm……!” .
„Engkau harus mengakuinya dengan jujur, jika nanti aku telah bertemu dengan nona Kui dan dia memberitahukan padaku bahwa dia telah engkau ganggu, maka batang lehermu akan kupatahkan……!”.
Tetapi sigemuk telah menggelengkan kepalanya berulang kali, dan dia juga telah berkata berulang kali : „Belum…..belum…… belum…….!”.
Sipengemis tertawa dingin, dia telah mengulurkan tangan kirinya, dengan mempergunakan kelingkingnya dia menotok jalan darah gagu dan jalan darah kaku sigemuk.
Kemudian tubuh sigemuk yang sudah tidak bisa bersuara dan tidak bisa bergerak itu dibiarkan menggeletak diatas lantai, dan dia telah melompati jendela lagi, menuju kebelakang gedung itu.
Waktu itu, Tang Cun Liang tertarik sekali hatinya, dia mengikuti terus,
Sipengemis menyelidiki kamar demi kamar, dan ketika dia mengintai sebuah kamar yang kecil yang terletak paling belakang rumah itu, dia telah berhenti agak lama. Dan rupanya orang yang dicarinya telah berhasil ditemukanynya.
Sipengemis melihat seorang lelaki bertubuh tinggi tegap, tampaknya memiliki kekuatan yang sangat besar, tengah duduk rebah disebuah kursi, dengan mata yang meram melek. Rupanya lelaki tersebut yang tengah melakukan penjagaan terhadap kamar tersebut.
Tang Cun Liang melihat sipengemis telah mengambil sebutir batu, yang dilemparkannya kedekat lelaki itu. Kemudian, waktu lelaki bertubuh tinggi besar itu terkejut dan melompat bangun, untuk menghampiri kearah batu itu jatuh, sipengemis bergerak cepat sekali. Tubuhnya bergerak lincah, tahu-tahu dia telah berada disisi orang itu.
Dan belum lagi orang bertubuh tinggi besar itu sempat mengetahui kehadiran sipengemis dengan cepat jari telunjuk sipengemis telah menotok jalan darah kaku dan gagu siorang bertubuh tinggi besar tersebut, sehingga seketika itu juga dia terjungkel tubuh tidak bisa berkutik.
Sipengemis kemudian mendorong pintu kamar, dia telah melangkah masuk kedalam kamar.
Tang Cun Liang melompat kedekat jendeta, dia merigintai kedalam.
Tampak sipengemis tengah menghampiri pembaringan kecil, diatas pembaringan itu rebah seorang gadis berusia tujuh belasan tahun dalam keadaan tidak berdaya, karena kedua tangan dan kakinya terikat oleh seutas tambang.
Tampak sipengemis telah menghampiri pembaringan, dia membuka ikatan tambang itu, juga Tang Cun Liang mendengar sipengemis tetah berkata perlahan : „Nona Kui, aku datang untuk menolongi…….!”.
Cepat sekali tainbang itu dapat dilepaskan sipengemis, dan diapun kemudian bertanya lagi : „Apakah selama engkau ditawan oleh hartawan jahat she Oey itu, engkau tidak diganggunya ?”.
Sigadis menggeleng parlahan, dia berkata diantara isak tangisaya : „Dia berusaha membujuk diriku agar menyerah dan mengiringi kemauannya, tetapi aku terus menolak kehendaknya, sehingga aku telah dihukumnya dengan pukulan cambuk sebanyak puluhan kali”.
„Hemmm……, hartawan yang jahat, biar nanti kuhajar lagi dia….!” kata sipengemis.
Dan kemudian sipengemis telah mengajak gadis itu meninggalkan kamar tersebut.
Tang Cun Liang, melihat bahwa pengemis ini sesungguhnya mengandung maksud baik, datang kerumah hartawan tersebut hanya untuk menolongi orang, dia telah bermaksud pergi meninggalkannya.
Tetapi disaat itulah, waktu sipengemis dan sigadis keluar dari kamar tersebut, tiba2 telah berkelebat sesosok bayangan, disertai suara bentakan : „Tahan……!”
Sipengemis juga tampaknya heran, dia telah menahan langkah kakinya.
Sedangkan sigadis, nopna Kui, telah menempatkan dirinya dibelakang sipengemis.
Dia tampaknya sangat ketakutan sekali.
Melilhat ini Tang Cun Liang jadi tertarik lagi; dia membatalkan maksudnya untuk meninggalkan tempat tersebut.
Dilihatnya sipengesmis telah mengawasi tajam sekali orang, yang menghadangnya.
Orang itu adalah se-orang lelaki berusia lima puluhan tahun, tubuhnya tidak gemuk, tetapi juga tidak terlalu kurus. Wajahnya berbentuk empat persegi, sinar matanya memperlihatkan sifatnya yang keras. Dia berpakaian ringkas dan membawa sebatang pedang dipinggangnya.
Engkau pengemis busuk, engkau rupanya ingin mengacau disini, heh……?” bentak orang itu dengan suara yang dingin.
„Tidak mudah engkau ingin menimbulkan keonaran ditempat ini, karena walaupun bagaimana aku Sam Ciok Tiat Cie Phang Ko Siu tidak akan mendiamkan saja……..!”
„Hemmm……, engkaukah anjingnya hartawan she Oey itu ?” bentak sipengemis dengan suara yang dingin.
„Dan engkau rupanya ingin dihajar ……! “
Orang yang mengaku ‘bernama Phang Ko Siu itu tertawa dingin.
„Pengemis busuk yang usil mencampuri urusan orang lain, justru engkau yang harus dihajar seperti menghajar seekor anjing buduk.. …!” Dan sambil berkata begitu; orang she Phang tersebut telah mengangkat tangan kanannya, rupanya Phang Ko Siu bermaksud untuk menghantam muka sipengemis.
Tetapi pengemis tersebut memiliki ginkang yang luar biasa, dia juga bisa bergerak cepat sekali, sehingga, dengan hanya memiringkan kepalanya kakanan dengan gerakan seenaknya, dia telah berhasil mengelakkan serangan yang dilancarkan lawannya.
Bahkan pengemis itu tidak berdiam dirid saja, dia telah mengeluarkan suara bentakan, sambil mengelak dia juga telah mendorong dengan mempergunakan telapak tangannya.
Dorongan yang dilakukan olehh pengemis. itu bukan dorongan sembarangan, karena dia telah menyalurkan tenaga lwekangnya sebanyak enam bagian ketelapak tangan kanannya, maka tanpa ampun lagi orang she Phang itu tidak bisa mengelak diri dan tubuhnya telah terpental kebelakang, dia berusaha untuk dapat menguasai dirinya.
Namun sayang, rupanya akibat dorongan telapak tangan kanan sipengemis, orang she Phang itu kehilangan keseimbangan tubuhnya, kuda2 pada kedua kakinya telah tergempur dan dia telah bergulingan diatas tanah.
Sipengemis telah berkata dengan suara yang dingin : „Hemmm…….., jika aku tidak merasa kasihan terbadap engkau yang hanya bisa menjadi anjingnya sihartawan busuk itu, tentu aku akan menurunkan tangan yang lebih keras lagi untuk menghajar kau pergi menemui Giam Lo Ong diakherat !”
Tetapi Phang Ko Siu rupanya sangat penansaran, sekali, dia telah mengeluarkan suara bentakan dan dengan cepat telah rnencabut keluar pedangnya. Pedang itu sangat aneh, karena jika mata pedang biasa tentu hanya satu, tetapi justru mata pedang orang she Phang itu berjumlah tiga, menyerupai cagak. Maka dari itu, mungkin dari senjatanya ini dia diberi gelaran Sam Ciok Tiat Cie.
Dengan mangeluarkan suara erangan yang sangat keras, tampak tubuh Phang Ko Siu telah melompat dengan cepat, dia telah mengulurkan pedangnya yang aneh itu untuk menabas kekiri dan kanan dengan serentak.
Jika yang menerima serangan tersebut orang biasa, tentu siang-siang perutnya telah pecah oleh pedang bermata cagak tiga tersebut.
Tetapi justru sekarang yang menerima serangan tersebut adalah sipengemis, yang selain memiliki ginkang telah sempurna, ilmu kepandaiannya pun tidak rendah. Maka dengan mudah dia telah berhasil meloloskan diri dari mata pedang itu.
Gerakan yang dilakukan sipengemis bukan hanya sampai disitu saja, dia juga telah menggerakkan tangan kanannya untuk membalas serangan Phang Ko Siu dengan disertai oleh bentakannya yang mengguntur.
Rupanya suara bentakan sipengemis telah membuat Phang Ko Siu jadi terkejut, semangatnya terbang. Terlebih lagi dia telah merasakan tenaga dorongan yang kuat dari tangannya sipengemis. Maka tidak ampun lagi, dia tidak berhasil mengelakkan diri, bahkan tubuhnya telah terlambung ketengah udara, dan kemudian meluncur terbanting ditanah.

BAGIAN 08.2
PANGCU KAYPANG MU CIE IN

NAASNYA lagi, justru waktu tubuhnya itu ambruk, tubuhnya itu telah menindihi pedangnya sendiri, sehingga seketika itu juga dia merasakan daging perutnya ditembusi pedangnya, ibarat senjata makan majikan, seketika dia menggelepar-gelepar dan binasa disaat itu juga, tanpa sempat mengeluarkari suara jeritan lagi.
Sipengemis mengeluarkan, suara dengusan, dia menarik tangan sinona Kui untuk berlalu.
Tang Cun Liang mengawasi sekian lama dia merasa kagum juga atas kepandaian, sipengemis, yang tampaknya tidak rendah.
Didalam hatinya Tang Cun Liang juga jadi berpikir, entah siapa sipengemis yang liehay ini. Dia tidak mengenalnya dan tidak pernah melihatnya. Tetapi pengemis itu justru memiliki kepandaian yang tinggi, sehingga menarik perhatiannya dan dia ingin sekali mengetahui. Siapakah nona Kui yang telah ditolongnya itu?
Sipengemis telah menarik tangan nona Kui itu bukan untuk berlalu, tetapi kembali kekamar lelaki gemuk yang tadi telah ditotoknya, yang tengah menggeletak diatas tanah. Dialah hartawan she Oey yang disebut oleh sipengemis sebagai hartawan kaya raya yang jahat.
Muka sinona Kui jadi berobah merah karena marah ketika melihat sigemuk itu, dia teIah mengayunkan kaki kanannya menendang. Sigemuk memang tidak berdaya lagi, karena dia tidak bisa bergerak, maka tidak ampun lagi disaat itu juga perutnya yang buncit telah kena ditendang, sehingga dia merasakan kesakitan yang bukan main.
Tetapi sipengemis telah menahan tangan siperempuan muda ini, dia telah berkata dengan suara yang sabar : „Kau tidak perlu turun tangan, biar aku yang akan menghajar dia !”
Setelah berkata begitu, sipengemis mengulurkan tangan kanannya, dia telah mencengkeram baju disebelah dada sigemuk, kemudian dia menariknya kedekat tubuhnya dengan mata yang dipentang lebar-lebar, disaat itu juga dia telah membentak : „Manusia jahat…engkau memang harus dihajar lagi…!”.
Oey Wanggwe, hartawan she Oey itu, yang telah dibuka totokan pada jalan darah gagunya, jadi ketakutan sekali dan telah menangis sambil sesambatan : „Ampunilah aku… janganlah aku disiksa lagi…aku berjanji tidak akan melakukan kejahatan pula…!”.
„Hemm……, manusia seperti engkau tidak bisa dipercaya dan dipegang kata-katanya…!” kata sipengemis dengan suara yang dingin. „Engkau perlu dihajar biar mampus dan tidak bisa melakukan kejahatan lagi…….!”
„Ja…… jangan… jangan…!” merintih sihartawan itu dengan suara ketakutan, wajahnya juga pucat sekali, dia telah berkata dengan suara yang memelas : „Ampunilah jiwaku…aku akan menghadiahkan.Ki.esu berapa banyak uang yang Kiesu inginkan..aetapi ampunilah jiwaku……..!”
„Hemm……” sipengemis tertawa dingin sambil menggerakkan tangan kirinya, dia telah menempiling berulang kali. Gerakan yang dilakukannya itu cukup kuat, sehingga mulut sihartawan she Oey itu jadi miring seketika itu juga, diapun menderita kesakitan yang luar biasa.
Sigadis Kui itu hanya mengawasi dengan hati puas, karena dia melihat hartawan jahat itu kini telah berhasil disiksa oleh tuan penolongnya, berarti penasaranpya terbalas.
Waktu itu, sipengemis telah berkata lagi dengan suara yang mengancam : „Jika memang engkau mau mengeluarkan selaksa tail emas, untuk dipergunakan menderma fakir miskin, jiwa anjingmu ini akan kuampuni…….!”
Sihartawan kaya itu tampak terkejut.
„Se…… tail emas…?” tanyanya dengan suara tergagap.
„Ya…apakah engkau keberatan ? Atau memang hartamu itu lebih berharga dari jiwamu?” bentak sipengemis dengan suara yang dalam, dan matanya memancarkan sinar yang tajam sekali.
Sigemuk kembali ketakutan, dia telah cepat-cepat mengangguk.
„Baik…baik, aku akan segera melakukan perintah Kiesu…!” katanya.
„Tetapi ingat, jika engkau tidak mau menuruti apa yang kuperintahkan itu, dan besok pagi engkau tidak melaksanakannya, malamnya aku akan datang kemari lagi untuk mengambil jiwa anjingmu ini……..!”
Dan disaat itu, sihartawan gemuk she Oey tersebut telah berkata dengan suara ketakutan : „Ya……Ya…….aku akan melaksanakannya…….!”
Mendengar itu, sipengemis tampak puas.
Dia mengangguk sambil melepaskan cekalan tangannya pada pakaian sigemuk, dan memmbuat tubuh yang gemuk berat itu terbanting diatas lantai cukup keras.
Kemudian sipengemis mengulurkan tangan kanannya, dia mencekal tangan sigadis, dan kemudian mengajak sinona Kui itu untuk berlalu.
Tang Cun Liang yang tertarik melihat sikap dan sepak terjang sipengemis, jadi ingin mengetahui lebih jauh. Dia telah mengikuti terus dan disaat itulah dia telah memperoleh kenyataan sipengemis telah mengajak sigadis she Kui itu meninggalkan gedung Oey Wanggwe.
Waktu itu, sipengemis tidak mempergunakan ginkangnya, karena sigadis hanya bisa berjalan perlahan dan lambat sekali.
Gadis itu telah diantarkan kesebuah rumah gubuk yang reyot dan buruk sekali keadaannya, rupanya gadis itu berasal dari keluarga miskin.
Peristiwanya memang Oey Wanggwe senang paras cantik.
Keluarga Kui memiliki gadis ini, yang cukup cantik, maka Oey Wanggwe jadi mengiler dan mengincernya. Dan dengan mempergunakan kekuatan uangnya, dia telah memaksa gadis itu untuk menjadi gundiknya. Tetapi sigadis telah menolaknya, sehingga membuat hartawan she Oey tersebut jadi gusar dan telah menawannya mempergunakan bantuan tukang pukulnya. Orang tua sigadis she Kui itu tidak berdaya.
Justru secara kebetulan sipengemis yang memiliki kepandaian yang tinggi ini tengah lewat dirumah kedua orang tua gadis itu, yang tengah menangis sedih sekali.
Dari seorang tetangga keluarga Kui itu, sipengemis telah mendengar urusan yang penasaran itu.
Segera malam itu juga dia telah menyatroni rumahnya Oey Wanggwe untuk menghajar hartawan kaya yang jahat itu.
Setelah mengantarkan gadis tersebut kembali kerumahnya, dan kedua orang tua sigadis telah menyatakan terima kasihnya yang tidak hentinya, sipengemis telah berlalu lagi. Kini dia telah berlari-lari pula diatas genting dengan mempergunakan ginkangnya, sehingga tubuhnya itu dapat bergerak dengan sangat ringan sekali.
Tang Cun Liang mengikuti terus, dia bisa membuntutinya, karena dia memang telah melihatnya betapa sipengemis bukan orang jabat, maka mau juga Tang Cun Liang mengajaknya bersahabat.
Tetapi Tang Cun Liang juga ingin mengetahui terlebih dulu, siapakah sebenarnya pengemis itu.
Maka dari itu Tang Cun Liang telah mengikuti terus sipengemis.
Sedangkan pengemis itu telah berlari dengan cepat sekali kearah barat kota, dan dia tiba dimuka sebuah kuil tua, yang terus dia masuki tanpa mengetuk pintunya lagi, karena memang pintu kuil itu terbuka separoh.
Tang Cun Liang melompati tembok, dia melihat sipengemis telah merebahkan tubuhnya dilantai ruangan sembahyang.
Dan waktu ingin rebah begitu, sipengemis telah menggumam seorang diri : „Wahai sahabat……mengapa harus selalu mengikuti dengan cara menggelap begitu ?
Jika memang ada perkataan, bukankah lebih baik jika kita bercakap-cakap…….?”
Tang Cun Liang terkejut, tetapi kemudian dia tertawa.
Rupanya pengemis itu memang telah mengetahui bahwa dirinya dikuntit terus.
Maka diapun melompat iurun dengan gerakan yang ringan.
„Saudara pengemis……..hebat sekali sepak terjangmu….. pujinya.
Sipengemis.sendiri telah batal merebahkan dirinya, dia telah duduk sambil mengawasi ‘tamu’ yang baru datang ini.
Tetapi waktu dia melihat jelas muka orang, dia jadi mengeluarkan seruan tertahan.
„Hei….bukankah engkau Tocu dari Tho Hoa To ?” tegurnya sambil dia melompat berdiri.
Tang Cun Liang jadi heran melihat pengemis itu mengenali dirinya, tetapi dia telah mengangguk.
„Benar……!” sahutnya.
„Akulah orang she Tang”
Muka sipengemis berobah, tahu-tahu tanpa mengucapkan sepatah perkataan, dia telah melompat menerjang kepada Tang Cun Liang.
Gerakan yang dilakukannya itu gesit seka!i, dia juga menutup mulut, gerakannya itu dilancarkan dengan tiba-tiba sekali.
Tang Cun Liang terkejut, apa lagi memang saangan yang dilancarkan sipengemis bukan serangan, sembarangan, dari kepalan tangan sipengemis itu mengeluarkan angin serangan yang kuat sekali, menderu-deru kepadanya…….
„Saudara pengemis……..apa yang engkau lakukan ini ?” tegurnya sambil berkelit.
„Tetapi pengemis itu dengan cepat telah melancarkan serangan susulan.
Dia menyerang secara beruntun dan cepat….., tampaknya dia tidak mau memberikan kesempatan kepada lawannya untuk dapat berkelit terus menerus.
Tang Cun Liang jadi mendongkol. Bukankah sipengemis telah mengenalinya bahwa dia adalah Tocu dari Tho Hoa To, tetapi mengapa justru sipengemis melancarkan serangan yang terus menerus, dan tampaknya demikian memusuhinya?
Maka dalam keadaan mendongkol seperti itu, Tang Cun Liang akhirnya telah mengulurkan tangannya, dia telah menangkisnya. Gerakan tangan kanannya itu cepat sekali, dia juga menangkisnya dengan mengerahkan tenaga lwekangnya sebanyak enam bagian.
„Dukk ……..!” terdengar suara benturan keras sekali diantara kedua tangan mereka.
Dan waktu itu tubuh keduanya telah tergoncang dan mereka saling mundur.
„Saudara pengemis !” kata Tang Cun Liang sambil mengawasi sipengemis dengan sorot mata yang sangat tajam sekali.
„Kita baru pertama kali ini bertemu, tetapi mengapa engkau tiba-tiba saja melancarkan serangan mambabi buta seperti itu kepadaku…….?”
Tetapi sipengemis hanya tertawa dingin, dia telah melompat lagi, sambil mengayunkan tangannya melancarkan serangan yang tidak kaIah kuatnya jika dibandingkan dengan serangannya yang tadi.
Tang Cun Liang jadi mendongkol juga.
„Hemm……, kukira engkau ingin bersahabat, tidak tahunya sikapmu demikian…….!” katanya sambil memutar kedua tangannya.
Dari kedua tangannya itu telah meluncur keluar kekuatan tenaga sinkang yang luar biasa kuatnya, dan tenaga sinkang itu juga menderud,eru menutupi tubuh Tang Cun Liang, melindungi diri dari serangan yaDg dilancarkan oleh ha wann y a:
Dalam keadaan seperti ini, sipengemis yang memang telah mengetahui bahwa orang yang diserangnya adalah Tocu Tho Hoa To, yang memiliki kepandaian sangat tinggi, dengan sendirinya sejak semula telah bersiap-siap.
Dan kini melihat lawannya mau melancarkan serangan balasan, dia jadi bersikap lebih hati-hati lagi.
Tenaga yangdipergunakannya semakin lama jadi meningkat semakin kuat.
Saat itu Tang Cun Liang telah belasan kali mengelakkan diri.
Sebegitu jauh dia masih belum sempat membalas menyerang, dia hanya berkelit dan membendung serangan lawannya itu dengan tangkisan-tangkisan yang dilakukannya.
Maka dari itu, dengan cepat dia telah terdesak oleh sipengemis.
Keadaan seperti ini benar-tenar telah membuat Tang Cun Liang mendongkol bukan main, dia telah mengeluarkan suara bentakan perlahan, dan merubah cara berkelahinya.
Kedua tangannya yang semuta berputar-putar itu, kini sudah tidak dipergunakan untuk melindungi dirinya, hanya dia mengerahkan sinkangnya pada kedua telapak tangannya itu untuk melancarkan gempuran. Setiap dia menggerakkan tangannya, keluar angin serangan yang mengandung maut, karena jika sampai Iawan terkena gempuran itu, niscaya bagian dalam anggota tubuhnya akan rusak.
Sipengemis sendiri terkejut atas perobahan cara bertempur lawannya, dia telah berusaha mengelakkan diri.
Dan apa yang dilakukannya itu memang berhasil menyelamatkann diri, tetapi justru sekarang Tang Cun Liang telah melancarkan serangan yang beruntun kepadanya, tidak henti-hentinya.
Sipengemis juga telah merobah cara bertempurnya, karena dia menyadari bahwa kini dia tengah berhadapan dengan lawan yang tangguh.
Maka dari itu, setiap serangan yang-dilancarkannya selalu diperhitungkan dengan baik.
Sambil melancarkan serangan lagi, Tang Cun Liang telah berkata : „Saudara pengemis, siapa engkau sebenarnya ?”
Tetapi sipengemis tidak mau- menyahuti, dia tetap dengan sikapnya yang selalu melancarkan serangan.
Dengan keadaan seperti ini tentu, saja telah membuat Tang Cun Liang mendongkol lebih hebat, dia telah mengeluarkan perkataan sengit :
„Baiklah, engkau memperlihatkan sikap bermusuhan kepadaku, engkau tidak bersedia untuk bercakap-cakap dengan baik. Terpaksa akupun harus memperlakukan engkau dengan kekerasan”
Dan Tang Cun Liang membuktikan perkataannya itu, dengan disertai suara perkataan : „Jagalah seranganku ini !” tampak tangan kanannya berkelebat, dia akan mencengkeram dada sipengemis.
Pengemis itu tahu bahwa cengkeraman tangan lawan bukanlah cengkeraman biasa, kalau sampai dadanya itu kena dicengkeram, tentu akan membuat dadanya itu pecah dan robek.
Karena itu dengan cepat dia mengerahkan tenaga sinkangnya, lalu menangkis dengan tangannya.
Tanpa menanti, tangan mereka saling bentur, Tang Cun Liang telah menarik pulang tangannya.
Tubuh Tang Cun Liang bergoyang kekiri dan kekanan berulang kali, kemudian dia mengeluarkan seruan kecil sambil menendang dengan kaki kanannya, kearah lambung lawan.
Tetapi sipengemis berhasil mengelakkan dengan melompat mundur dua tindak.
Namun belum lagi sipengemis sempat untuk memperbaiki kedudukan kedua kakinya dan kuda-kudanya yang agak tergempur itu belum lagi bisa diatur kembali, saat itu Tang Cun Liang telah melompat ketengah udara, melancarkan serangan kepadanya dengan kedua tangan terulurkan. Itulah serangan yang tidak ringan, dan sangat berbahaya sekali.
Sipengemis menyadari akan bahaya yang bisa mengancam dirinya, tidak mau tinggal diam. Walaupun kuda-kuda kedua kakinya belum dapat ditempatkan dengan benar, tokh dia dengan nekad telah menangkisnya.
„Bukk…….!” tenaga tangkisan mereka saling bentur dengan kuat, dan tubuh mereka berdua telah saling terhuyung.
Waktu sipengemis akan menerjang maju lagi untuk melancarkan serangan, Tang Cun Liang telah berkata : „Tahan, saudara pengemis…..!”
Sipengemis menahan dan mengurungkan maksudnya untuk melancarkan serangan lagi, matanya memandang tajam sekali kepada Tang Cun Liang, diapun berkata dengan suara yang dingin : „Hemm………, orang she Tang, sekaranglah kesempatan untuk aku membalas sakit hati murid-murid Kaypang…….!”
Mendengar disebutnya Kay pang (perkumpulan pengemis), Tang Cun Liang tersenyum:
„Memang aku telah menduga, engkau tentu orang Kaypang……..tetapi siapakah engkau sebenarnya, saudara pengemis, apa gelaranmu?”
,,Aku orang she Mu, hari ini aku akan mengadu jiwa dengan kau…….!” kata sipengemis dengan muka yang merah karena marah, tampaknya dia memang telah nekad sekali dan bersiap-siap untuk melancarkan serangan lagi.
Tetapi waktu itu Tang Cun Liang telah berkata : „Oh, kiranya aku hari ini beruntung bisa bertemu langsung dengan Pangcu Kaypang Mu Cie In……!”
Sipengemis telah tertawa dingin,
„Ya, jika memang engkau memiliki kepandaian yang tinggi, yang selalu kau agul-agulkan itu, kau boleh sekalian membinasakan diriku, tetapi urusan penasaran Kaypang tetap harus diselesaikan.., aku akan mengadu jiwa dengan kau…l” dan berkata sampai disitu, kedua tangan sipengemis She Mu itu telah diangkat, dia bersiap-siap. akan menyerang lagi.
Tetapi Tang Cun Iiang telah berkata dengan suara yang dingin : „Saudara Mu, tahan……, didalam persoalan ini tentu terdapat kesalah pahaman…….kau dengar dulu keteranganku……!”
„Apa lagi yang hendak kau katakan ?” tanya Mu Cie In dengan suara yang dingin.
„Tadi engkau mengatakan, dirimu ingin membalas dendam dan penasaran dari para anggota Kaypang……lalu persoalan apa yang membuat engkau berbuat demikian ?
Alasan apa yang kau pergunakan untuk memusuhi diriku…”
„Engkau telah mencelakai anggota Kaypang dua tahun yang lalu, empat orang……mereka itu semua engkau buat bercacad pada tangannya” menyahuti sipengemis she Mu itu dengan suara yang mendongkol.
„Hemm……!” tertawa dingin Tang Cun Liang.
„Apakah aku tidak boleh membasmi kejahatan?
Seperti engkau, jika engkau menghadapi urusan penasaran, tentu engkau akan turun tangan membantui pihak yang lemah…..lalu apakah aku tidak boleh menghajar anggota Kaypang yang menyeleweng melakukan kejahatan ?”
Disanggapi begitu oleh Tang Cun Liang, sipengemis she Mu itu telah memandang dengan wajah yang dingin, dia berkata : „Andaikata ada murid Kaypang yang bersalah, tentu dia masih memiliki pemimpinnya yang bisa menjatuhkan hukuman padanya…….tidak perlu sampai orang luar yang turun tangan sendiri untuk memperlihatkan gigi, mengunjukkan keganasannya dengan sekaligus membuat bercacad keempat orang anggota Kaypang itu !”
Tang Cun Liang tersenyum, kali ini dia bersikap sabar sekali.
„Saudara Mu, engkau jangan mengada-ada ……. bagaimana mungkin aku bisa menyerahkan keempat orang anggota Kaypang yang menyeleweng itu kepada pemimpinnya, sedangkan kami berada disuatu tempat yang jauh dari markas Kaypang”
Mu Cie In tampak bimbang, akhirnya dia bertanya : „Apa yang dilakukan keempat orangku itu ?”
Tang Cun Liang tersenyum lagi : „Nah, bukankah Mu Pangcu tidak tahu menahu persoalan itu ? Sesungguhnya keempat orang Kaypang itu telah melakukan pemerasan terhadap seorang wanita tua …….. wanita tua yang tidak berdaya, bahkan ketika mereka memaksa untuk meminta derma kepada wanita itu, yang tidak sanggup memberikan derma seperti yang mereka mintakan itu, wanita tua tersebut ingin disiksanya……..aku yang kebetulan mengetahui urusan itu segera turun tangan menghajar keempat murid Kaypang itu…. apakah tindakanku itu salah……..?”
Muka Mu Cie In jadi berobah murung, dia telah menghela napas.
„Baiklah, jika memang demikian alasanmu, perkara persoalan murid Kaypang bisa kuselesaikan sampai disini……..!” dan setelah berkata begitu, sipengemis she Mu itu telah mementang kakinya untuk berlalu.
Tetapi Tang Cun Liang telah berkata : „Tahan dulu saudara Mu…!”.
„Apa lagi ?” tanya sipengemis sambil memutar tubuhnya dan memandang Tang Cun Liang.
„Apakah engkau datang kekota ini hanya untuk berkeliaran ?” tanya Tang Cun Liang sambil tertawa.
„Berkeliaran bagaimana ?”.
„Berkeliaran untuk meminta derma dan meminta belas kasihan semangkok nasi ?” tanya Tang Cun Liang sambil tetap tersenyum.
Sipengemis telah mengangguk.
„Ya”, sahutnya.
„Kalau begitu …..mari kita bercakap-cakap dulu, tentu tidak akan merugikan dirimu, bukan ? Dari pada berkeliaran dimalam buta seperti ini, apa salahnya kita bercakap-cakap?”
Sipengemis tampaknya tertarik. ,,Bagaimana ?” desak Tang Cun Liang.
Sipengemis telah mengangguk, dan dia kembali ketempatnya, untuk duduk seperti bersemadhi, diapua telah berkata :„Sejak semula aku telah mengetahui bahwa engkau mengikutiaku…tetapi aku tidak menyangka sama sekali bahwa orang yang menguntiti aku terus menerus adalah Tocu dari Tho Hoa To…!”.
„Ya, kukira engkau ini seorang maling pemetik bunga….!” kata Tang Cun Liang sambil tertawa.
Sipengemis juga tertawa.
Begitulah mereka berdua telah bercakap-cakap, mengenai perkembangan dunia persilatan.
Keduanya cepat sekali menjadi akrab, tampaknya seperti dua orang bersahabat lama yang baru bertemu. Terlebih lagi memang mereka berdua telah memiliki kemahiran ilmu yang tinggi, dengan bertukar pikiran seperti itu sangat menarik hati mereka.
Tanpa mereka sadari, keduanya telah bercakap-cakap sampai matahari pagi mulai menyingsing.
Disaat itulah Tang Cun Liang seperti baru teringat sesuatu, dia melompat berdiri sambil katahya : „Mu Pangcu, kukira cukuplah pertemuan kita sampai disini saja dulu…… jika dilain saat engkau memiliki waktu, singgahlah di Tho Hoa To, tentu aku akan menerima kunjunganmu itu dengan kedua tangan terbuka…….!”
Sipengemis mengangguk sambil tertawa.
„Engkau tergesa-gesa seperti ini, apakah engkau kuatir isterimu yang cantik dilarikan orang ?” tanya sipengemis bergurau.
Tang Cun Liang tertawa juga.
„Aku belum menikah, tetapi justru muridku tengah menantikan dirumah penginapan kami bermalam…….!” menyahuti Tang Cum Liang.
„Memm……., baiklah jika demikian, tetapi yang pasti jika kita bisa bertemu lagi, alangkah menggembirakan…….!”.
„Ya…..! Sampai jumpa dilain waktu…..!” dan setelah berkata begitu, Tang Cun Liang meninggalkan kuil tersebut, dia berlari-lari dengan cepat sekali. Dalam waktu yang singkat, dia telah tiba dirumah penginapannya.
---------------------------------------------------------------------------------

<<< Kembali Ke Bagian 07        |         Bersambung Ke Bagian 09 >>>
---------------------------------------------------------------------------------
Sumber : http://pustakaceritasilat.wordpress.com

Share To:

Unknown

View Profile
Terima kasih sudah berkunjung ke kabelantena, semoga bermanfaat,, aamiin..
----------------------------------

Post A Comment: